Minggu, 02 Maret 2008

Harga Diri

HARGA DIRI

Seperti pepatah "Jadikan harga diri & martabat sbg pakaianmu kelak dia akan melindungimu tapi jangan jadikan pakaian sbg harga dirimu krn dia akan cepat robek&
Maka
> syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya.
> Tatkala keduanya telah merasakan buah pohon itu, nampaklah bagi
> keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan
> daun-daun surga. (Q.S Al-A’raaf [7]: 22) Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology
> di Lepizig, Jerman di bawah pimpinan Dr. Mark Stoneking - yang dikutip
> oleh Koran Tempo, edisi 3 Oktober 2003 dari jurnal ilmiah ‘Current Biology’ -
> menemukan bahwa ternyata kutu kepala merupakan cikal bakal dari kutu
> badan, sedangkan kutu badan yang senang bersembunyi di tempat-tempat
> yang gelap hanya muncul setelah manusia mengenakan pakaian. Di
> sini para peneliti mencoba menghitung jumlah mutasi DNA pada kutu badan
> dan kutu rambut sehingga dengan penelitian tersebut mereka berpendapat
> bahwa manusia baru mengenal pakaian pertama kali sekitar 72.000 tahun
> yang lalu. Menurut mereka, nenek moyang kita – homo sapiens - yang
> berasal dari Afrika merasa gerah dan kemudian sebagian ada yang
> berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain, dan ada yang bermukim
> di daerah dingin. Di sanalah konon awal mula mereka mengenal pakaian
> yang terbuat dari kulit hewan guna menghangatkan badan. Barulah sekitar
> 25.000 tahun yang lalu ditemukan cara menjahit kulit. Anda
> boleh setuju atau tidak \dengan pandangan di atas. Terlepas dari benar
> tidaknya, Alqur’an telah menceritakan kisah Adam dan Hawa, bahwa
> keduanya tidak hanya sekedar menutupi auratnya dengan selembar daun,
> akan tetapi daun di atas daun agar auratnya
> benar-benar tertutup. Ini menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan
> fitrah manusia yang diaktualkan kembali dalam kisah Adam a.s. dan
> istrinya. Apa yang dilakukan oleh pasangan nenek moyang kita itu
> dinilai sebagai awal usaha manusia untuk menutupi
> kekurangan-kekurangannya, menghindar dari apa yang tidak disenanginya
> serta memperbaiki penampilan dan keadaan yang mendorong terciptanya
> sebuah peradaban. Upaya
> mereka berpakaian rapi, dengan menutup aurat juga mengisyaratkan bahwa
> berpakaian rapi - sebagaimana dikehendaki agama - dapat memberikan rasa
> tenang dalam jiwa pemakainya. Ketenangan batin ini merupakan salah satu
> dampak yang dikehendaki oleh agama. Betapapun agama atau kepercayaan,
> bahkan masyarakat memperkenalkan pakaian-pakaian khusus yang sesuai
> selera, kebutuhan atau bahkan simbol suatu kepercayaan tertentu. Masyarakat
> Tuareg di gurun Sahara, Afrika Utara misalnya, menutupi seluruh tubuh
> mereka dengan pakaian, agar terlindungi dari panas matahari dan debu
> pasir. Masyarakat
> di kutub, lebih memilih pakaian tebal yang terbuat dari kulit domba
> untuk menghangatkan tubuh mereka. Kini tersebar pakaian jas buat pria.
> Walau, pakaian ini pada mulanya dipakai oleh buruh pabrik untuk
> menunjukkan rasa tidak senang kepada para bangsawan yang berpakaian
> mewah tetapi kini yang terjadi adalah sebaliknya, justru orang-orang
> kaya dan berkedudukan sosial tinggi yang memakainya. Di Mesir ada
> sekelompok biarawan Kristen Ortodoks yang memakai pakaian beserta alas
> kaki yang berwarna hitam. Bahkan mereka membiarkan jenggot dan rambut
> mereka yang hitam terurai tanpa dicukur. Mereka merasa bahwa
> dalam pakaian serba hitam itu mereka menemukan kedamaian. Warna hitam
> itupun mereka pertahankan hingga masuk liang lahat. Sementara negara
> menetapkan pakaian-pakaian dengan model dan warna tertentu bagi
> angkatan perangnya, untuk membedakan dengan angkatan perang negara
> lain. Hal ini disebabkan karena pakaian dianggap sebagai pembeda antara
> seseorang atau masyarakat dengan orang atau masyarakat lain. Bahkan,
> ada lambang-lambang dan tanda-tanda khusus dalam angkatan bersenjata
> untuk membedakan status dan pangkat seseorang. Begitulah fungsi pakaian
> sebagai pembeda atau pengenal. Di
> sisi lain, pakaian juga berkaitan erat dengan rasa estetika atau
> keindahan. Seseorang yang berada di pedalaman papua ketika mengenakan
> pakaian koteka ratusan tahun yang lalu, pastilah ada unsur keindahan
> yang ditampilkanya sebagaimana dengan para diplomat di negara maju yang
> mengenakan jas dan black tie pada acara khusus. Demikian, pandangan terhadap keindahan berbeda antara satu dengan yang lain. Islam
> tidak menekankan suatu pakaian tertentu, bahwa yang ditekankan hanyalah
> batas minimal yang harus ditutup serta fungsi pakaian. Alqur’an
> mengisyaratkan lima fungsi pakaian antara lain: 1) melindungi dari sengatan panas dan angin, 2) menjadi perisai dalam peperangan. Allah SWT berfirman: ”Dan
> Dia jadikan bagi kamu pakaian yang memelihara kamu dari panas dan
> pakaian dari (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan”
> (Q.S. An-Nahl [16]: 81), 3) sebagai perhiasan, 4) sebagai penutup apa
> yang dianggap buruk oleh agama dan atau oleh pemakainya, dan 5) sebagai
> identitas/ pembeda antara seseorang dengan yang lainnya. Allah SWT
> berfirman: ”Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
> perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ’Hendaklah mereka mengulurkan
> jilbab keseluruh tubuh mereka.. Yang demikian itu supaya mereka lebih
> mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu’. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q..S. Al-Ahzaab [33]: 59). Warna
> pun sebenarnya tidak ditetapkan, walau warna putih merupakan warna yang
> sangat disenangi dan yang paling sering menjadi pilihan Nabi Muhammad
> saw. Namun tentunya, warna ini menjadi pilihan beliau SAW bukan saja
> karena warna putih tidak menyerap panas matahari, yang merupakan iklim
> umum di jazirah Arab dan sekitarnya, tetapi juga mencerminkan
> kesenangan pemakainya terhadap kebersihan karena sedikit saja noda pada
> pakaian putih akan segera tampak. Di sisi lain, ini menunjukkan
> kesederhanaan, karena dengan memilih satu warna tertentu, orang tidak
> akan mengetahui berapa jumlah pakaian Anda. Adanya
> pakaian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jiwa,
> karakter, tingkah laku, serta emosi pemakainya. Bahkan identitas
> seseorang dan garis besar cara berfikirnya-pun dapat diketahui dari
> pakaiannya. Orang tua yang memakai pakaian anak muda dapat mengalir di
> dalam dirinya jiwa anak muda. Begitu pula dengan seseorang yang memakai
> pakaian kyai, dia akan berusaha berlaku sopan, demikian seterusnya.
> Namun, walau demikian, Alqur’an menyatakan bahwa pakaian ruhani (takwa)
> itu jauh lebih baik. “Dan pakaian takwa itulah yang paling baik” (Q.S.. Al-A’raaf [7]: 26). Jika
> pakaian takwa ini dikenakan seseorang, maka akan terpelihara
> identitasnya dan lagi anggun penampilannya. Anda akan menemukan dia
> selalu bersih walau miskin, hidup sederhana walau kaya, terbuka tangan
> dan hatinya. Tidak membawa fitnah, tidak menghabiskan waktu dengan
> hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak menuntut yang bukan haknya dan
> tidak menahan hak orang lain. Bila beruntung dia bersyukur, bila diuji
> dia bersabar, bila berdosa ia istighfar, bila bersalah ia menyesal, dan
> bila dimaki ia tersenyum. Keterbukaan
> aurat jasmani dapat ditoleransi oleh Allah bila ada kebutuhan mendesak,
> misalnya dalam rangka pengobatan. Sebab keharaman membukanya bertujuan
> menghindarkan manusia agar tidak terjerumus dalam sesuatu yang haram.
> Sebaliknya, tertutupnya aurat ruhani mengantar manusia untuk menutup
> jasmaninya. Adalah
> suatu kekeliruan jika mengingkari pentingnya pakaian, tetapi lebih
> keliru lagi jika tidak selektif dalam memilih pakaian yang sesuai
> dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Demikian juga,
> sangat keliru jika mereka mengabaikan petunjuk-petunjuk agama dalam hal
> berpakaian. Maka, salahlah apabila seseorang dipuji karena memilih
> pakaian yang dianggapnya baik. Tetapi lebih salah lagi jika melarangnya
> suatu pakaian yang dinilai oleh agamanya baik. ”… yang demikian itu adalah sebahagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 26).


Tidak ada komentar: