Rabu, 19 Maret 2008

Koropsi menjadi-jadi

Banjir yang melanda seluruh negeri membuka kedok kejahatan berupa korupsi. Ternyata tanggul sungai, jalan raya, kawasan serapan dibangun dibawah standar mutu, karena dananya dikorupsi oleh pelaksana pembangunan. Sekali kesapu air sungai tanggul jebol, kawasan serapan tidak ada sehingga air menggenangi jalan raya, sehingga puluhan kilo meter jalan raya yang ringkih itu terkelupas dan berlubang, bahkan beberapa jembatan vital roboh. Kini semuanya butuh perbaikan agar kehidupan sosial ekonomi tuidak berhenti.

Di tengah ramainya orang membincang korupsi dalam pembangunan sarana umum ini, tiba-tiba dikegetkan dengan penyuapan koruptor pada jaksa yang menangani masalah korupsi uang negara ratusan triliun rupiah dari dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Duhulu BPPN yang dibentuk untuk menangani korupsi dana negara itu juga terus menerus diurus oleh koruptor akhirnya lembaga itu dibubarkan, sehingga para koruptornya juga bebas. Bahkan Bank Indonesia yang mendapat amanah dari negara dengan gaji tinggi itu ternyata terus menrus diurus oleh orang yang giat korupsi, sehingga semuanya berurusan dengan pengadilan.

Pada saat yang sama kejaksaan dan kehakiman juga disuap oleh para konglomerat yang untuk mengelak dari korupsi mereka. Para konglemerat yang selama ini berbangga sebagai penyedia lapangan kerja itu hanya pengeruk uang negara, akibatnya pembangunan terhenti, dan rakyat menjadi sengsara, karena fasilitas untuk mereka telah dikorup para konglomerat, dan sisanya lagi masih dikorup para pejabat.

Hingga saat ini masih bias disaksikan jutaan rakyat kekurangan makan, tidak mampu berobat dan mengalami putus sekolah. Sementara yang lain hidup mewah dan melimpah ruah. Munculnya kelompok ini menjadikan kehidupan menjadi sangat mahal, sehingga tidak terjangkau oleh kelompok miskin. Jurang yang semakin melebar itu semakin tidak terjembatani. Ada orang yang bekerja sehari semalam hanya bias makan seadanya, tetapi ada orang yang sekadar ongkang-ongkang memperoleh gaji ratusan juta.

Sementara saat ini orang tidak lagi sadar terhadap kewajiban, hanya memiliki kesadaran yang kelewat sensitif atas hak, akhirnya muncul egoisme yang tidak terkendali, nafsu untuk memiliki yang telah mengarah pada keserakahaan bahkan kerakusan. Keserakahan itulah yang dipropagandakan oleh sistem kapitalisme, karena dengan cara itu produksi berjalan, sementara industri terus berkembang untuk memenuhi selera dan nafsu manusia yang tidak ada ujungnya.

Nafsu keserakahan dan kerakusan manusia tidak terbatas, sementara kemampuan finansial manusia ada batasnya, maka untuk mengatasi keterbatasasn finansial itu tidak jarang orang terpaksa harus memeras dan korupsi. Di sinilah titik masalahnya yakni pada keserakahan. Kalau gerakan anti korupsi tidak menyentuh masalah keserakahan, maka gerakan itu akan sia-sia. Terbukti selama ini telah banyak dibentuk gerakan anti korupsi baik yang dibentuk pemerintah maupun masyarakat, tetapi korupsi semakin parah, dan dilaksanakan lebih transparan.

Pencegahan korupsi bukan persoalan teknik bagaimana kemungkinan korupsi dicegah secara administratif. Tetapi juga perlu pencegahan yang bersifat moral dan politik, pencegahan secara moral dengan seruan untuk hidup sederhana dan hemat tidak pernah dilakukan. Gerakan politik untuk benar-benar mencegah tindakan korup juga tidak pernah dilakukan, bahkan politik digunakan untuk korpsi, atau mencegah korupsi hanya secara politis dalam arti hanya manufer, bukan tindakan konkret.

Kalau korupsi tidak dicegah baik secara moral, politik dan teknis negeri ini akan hancur, saat ini kehancuran secara fisik telah terjadi seperti rusaknya hutan, rusaknya jalan raya dan jembatan. Kemudian juga ditandai dengan rusaknya alam yang dibabat secara korup, dan kawasan serapan dan jalur hijau yang dikorup. Dan yang sangat parah lagi kehidupan ekonomi masyarakat menjadi sangat kacau karena tingginya korupsi. Bahkan berbagai perusahaan negara yanag seharusnya melayani masyarakat mengabaikan tugas mereka saat berubah menjadi lembaga bisnis yang hanya mencari untung, dengan alasan untuk berdiri sendiri. Tetapi layanan sosial diabaikan, ini salah satu bentuk korupsi, karena dana sosial tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan sendiri.

Mereka semua korup karena merasa tuntuan kehidupanm semakin tinggi, sementara mereka tidak bisa mengendalikan nafsu dan ambisinya. Di sisi lain harga barang dan jasa terus meningkat, karena itu mereka butuh dana yang lebih besar lagi, sehingga korupsi tidak pernah berhenti.

Sayangnya pendekatan keagamaan selama ini hanya bersifat teknis dan moralistis, tetapi tidak masuk ke wilayaah etis, yakni dengan menyerukan kehidupan yang lebih zuhud sederhana, agar mereka tidak terdorong untuk mencari harti tanpa mempertimbangakan etika. Kerja keras dan kejujuran mesti dijadikan prinsip dalam kehidupan, agar mereka bisa menghidupi diri sendiri dari usaha sendiri, bukan mengambil hak orang lain, sehingga hidupnya tidak menjadsi beban orang lain ataupun negara.

Dengan tidak adanya korupsi kehidupan akan lebih sejahtera, sarana umum akan terfasilitasi dengan baik, kesejahteraan sosial juga akan dijalankan dengan baik, demikian juga pemerintah dan negara akan bergerak lebih sempurna dan negara akan besar dan menjadi bangsa yang disegani.

Tidak ada komentar: