Rabu, 19 Maret 2008

Islam Rahmad semua

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan rahmat untuk seluruh alam” (Q.s. Al-Anbiya [21]:107).

Ayat ini merupakan penegasan tentang
idealitas Islam dengan diutusnya
Rasulullah saw sebagai rahmat bagi seluruh alam. Pola yang digunakan dalam ayat itu, nafy ististna, mengandung arti penetapan suatu kualitas dengan meniadakan (nafy) kualitas selainnya secara total. Kesimpulannya adalah bahwa Islam itu agama rahmat dan jika “Islam” itu tidak membawa rahmat bukanlah Islam. Tidak ada Islam yang tidak menjadi rahmat apalagi sampai menjadi laknat bagi sekitarnya. Hal itu tidak mungkin, tidak qur’ani.
Jelaslah paradigma Islam yang qur’ani dan yang secara historis dicontohkan oleh Rasulullah saw adalah agama rahmat. Agama yang telah memberi kedamaian dan kasih sayang, mencipta kehidupan yang saling mencintai dan menghargai antar sesama. Agama yang sejak awal secara konsisten mempersembahkan penghargaan setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia secara universal.
Kata ‘alamin dalam Q.s. [21]:107 di atas maknanya sama dengan istilah itu dalam Q.s. [1]:2, yaitu seluruh alam. Rahmat Islam diberikan kepada seluruh alam dan isinya, bukan hanya manusia apalagi manusia yang seiman. Inilah maknanya yang universal, bahwa rahmat yang dibawa Rasulullah adalah rahmat bagi seluruh alam bukan untuk segmen orang tertentu. Beliau benar-benar diutus oleh Allah SwT untuk membenahi kehidupan dunia secara keseluruhan, tidak parsial, tidak sekelompok-sekelompok, dan tidak pula untuk masa-masa tertentu. Setelah Rasulullah saw wafat dan kita yang telah diwarisi Al-Qur’an, ajaran Islam haruslah terwujud menjadi agama rahmat. Sehingga tugas menebar rahmat ke seluruh alam ini adalah tugas kita semua untuk tetap menjalankannya.
Paradigma Islam sebagai agama rahmat sangat relevan dengan konsep ketuhanan dalam Islam. Allah SwT dalam Islam menyatakan diri-Nya sebagai sumber kasih (Q.s. Al-An’am [6]:12). Hal itu, juga sesuai dengan kehadiran Nabi Muhammad saw sebagai rahmat, bukan sebagai laknat, seperti diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a., berkata: Kepada Rasulullah dikatakan, “Berdoalah untuk keburukan orang-orang musyrik?” Beliau menjawab, “Saya diutus tidak untuk menjadi pelaknat. Saya diutus hanyalah untuk menjadi rahmat”.
Al-Qur’an dan Rasulullah saw karenanya merupakan konstruksi rahmat, bukan huruf-huruf, kata-kata dan kalimat-kalimat semata. Beliau berdiri ketika menyaksikan iring-iringan jenazah seorang Yahudi, meskipun para sahabatnya tidak menirunya, dan berkata, “barangsiapa melihat iringan-iringan jenazah yang lewat di hadapannya, hendaklah ia berdiri hormat, siapa pun yang mati”. Inilah salah satu di antara banyak contoh bentuk tangung jawab moral Nabi Muhammad saw yang diutus untuk seluruh manusia dalam realitas mereka. Beliau memperlakukan sama dan sederajat semua manusia di dunia ini tanpa kecuali sesuai misinya sebagai rahmat bagi semesta alam.
Dalam persoalan kemanusiaan universal Rasulullah saw memberikan tauladan tentang apa yang disebut sekarang hak asasi manusia (HAM). Dalam Khutbah Wada’ (pidato perpisahan) th. 10 H, beliau bertanya, “Wahai sekalian umat manusia tahukah kamu di hari apa kamu berada? Di bulan apa kamu berada? Dan di negeri apa kamu berada? Semua menjawab: Di hari, bulan dan negeri yang suci”. Kemudian Nabi bersabda, “Sesungguhnya darahmu (hidupmu), hartamu, serta kehormatanmu itu suci, seperti sucinya harimu ini, bulanmu ini dan negerimu ini, sampai bertemu Tuhan-mu di hari kiamat” (H.R. Bukhari). Sabda beliau di atas merupakan pandangan mendasar kemanusiaan universal dalam Islam (Q.s. [5]: 32; [17]: 70), yang merupakan untaian tiga hak asasi manusia, yaitu, dima, amwal dan ‘aradl (darah, harta, dan kehormatan). Betapa ungkapan ini menjadi sumber rahmat bagi umat manusia beberapa abad kemudian, yang sekarang dinyatakan dalam istilah-istilah hak asasi manusia dengan life, property dan dignity.
Selama negara Madinah di bawah kekuasaan Rasulullah saw, terbukti di sana belum pernah terjadi apa yang namanya race riot (kerusuhan rasial). Padahal Madinah merupakan kota multi-etnis, kultur, dan agama. Begitu juga negeri Arab, telah berubah total menjadi sebuah kawasan yang mengerti arti Tuhan yang benar, perdamaian, persatuan, persaudaraan, dan kemanusiaan, dari yang semula terbiasa bermusuhan dan perang.
Bernard Lewis dalam Kernelut Peradaban Kristen, Islam dan Yahudi (2001) menyatakan bahwa, selama delapan abad di semenanjung Iberia, Islam hidup berdampingan secara damai, santun dan penuh toleran. Islam telah membawa rahmat bagi agama-agama lain yang secara bebas melakukan dan mengurus peribadatan mereka. Namun, rahmat yang dibawanya pupus total ketika kawasan itu jatuh ke tangan orang-orang Kristen.
Pantas apabila Mahatma Ghandi, pemimpin besar kaum Hindu di India, pernah menyatakan kekagumannya, “Muhammad adalah Nabi teragung yang pernah dikenal di dunia ini. Saya meneteskan air mata setiapkali membaca riwayatnya bahwa betapa dia rela menderita demi kepentingan rakyatnya”. Pujian ini bukanlah basa-basi melainkan tulus karena diucapkan oleh orang yang amat tulus lantaran Gandhi tau bahwa pada diri Muhammad tidak ditemukan celah hina yang mendukung penilaian buruk musuh-musuhnya atas dirinya. Beliau layak mendapat penghormatan dan pujian demikian, bukan semata pengakuan Al-Qur’an, namun, sebagai pengakuan masyarakat dan dua tokoh non-Muslim di atas. Beliau juga tampil sebagai rahmat bagi semesta alam bukan saja karena kalimat itu tertera dalam Al-Qur’an tetapi perilaku sosialnya di atas membuktikan kebenaran itu.
Sebagai umat Islam dan pengikut sejati Rasulullah saw kita jalankan Islam dalam sikap hidup rahmat, yakni selalu menjadi mengasihi, memberi ketenangan dan kebaikan bagi sekitarnya baik secara kealaman maupun kemanusiaan. Semua yang diekspresikan Islam dan umatnya harus memberi azas manfaat dan guna bagi kehidupan baik dari materi yang mereka miliki, ilmu yang mereka kuasai, kekuasaan politik yang mereka emban maupun dalam kehidupan sehari-hari berupa ekspresi akhlakul karimah. Dengan demikian, niscaya kita telah ikut andil dalam mewujudkan tata dunia baru yang lebih rahmah pula.l

Tidak ada komentar: