Selasa, 25 Maret 2008

Musibah Sebagai Nasihat

Kesulitan dalam hidup bukanlah harga mati sebuah kesengsaraan. Ia bisa dijalani dengan penuh kenikmatan, jika kita pandai menyikapinya. Bahkan, Allah SWT memberi berita gembira bahwa pada setiap kesulitan itu terdapat dua kemudahan. Inilah sebuah seni dalam hidup yang demikian besar maknanya. Tentu saja, hanya bagi kaum yang berpikir.

Apa yang kita tanam, tak jauh dengan apa yang akan kita tuai. Jika kebaikan yang ditanam, kebaikan pulalah yang kita tuai, cepat atau lambat. Demikian juga sebaliknya, jangan harap mendapat kebaikan jika yang kita tanam adalah kejelekan.

Rangkaian kesulitan hidup dari musibah bencana alam hingga krisis ekonomi, sebenarnya lagu lama buat kita. Peristiwa yang sama hampir terjadi pada setiap tahun berganti. Mestinya, kita sudah pintar dan lihai mengatasi persoalan hidup tersebut, andai saja kita berhasil mengambil pelajaran dari sederet peristiwa sama pada masa lalu.

Tak dipungkiri, dimana ada keinginan untuk berubah, di sana pula akan terbentang kebaikan dan keburukan. Itulah yang dinamakan konsekuensi. Setiap pilihan hidup, pastilah mengandung resiko. Artinya, tiada seorang pun yang bisa menghindar dari konsekuensi tersebut. Akan tetapi, seseorang akan sanggup meminimalisir konsekuensi buruk suatu peristiwa jika ia pandai menyikapinya.

Kesulitan hidup, ada kalanya -bahkan mungkin lebih dominan- dipicu oleh sikap dan perilaku hidup kita sebagai manusia. Musibah banjir, longsor, kebakaran adalah sebagian contoh dimana tangan-tangan manusia turut andil membuatnya terjadi. Inilah sebenarnya apa yang kita tuai dari perilaku kita di masa sebelumnya. Efek yang lambat semacam ini seringkali meninabobokan kita dari rasa peduli terhadap lingkungan atau sekadar sikap wara', berhati-hati.

Maka manakala musibah itu datang, bukan penyesalan atas sikap kita terdahulu yang kemudian lahir, melainkan sikap menyalahkan pihak lain yang dianggapnya mesti bertanggungjawab. Tentu, sikap hidup mencari kambing hitam ini, bukan milik orang-orang yang memiliki iman. Bahkan mereka yang beriman akan instrospeksi, barangkali kelalaiannyalah yang membuat peristiwa-peristiwa itu terjadi.

Menyadari sikap seperti ini, tentu tidak akan melahirkan keluh kesah, tidak pula membuatnya larut dalam kesedihan. Bagi mereka, inilah saat dimana mereka memperbaiki kualitas hidupnya sehingga tidak saja membuatnya sanggup mengatasi kesulitan hidup, melainkan juga mampu mencegah kembali apa yang mungkin bisa terjadi nanti.

Tidak ada komentar: