Senin, 03 Maret 2008

Kepemimpinan Islami

Pemimpin dalam ajaran Islam memiliki kedudukan sentral. Baik buruknya sebuah tatanan masyarakat, maju mundurnya sebuah daulah, tegak dan runtuhnya sebuah negara salah satunya disebabkan oleh faktor pemimpin. Dalam sejaran Islam, ketika Nabi Muhammad wafat, langkah pertama ummat Islam waktu itu adalah menentukan siapa poengganti Nabi sebagai pemimpin umat. Membicarakan siapa pengganti Nabi waktu itu bahkan berlangsung saat jenazah Nabi belum dimakamkan. Dalam tradisi Politik Islam Sunni persoalan pemimpin ini memegang posisi sentral. Ada dalil yang ekstrim di kalangan mereka: "Memilih pemimpin yang zalim lebih baik dari pada satu hari tidak ada pemimpin, karena bisa menimbulkan chaos”.

Konsep Kepemimpinan Islam
Bagaimana Islam memberi konsep kepemimpinan? Berikut ini disampaikan beberapa prinsip kepemnimpinan dalam Islam.

Pertama, setiap Muslim adalah pemimpin. Nabi SAW mengatakan: "Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. Dalam skala yang mikro, diri kita terdiri dari anggota-anggota badan. Kalau anggota badan itu adalah pasukan, maka pasukan itu harus dipimpin oleh komandan (Imam). Imam atau komandan bagi seluruh tubuh kita adalah hati nurani yang cenderung pada kebenaran. Setiap kita adalah pemimpin minimal bagi anggota tubuh kita. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya. Wanita adalah pemimpin bagi kehormatan keluarganya. Pembantu rumah tangga adalah pemimpin bagi keamanan harta benda majikannya.


Kedua, Pemimpin merupakan kebutuhan bahkan keharusan bagi setiap komunitas. Nabi bersabda: "apabila tiga orang di antara kamu keluar rumah, maka angkat salah seorang sebagai pemimpin.” Pada skala terkecil saja diperlukan seorang pemimpin apalagi skala makro seperti komunitas, wilayah, dan negara.

Ketiga, Jabatan menjadi pemimpin itu adalah amanah bukan hadiah. Apa beda amanah dan hadiah? Kalau kita menerima hadiah maka kita bisa memperlakukan hadiah itu sesuai keinginan kita. Ada orang yang memberi kita hadiah sepatu, kita bisa memakainya, menyimpannya, memberikannya, atau menjualnya. Tetapi kalau ada orang yang memberi amanah kepada kita sepasang sepatu agar diserahkan kepada sahabatnya maka kita tidak berhak memakai, menjual, atau memilikinya. Kewajiban kita adalah memenuhi amanah itu dengan memberikan sepatu kepada kawannya. Demikian juga seorang pemimpin harus menjalankan kepemimpinannya sesuai amanah yang dibebankan kepada dirinya. Jika ia melanggar amanh maka ia telah berbuat khianat.

Keempat, pada hakekatnya yang memberikan kekuasaan atau jabatan kepemimpinan itu adalah Allah, demikian juga yang mencabutnya adalah Allah (Q.S al-Baqarah: 26). Kalau Allah sudah mempercayakan jabatan kepada yang dikehendaki-Nya maka siapapun orang yang akan mencegahnya pasti tidak akan mampu. Sebaliknya siapa yang dikehendaki Allah turun dari kekuasaannya maka berapa banyak pun orang yang akan mempertahankannya pasti tidak akan mampu. Kasus-kasus naik turunnya jabatan pemimpin di dunia ini telah membuktikan kebenaran ayat tersebut, termasuk tentunya yang terjadi di negara kita.
Kelima, pemimpin yang adil harus didukung, pemimpin zalim harus dihukum. Islam memerintahkan agar seorang pemimpin harus memiliki kriteria adil, jujur, benar, amanah, dan cerdas. Tetapi kalau dalam kepemimpinannya ia berlaku zalim, khianat, dusta, korup dan merusak maka ia harus dihukum. Membiarkan sesuatu kezaliman akan berbuah kerusakan di muka bumi. Pemimpin yang zalim akan menimbulkan merajalelanya kemaksiatan dan kerusakan di tengah masyarakat yang dipimpinmnya.

Keenam, Jabatan pemimpin hanya diberikan kepada mereka yang memilki kemampuan, pengabdian, dan keahlian. Jangan diberikan kepada orang yang bodoh. Sabda Nabi: Jika urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya tunggulah saat kehancurannnya. Karena jabatan kepemimpinan tidak boleh diberikan kepada sembarang orang. Perlu ada semacam fit and propper test terhadap calon pemimpin yang akan kita angkat. Kita evaluasi bagaimana akhlaknya, moralnya, stabilitas emosinya, managerial skillnya, dedikasinya, loyalitasnya, kesungguhannya, ibadahnya, interaksi sosialnya dan komitmen kejamaahannya.

Ketujuh, Kekuasaan atau jabatan kepemimpinan jangan diberikan kepada orang yang fasiq, bermoral buruk, gemar melakukan dosa, dan bermental korup. Jika itu terjadi maka fitnah atau malapetaka akan terjadi. Dalam sejarah, khalifah yang terkenal gemar melakukan dosa maka ia akan dihukum oleh sejarah sebagai khalifah yang bejat moral; kekuasannya pun tidak berlangsung lama karena direvolusi oleh ummat. Kasus revolusi Abbasiyah terhadap khilafah Umayyah tahun 750 M membuktikan bahwa ummat yang terlanjur dizalimi akan menuntut balas sepuas-puasnya, sampai kuburan para khalifah pun digali lagi untuk diberi siksaan sekeras-kerasnya. Sebaliknya seorang khalifah bernama Umar bin Abdul Aziz karena terkenal keadilan, kesalehan dan kesederhanaannya, maka ia disegani oleh kawan dan lawan sejak hidup sampai wafatnya.

Kedelapan, jabatan kuasaan jangan diberikan kepada orang yang meminta. Sebab orang yang meminta jabatan pasti memiliki vested interest, motivasi terselubung utnuk kepentingan pribadinya. Pada saat jabatan itu diperolehnya maka ia akan mencari cara bagaimana agar keuntungan-keuntungan itu mengalir pada dirinya. Di negara kita pada abad 20 yang lalu, kita dapati banyak calon kepala daerah sowan ke pemimpin pusat agar ditetapkan sebagai calon pemimpin daerah sehingga banyak setoran masuk ke pundi-pundi pemimpin pusat. Ketika ditetapkan sebagai pemimpin daerah maka langkah pertama adalah bagaimana agar "investasi” yang telah dikeluarkan bisa kembali.

Karakteristik Pemimpin Ideal Islami
Memilih pemimpin ideal bukanlah pekerjaan yang mudah. Diperlukan ijtihad ekstra dan renungan yang mendalam agar tidak terjadi salah pilih pemimpin. Setidak-tidaknya kita perlu menetapkan kriteria yang jelas seperti berikut:

1. Mempunyai pandangan ke muka, tidak berorientasi ke masa lalu. Ia dpt mengantisipasi apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang
2. Pandai mengambil keputusan dalam suasana sulit
3. Peka terhadap perkembangan masyarakat melebihi kepekaannya terhadap diri pribadinya
4. Tangkas berfikir dan bertindak terutama dalam menangkap momentum dan ia dapat memanfaatkan momentum tersebut dengan perhitungan yang cermat
5. Tahu membedakan hal-hal yang prinsipil dan yang dapat dikompromikan. Menyangkut masalah yang prinsip ia akan teguh mempertahankan
6. Dapat menyiapkan kader yang terus dibinanya
7. Perbuatannya terpuji, dan tidak pernah bertentangan dengan perkataannya
8. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan, dan ia menerima hasil musyawarah walaupun berlawanannya dengan usulnya sendiri
9. Tidak pernah lari dari tanggung jawab sekalipun beresiko tinggi
10. Dari segi kapasitas mental dan moral pribadi ia harus berani, rendah hati, ramah, setia kawan, penyabar, pemaaf, pemurah, dan berani hidup sederhana..

Semoga kita senantiasa diberikan kader pemimpin umat yang memiliki kriteria ideal untuk mewariskan tatanan masyarakat yang adil, makmur, Islami dan tentunya diridhoi Allah SWT..

Tidak ada komentar: