Senin, 03 Maret 2008

Sudahkah Silaturahmi?


Kata 'silaturahmi' berasal dari dua kata, silah (yang menghubungkan, jembatan, atau ikatan yang kokoh) dan rahim (rasa sayang, kasih mengasihi). Sehingga ketika digabung memiliki makna yang kuat, yakni tali persaudaraan, jembatan kasih sayang, hubungan kasih yang kokoh.
Namun makna yang lebih populer dari silaturahmi (asal kata silaturahim) adalah tali persaudaraan. Ekstrak dari kata itu terletak pada kata 'rahim' memiliki akar kata yang sama dengan rahman dan rahim, yakni sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Silaturahmi merupakan ibadah sosial yang apabila disandingkan dengan ibadah ritual, seringkali memiliki nilai yang jauh lebih baik dari ibadah ritual. Hal ini terekam dari berbagai kisah Rasulullah saw. dengan para sahabat.
Abdullah bin Abi Awfa bercerita: "Kami waktu itu sedang berkumpul bersama Rasululah saw. Tiba-tiba beliau berkata: "Janganlah duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan persaudaraan." Dengan segera seorang pemuda berdiri meninggalkan majelis Rasulullah.
Rupanya sudah lama anak muda itu bertengkar dengan bibinya. Ia lalu meminta maaf kepada bibinya dan bibinya pun memaafkannya. Setelah itu, barulah ia kembali kepada majelis Nabi. Nabi saw. berkata: "Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang disitu ada orang yang memutuskan persaudaraan. "(at-Taghrib 3: 345, Islam Aktual, Jalaluddin Rakhmat).
Perhatikanlah keluarga kita, lapisan sosial yang paling kecil. Bila di dalamnya ada beberapa anggota keluarga yang sudah tidak saling bertegur sapa, sudah saling menjauhi, apalagi kalau di belakang saling menohok dan memfitnah, maka rahmat Allah akan dijauhkan dari seluruh anggota keluarga itu.
Kemudian, perhatikan umat Islam Indonesia, kaum yang lebih luas, organisasi-organisasi Islam atau bahkan partai-partai islam. Bila di dalamnya masih ada kelompok yang mengafirkan kelompok yang lain, menjelekkan satu sama lain, bahkan saling memfitnah, atau membentuk jamaah tersendiri dan mengasingkan diri dari jamaah yang lain, atau tidak mau shalat jamaah dengan kelompok yang pendapatnya berbeda, maka seluruh umat akan terputus dari rahmat Allah. Sukarlah umat yang seperti itu akan memperoleh kemenangan.

"Maukah kalian aku tunjuki amal yang lebih besar pahalanya dari shalat dan puasa?" tanya Rasulullah saw. kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Rasulullah menjawab, "Engkau damaikan orang-orang yang bertengkar."

Menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang berpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam dan mengukuhkan ukhuwwah diantara mereka, adalah amal saleh yang besar pahalanya. "Barang siapa yang ingin diperpanjang usianya dan dimudahkan rezekinya, maka hendaklah ia menyambungkan persaudaraan." (HR Bukhori dan Muslim)
Abu Dzar adalah sahabat yang sangat dikasihi Nabi. Ialah orang pertama yang mengucapkan salam Islam di zaman jahiliyah. Ia pernah menahan rasa hausnya, walaupun kantong air ia gantungkan di pinggangnya dan baru akan meminum air itu, setelah Rasulullah saw. meminumnya.
Ia dipuji Nabi sebagai sahabat yang lidahnya paling jujur. Ia hidup begitu sederhana dan bergabung dengan para sahabat lain yang sederhana. Islam telah mengubah masa lalunya sebagai pemberontak menjadi masa kininya sebagai pejuang.
Banyak nasihat Nabi saw. kepada Abu Dzar. Salah satu diantaranya adalah: "Kekasihku Nabi saw. yang mulia, berwasiat kepadaku beberapa hal yang baik: Ia berwasiat agar aku tidak memandang orang yang di atasku dan hendaknya memandang orang yang di bawahku. Ia mewasiatkan kepadaku untuk menyambungkan persaudaraan walaupun dengan orang yang menjauhiku. Ia mewasiatkan kepadaku untuk tidak takut kepada kecaman orang yang mengecam dalam menegakkan agama Allah. Ia mewasiatkan kepadaku untuk mengatakan yang benar walaupun pahit. Dan akhirnya ia mewasiatkan kepadaku untuk memperbanyak bacaan la haula wala quwwata illa billah, karena kalimat itu termasuk perbendarahaan surga." (HR Tabrani dan Ibnu Hibban, at-Taghrib 3:

Tidak ada komentar: