Jumat, 14 Maret 2008

Indahnya hidup Bersama

ecara fitrah, manusia diciptakan sebagai mahluk sosial, saling membutuhkan satu dengan yang lain. Muncul kelompok-kelompok. Dalam Islam, kehidupan itu digambarkan seutuhnya pada praktik salat berjamaah. Maka dalam hidup, berjamaahpun perlu diterapkan, sebagaimana makna yang terkandung dalam salat.
Pada dasarnya, pentingnya salat berjamaah, dijelaskan oleh ketua Nahdatul Ulama (NU) Makassar, DR H Abd Kadir Ahmad MS, dua puluh derajad lebih tinggi dari pada salat sendiri. "Di situ (salat-red) ada struktur, sebagaimana dalam berkehidupan sosial. Ada pemimpin (imam), ada makmum atau jemaah, pada struktur saff. Jika ini dikontekskan dalam kehidupan sekarang, maka strukturnya sama," tanggap Kadir.

Bangunan Islam yang ideal, sambung alumnus UIN Makassar itu menuturkan kepada Fajar, adalah Islam yang dibangun dengan prinsip-pronsip kebersamaan, ditandai unsur-unsur yang harus ditaati. Partisipasi makmum, yaitu mampu menyerap yang dilakukan imam.

Islam, dia katakan tidak mengajarkan umatnya hidup menyendiri dan menyepi dari hiruk pikuk masyarakat. Kita menjadi bersuku-suku dan berbangsa. Allah swt berfirman dalam QS Al Hujurat 13, ''Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal". Berjamaah, mengajarkan kita memperkuat persaudaraan, karena hidup sendiri-sendiri adalah memutuskan silaturrahmi. Allah katanya, membenci orang yang demikian.

Sabda rasul yang diriwayatkan Bukhari, "Orang mukmin yang bergaul dengan orang lain dan mampu bersabar atas gangguan mereka lebih utama daripada orang mukmin yang tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak bersabar atas gangguan mereka".

Walau hidup berjamaah, Islam tetap mengakui adanya perbedaan-perbedaan. Demikian ditanggapi oleh M Syaeful Uyun, mubalig wilayah jamaah Ahmadiyah Sulsel. Dia mengatakan umat Islam tetap berpegang teguh pada tali Allah dan jangan bercerai berai. Dalam artian keluar dari saff (jamaah).

"Pernah sebuah riwayat Huzaifah Bin Al Yaman, ada yang bertanya kepada Rasul, apakah setelah masa jahiliyah, lalu Islam, akan ada lagi keburukan setelah itu. Nabipun mengatakan ada, bahkan setelahnya, juga akan ada. Lalu bagaimana keluar dari persoalan itu, rasul menjawab, tetaplah dalam jamaahmu. Jika masih ada lagi keburukan, maka kata rasul, tinggalkanlah firqah (golongan)," tuturnya.

Ali bin Abu Thalib berkata, ''Jamaah, demi Allah, adalah kumpulan penyokong kebenaran meskipun sedikit. Sementara firqah adalah komplotan ahli batil meskipun banyak.''

Olehnya, kehidupan membutuhkan kepemimpinan atau ulil amri seperti yang dicontohkan rasul, agar makmum tidak tersesat. Rasul mengatakan, ungkap Syaeful menyadur, "Kamu tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada Alquran dan Hadis. Apa bila berlainan pendapat, maka kembali pada Allah dan rasul, agar kamu menjadi beriman," dikutipnya.

Dalam Hadis yang diriwayatkan Ahmad, rasul saw memerintahkan umatnya agar hidup berjamaah. Sabdanya, ''Aku memerintahkanmu dengan lima hal di mana Allah telah memerintahkannya kepadaku; hidup berjamaah, mendengar, taat, hijrah, dan jihad di jalan Allah".

Syaeful menambahkan siapa yang keluar dari jamaah maka lepaslah Islam dari lehernya, kecualai dia bertobat. Pernah katanya ada yang bertanya kepada rasul bagaimana kalau dia tetap puasa dan salat, namun kemudian nabi hanya mengatakan, sekalipun dia puasa, salat dan mengaku muslim, kalau dia keluar dari jamaah maka sama artinya lepaslah dia dari Islam.

Tidak ada komentar: