Rabu, 19 Maret 2008

Islam

bahwa Islam tidak perlu diberi embel-embel, seperti Islam liberal, Islam autentik, setuju kalau disebut Islam ya, Islam saja sebagai agama Allah. Dengan cara pemahaman yang mendekati kebenaran insya Allah seorang Muslim apalagi secara kolektif kaum Muslimin, dengan pemikiran yang dilandaskan kepada faham agamanya secara benar akan dapat menjawab tantangan zaman.
Tantangan zaman yang harus dihadapi oleh setiap orang termasuk umat Islam adalah menghadapi problematika modern. Menurut Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya “al-ijtihad fisyari’ atil Islamiyah”, mencari fatwa dari ajaran Islam dalam menyelesaikan problematika modern, bukanlah merupakan suatu tindakan sia-sia yang menganggap enteng terhadap Islam.
Sebagian orang ada yang mencari fatwa dari Islam guna membatasi tingkah laku pribadinya sesuai dengan fatwa tersebut seperti orang-orang yang mencari fatwa hukum tentang muamalah dengan bank, asuransi, perseroan, zakat dan sebagainya, agar tindakannya benar.
Sebagian mereka ada yang ingin mengenal ciri-ciri masyarakat Islam yang kita serukan, baik mereka itu adalah orang-orang belum tahu dan yang memang ingin mempelajari Islam atau orang-orang yang merasa cemas yang ingin mendapatkan ketenangan ataupun orang-orang yang masih ragu dan ingin mendapatkan suatu keyakinan guna mengusir keraguan tersebut.
Sebagian mereka ada yang benar-benar takut apabila terbentuk suatu masyarakat Islam yang dicita-citakan, takut apabila tidak mendapatkan orang-orang yang memang cakap dan mampu menyelesaikan problematika abad modern dengan terapi Islami yang sesuai.
Kita menyaksikan sebagian penyeru Islam yang menyajikan berbagai terapi dengan mengatasnamakan Islam yang keras dan tertutup, yang tidak mungkin dijadikan dasar dalam kehidupan masyarakat modern.
Semua masalah di atas telah dimaklumi oleh setiap intelektual yang mengikuti hasil penelitian-penelitian tentang Islam kontemporer, baik itu hasil penelitian yang dilakukan oleh individu, golongan ataupun suatu pergerakan.
Terkadang sebagian mereka ada yang mencari fatwa tentang problematika sosial dari suatu niat buruk ataupun kemauan jahat, dan bertujuan untuk mengetes para penyeru Islam dengan berbagai masalah yang rumit, membungkam mereka dan ingin memperlihatkan kelemahan mereka dalam menghadapi era modern.
Tidaklah mengapa bagi kita bahkan, seharusnya untuk menghadapi tantangan demikian ini dan kemudian kita menyajikan kepada mereka sistem dalam Islam yang bersumber dari Tuhan ini, dan terapi-terapi yang diberikan untuk memberi solusi dan mengobati penyakit-penyakit zaman modern ini. Dengan demikian kita telah membungkam mereka dan memberikan suatu bukti nyata dan argumentasi kuat untuk menjawab usaha mendiskreditkan Islam.
Pada saat itu, pula kita menjelaskan kepada mereka bahwa problematika masyarakat yang ada sekarang ini adalah akibat dari zaman jahiliyah modern yang tidak akan terjadi pada masyarakat yang sempurna yang ingin kita realisasikan.
Kaum Muslimin sedunia, khususnya pemikir-pemikir, mereka semuanya menyambut dan menyeru kepada ijtihad dan memberikan terapi-terapi yang Islami untuk menyelesaikan problema di zaman modern ini, seperti tokoh-tokoh sebagaimana yang akan disampaikan di bawah ini, antara lain:
Hasan al-Banna, pendiri Gerakan Islam Modern di Negara-negara Arab bagian Timur, telah berbuat seperti ini, kitapun telah mendengarkannya melalui ceramah-ceramah dan kuliah yang diberikan olehnya dan kita telah membaca risalahnya yang berjudul “Problematika Kita Menurut Sorotan System Islam”. Dimana dalam risalah tersebut terdapat suatu bahasan tentang terapi-terapi Islam untuk menyelesaikan problema politis pemerintahan dan ekonomi dan lain-lain.
Sebagai contoh: Abdul Qadir Audah telah menulis dua jilid besar tentang “Perundang-undangan, Pidana Islam”, selain buku-buku kecil lainnya, telah dipaparkan sebagian pemikirannya yang ditulis dalam risalah “Islam di antara kebodohan pengikutnya dan kelemahan Ulamanya”.
Almarhum Dr. Mustafa As Siba’i, pemikir gerakan Islam di Syria, telah menulis tentang “Sosialisme Islam” dan menjelaskan (memberi syarah) Undang-undang perkawinan dan menyusun beberapa buku antara lain. “Wanita di antara Fiqih dan Undang-undang”, yang di antara isinya ada yang memberi inspirasi pada pemikiran hukum perkawinan di Indonesia.
Syeikh Muhammad al-Ghazali, salah seorang penyeru gerakan Islam di Mesir, sejak dini telah menulis tentang ’’Islam dan Perundang-undangan ekonomi” dan tentang “Islam dan Sistem-sistem Sosialis” dan lain-lain.
Ustad Mahmud Abus Su’ud, salah seorang tokoh pergerakan di Mesir telah menyusun bukunya: Khuthuth Raisiyah fi al-iqtishad al Islami (Garis besar dalam ekonomi Islam) dan sekarang beliau sedang menyiapkan tulisan yang menjabarkan garis-garis besar tersebut. Beliau juga telah menulis hasil penelitian dengan judul “Apakah mungkin kita mendirikan bank Islam” dan penelitian-penelitian lainnya di bidang ekonomi.
Hal itu, dikarenakan secara faktual kaum Muslimin dalam perekonomian memang memerlukan lembaga perbankan. Sehingga, karena belum mempunyai alternatif lembaga perbankan yang Islami, memberikan fatwa kebaikan berbisnis melalui bank konvensional karena dalam keadaan darurat. Darurat itu tidak selamanya, sehingga timbullah pemikiran pendirian bank Islam seperti tersebut di atas.
Dalam pengantar penerbitan terjamahan buku Al Bunuk Al-Islamiyah tulisan Dr. Mahmud Al Anshariy dikemukakan bahwa, sisi ekonomi adalah sisi yang tidak terpisahkan dari dimensi kehidupan umat manusia. Sistem yang berkembang di dunia adalah sistem kapitalisme dan sosialisme yang tampaknya untuk pemerataan dapat diterima oleh sebagian pemikir dunia Islam, karena pada lahirnya tidak berbenturan dengan agama. Karena, agama menghendaki bahwa harta tidak hanya dapat dinikmati oleh orang kaya saja. Tetapi, pada intinya bukanlah demikian, karena dua sistem di atas mengacu kepada murni sekularisme, sementara keinginan Islam, di samping mencapai tujuan-tujuan material juga mempertimbangkan faktor nilai, karakter luhur manusia, keutuhan sosial dan pembalasan Allah di Akhirat.

Pemikiran Perbankan Islam
Dr. Ahmad An Naggar (baca: Najjar), Sekjen Internasional Association of Islamic Bank, mengatakan, “Dengan segala kejujuran dan keterus-terangan bahwa semangat dan himbauan saya untuk perbankan Islam ini, bukan saja bertolak dari segi keabsahan hubungannya dengan prinsip dan dasar Islam, akan tetapi juga lebih besar dari itu, keberadaannya sebagai contoh institusi finansial yang lebih tepat dan mungkin melaksanakan pembangunan komprehensif dan sungguh-sungguh di segala bidang.”
Abdul A’la Maududi menulis dalam majalah bulanannya “Tarjaman Al Qur’an” (1937) tulisan berseri yang menjelaskan tentang sistem ekonomi Islam, cara Islam memecahkan problema manusia dan menjawab tantangan perekonomian secara menyeluruh. Ia juga menulis tentang riba dan lain-lain.
Hasan Al Banna, pada permulaan tahun empat puluhan abad ke-20, menulis tentang prinsip-prinsip dasar Sistem ekonomi Islam (dalam bukunya : Risalah Problema Kita dalam negeri sebuah sorotan sistem tentang Islam), “Jiwa Islam mewajibkan kepada kita untuk memerangi riba sekarang ini juga, kita haramkan dan kita putuskan semua bentuk interaksi yang berdasarkan kepada riba ini. “ (ketahuilah bahwa riba adalah persoalan riba yang pertama dimulai oleh pamanku, Abbas ibn Abdul Muthalib)” (HR Muslim wa ash-habus Sunan). Dahulu, para reformer menghindar untuk berbicara tentang persoalan riba ini, sehingga, ada orang yang mengatakan bahwa hal itu mustahil. Semuanya itu, mempunyai tanggung jawab mekanisme ekonomi dunia. Sedangkan hari ini, pendapat ini telah tidak berdaya, jatuh dan tidak lagi bernilai setelah Rusia mengharamkan riba, riba dianggap sebagai perbuatan kotor yang mesti dilarang. Adalah sangat memalukan bila Rusia negara Komunis mendahului kita dengan pernyataan bahwa riba adalah haram. Padahal yang paling berhak mengharamkannya adalah umat dan Negara-negara Islam berdasarkan pada kitab sucinya.
Dalam pada itu, Pendahuluan pemikrian bank-bank dan institusi-institusi finansial ini dapat kita jumpai pada tulisan Muhammad Ghazali (1940-an) dalam Islam dan situasi ekonomi; Islam dan konsep sosialisme. Dan oleh Abdul Qadir Audah: Islam dan situasi politik kita, (1951), di mana bagian pertamanya menulis teori Islam tentang ekonomi yang berdasarkan atas istikhlaf dan Mahmud Abu El Saud (1954) pada nomor-nomor pertama pada majalah “Al Muslimoun”.
Dapat kita simpulkan pada pendahuluan pemikiran yang terdapat pada tulisan-tulisan ini, yang pada dasarnya mengemukakan prinsip dasar untuk suatu teori tertentu yang mungkin dibedakan dengan teori-teori umum lainnya, dan mengemukakan kerangka dasar bagi prinsip-prinsip pemikiran ekonomi dalam Islam.
Sekalian pendahuluan pemikiran ini belum mampu memberikan alternatif praktis tertentu, akan tetapi, telah berhasil memberikan akomodasi, dan mobilisasi opini umum hingga dapat mendesak dengan kuat beberapa pemerintahan hingga pemerintahan Muslim itu mengeluarkan izin untuk mendirikan bank-bank Islam. Malah hal ini, telah memberikan pengaruh positif di tingkat internasional, dapat meyakinkan beberapa pemerintah menukar sistem perbankan secara menyeluruh yang sesuai dengan Islam, seperti yang terlaksana di Pakistan (1977), di Iran (1979) dan di Sudan (1985), atau dengan menerapkan sistem partial perbankan di mana bank-bank Islam dengan bank-bank konvensional berjalan sejajar, seperti yang dilaksanakan di Malaysia, Turki dan Uni Emirat Arab serta Indonesia (1992).

Evolusi Historis bagi Tumbuhnya Bank Islam
Selanjutnya DR. Mahmud al-Anshariy mengemukakan pertumbuhan bank Islam yang diawali dengan pendirian bank tanpa riba.
Percobaan operasional pertama sebagai bank alternatif non riba adalah percobaan “Bank Simpan Pinjam Daerah”, yang didirikan oleh Dr. Ahmad Naggar (Najjar) tahun 1963, di salah satu kecamatan Delta Mesir, yaitu Mait Ghamr, Propinsi Daqahliah.
Tujuan bank-bank Simpan Pinjam Daerah ini adalah memberikan contoh bagi sarana non riba yang bertugas menggalakkan pembangunan daerah. Maka, manajemen bank-bank ini diatur sesuai dengan prinsip daerah kerja. Artinya, setiap unit perkantoran ada banknya tersendiri yang akan memikul tanggungjawab pembangunan pada unit tersebut, dan tidak ada hubungannya dengan unit lain kecuali, tukar-menukar pengalaman dan investasi yang mungkin dilimpahkan. Percobaan ini mendapat perhatian dan dukungan dari bagian penanggungjawab resmi negara, di antaranya adalah Dr. Abdul Mun’im, El Qaisouni (Menteri Ekonomi Mesir waktu itu), Alm. Prof Ali Shalabi (Ketua Lembaga Umum Simpan Pinjam Mesir waktu itu). Juga mendapat perhatian dan dukungan dari sebagian pemikir Islam seperti Dr. Abdullah El Arabi, Sheikh Muhammad Abu Zahrah, Dr. Isa Abduh, Sheik M. Abdul ‘Qoyum. Percobaan ini juga mendapat perhatian dari beberapa sarjana Amerika yang berkecimpung dalam urusan pembangunan, seperti RK. Ready, Dekan Akademi Ilmu Moral di Washington DC.l

Tidak ada komentar: