Kamis, 28 Februari 2008

Puisi Pasca reformasi

Bertahap kerusakan dipulas
Banyak pengorbanan tragedi
Langit cerah belum mau datang
Ketika kita belum mandi bersih
Tutup dulu pintu yang bocor
Bau pengap seluruh ruang
Bisul-bisul pada bernanah

Jangan menempeleng orang tak bersalah
Tragedi itu salah kita semua
Bara-bara itu belum dingin
Satu persatu bilik menjadi gulita
Masalah terkuak
Banyak yang terbelalak
Barang bekas dikumpulkan

Pengalaman pahit yang lalu dikenang
Kuman di balik bukit dilupakan
Emas di pelupuk mata jadi incaran
Mimpi berkalang emas dibawa tidur
Takdir berubah

Tak baik menyapa masa lampau
Lebih-lebih lagi kalau sedih sekali
Langit cerah kembali menyapa
Saat kita berguling-guling di pantai derita

Sarat derita, sarat hikmah
Banyak bantal basah air mata
Baju kering tak ada gantinya
Lemah lunglai sekujur tubuh
Saling menyapa saling mengadu
Banyak kodrat buruk, banyak hikmah berharga

Zaman berubah
Yang lama dibiarkan berlalu
Yang kini dibenahi
Yang akan datang disiapkan

Tak berpeluh maka tak berkarya
Tak menangis maka tak menghargai bahagia
Selaput air mata masih basah
Mencari secercah langit cerah

Mungkinkah menggapai keadilan
Tapi membiarkan korupsi dan kolusi?
Mungkinkah mencapai kesejahteraan
Tanpa persatuan?

Tak berbekal keberanian
Tak berbekal ketabahan
Hati bangsa Indonesia
Tercabik-cabik menyesuaikan diri
Badai penderitaan membuat kita lusuh dan compang-camping
Bau korupsi dan kolusi kian menyengat hidung

Tak mau sejarah berulang kembali
Letih menderita membuat kita jera
Menggapai langit cerah, tak baik saling menyalahkan
Rupa-rupa kendaraan diperbaiki
Ban kempes ditambalkan
Ditiup beramai-ramai

Gagal pembangunan dipugar kembali
Dengan baju kumal kita bersatu
Semua jarak direkatkan
Semua perselisihan didamaikan
Bapak-bapak berlinangan air mata memeluk penerusnya
Sangat tepat menjadikan ini kebangkitan nasional ke dua
Tubuh segar kembali oleh air mata persatuan

Taubat nasional menyegerakan rahmatan lil 'alamin
Agenda kebangkitan mencatat sejarah
Kita disaring dan dibersihkan
Tak berupah karena tak bekerja
Tak pandai karena tak belajar
Tak sukses karena tak berusaha
Semua keberhasilan harus diupayakan

Bangsa Indonesia kini sadar
Harus bekerja keras kalau ingin jaya
Masalah krisis ekonomi diatasi dengan persatuan dan kesadaran
Ingin bangkit kembali
Banyak jalan yang tergenang air
Banyak lubang di tengahnya
Ramai-ramai menambal lubang
Ramai-ramai menggali tanggul
Ramai-ramai membangun bangsa
Sembari menanam kita menimbun
Menanam kegersangan, menimbun kebocoran

Ke mana membangun tanggul, di situ air mengalir
Ke mana menimbun kebocoran, di situ ada penghematan
Kata pengabdi bangsa, "Kesulitan bangsaku, pengabdianku"

Banyak pengaruh asing menjadi swasta
Tak bebas menyapa rakyat sendiri
Harta dikuras, waktu terkuras
Tak banyak bagian untuk kita sendiri
Sibuk bayar hutang, sulit mandiri
Keuntungan diambil swasta asing

Bagaimana menentukan sikap
Semua urusan menjadi urusan orang lain
Bagaimana menentukan nasib sendiri
Banyak kesepakatan membatasi kemandirian

Jauh melayang lamunan kita
Kapan kita selesai membayar hutang
Agar dapat mengusir penjajah yang berkedok bantuan
Kita membayangkan betapa enak hidup mandiri
Tak ada uang di saku, tapi dapat tidur lelap
Kini uang tak ada, tidur pun tak pulas
Jaminan kemandirian masih impian
Kita masih terus membayar hutang
Sementara perjuangan persatuan semakin kental

Diam-diam kita sepakat mengusir penguras harta
Tak pelak lagi kita bagaikan di zaman pergerakan kebangkitan nasional
Punahkan kekuatan asing
Kita tak berlayar di lautan orang
Kita mendayung kapal di laut sendiri

Ikan dikumpulkan
Ladang ditanami
Kita menggali emas di tanah sendiri
Allah memberkati jala penuh ikan
Padi menguning
Emas tergali

Mau apa kalau di tanah sendiri penuh berlian
Mau apa kalau ternyata kita kaya
Hutang terbayar mata mereka terbelalak

Kita tak mau lagi dijajah
Kita sudah lebih pandai dan tangguh
Pelajaran hidup telah dilalui
Jarang ada yang bodoh lagi
Kita pintar dan bersih

Semangat kebangsaan, semangat persatuan
Kendali kebangkitan nasional
Dulu palu arit menyadarkan kita
Kini keserakahan bangsa asing membukakan mata kita

Tak terbayang bantuan Allah
Dikira miskin ternyata kaya
Dikira rapuh ternyata bersatu
Mereka balik bertanya
Apa yang bisa dibantu
Emas dilirik, kekuatan dicemaskan
Gaung kemerdekaan membebaskan kita dari keterkungkungan

Masa merdeka masa bahagia
Siapa bilang bangsa Indonesia bangsa yang guram
Kita bangkit karena bantuan Allah
Pancasila yang menolong kita
Lagi-lagi ke-Tuhanan Yang Maha Esa terbukti menyelamatkan kita

Jangan lagi membatasi diri meyakini ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Jangan lagi meragukan semangat persatuan
Jangan lagi keadilan sosial dibatasi
Jangan lagi memangkas demokrasi
Jangan lagi tak memperdulikan kerakyatan
Dan tak mengindahkan musyawarah dan kebijaksanaan

Banyak batasan telah mengganjal Pancasila
Jangan ada penyesalan lagi
Butir-butir Pancasila padat dengan hikmah
Tak terperi kepedihan itu
Tak kuasa mengenangnya kembali

Sadarlah wahai bangsaku
Jangan mengulangi kesalahan itu lagi
Biarkan Pancasila utuh kembali
Biarkan dia mengembangkan sayapnya
Membusungkan dadanya
Terbang melintasi dunia
Membuat sejarah bangsa Indonesia
Kita yang terlibat ini

Banyak pelajaran dijadikan hikmah
Hikmah bernegara yang demokratis
Landasan Bhinneka Tunggal Ika
Tinggal diperkuat dan dipelihara
Ketika dilapisi emas

Bhinneka Tunggal Ika berdandan cantik
Gemulai indah di tengah panorama dunia yang berisik
Pancasila melayang indah di tengah badai keserakahan sedang membelah dunia
Dan keserakahan itu telah telah tercium oleh kita
Tak mungkin lagi kita mau mengulangi kesalahan yang sama

Penderitaan itu telah menjadi tontonan dunia
Tak banyak lagi bangsa yang mau dikibuli
Kita tampil mengoyak keserakahan
Simpati dunia mengiringi kita

Kita menjadi bayang-bayang penderitaan yang menguak takdir
Yang menyobek keserakahan
Yang pernah terbenam oleh iming-iming bantuan
Yang menjadi tangguh oleh kekesalan
Bayang-bayang itu terbaca oleh semua orang

Bangkitlah, bangkitlah wahai bangsaku
Pancasila itu tetap perkasa
Mari bernyanyi Indonesia Raya Merdeka
Mari melantunkan puisi Pancasila Perkasa
Di tangan burung Garuda
Ada janji kami
Ada harapan kami
Ada kekuatan kami
Pancasila burung Garuda kini terbang tinggi
Melayang menjauhi keserakahan dan tirani

Para pendekar Pancasila
Coba amati dada burung Garuda
Sekali lagi amati sila pertama
Allah Yang Maha Sakti
Menyematkan kesaktian-Nya di dada Pancasila
Sungguh Pancasila itu sakti
Karena Allah bersamanya

Tatkala kita menderita, dia mengibas-ngibaskan sayapnya
Pergilah ke gunung katanya
Jangan biarkan gunung bertapa
Tak inginkah menjadi bangsa yang sejahtera?

Masa depan berkilau oleh sinar yang dipancarkan kekayaan alam kita
Setitik harapan menjadi berbongkah-bongkah senyuman
Tirai cahaya dibentang
Berdatangan kereta kencana
Menjemput kepingan kebahagiaan
Dentangan sangkur seakan musik yang indah
Akankah dentangan ini untuk selamanya?

Tiupan angin memberikan kesegaran
Angin kencang tak lagi dapat menggoyangkan kita
Tepian pantai ramai dengan kibaran bendera warna-warni
Tetangga melambai meminta kita membagikan telur emas kepadanya

Kita menjadi raja di tanah sendiri
Kesengsaraan tinggal menjadi masa lalu
Ketika air ketuban pecah, kita mengharapkan bayi mungil
Bayi itu menggenggam mukjizat

Kemenangan melalui penderitaan
Seperti mendaki gunung melalui titian
Perca-perca kebahagiaan ditata menjadi selimut bangsa

Temui seorang kaya, tanyakan kepadanya
Mengapa dia tak ingin menangis
Orang kaya berkata, "Kekayaanku, kebahagiaanku"

Selimut bangsa dijalin dengan selimut tetangga
Senyuman kita mengundang teman seberang
Menyulamkan selimutnya
Kami ini disulam cahaya

Ke mana senyuman ditebarkan
Di sana datang kebahagiaan
Ke mana genderang kebahagiaan ditabuh
Di sana banyak teman

Seperti menyiram padi, setiap siraman membuahkan padi unggul
Pedang yang diasah tak akan pernah dipakai menebang kayu
Bianglala selalu dapat menembus awan

Menengok seludang kemajuan negeri seberang
Kita seolah dipacu menjadi penabuh barisan dwi kebangkitan nasional
Berjingkat-jingkat mereka menapak di kemasan timbangan
Berkilo-kilo dijadikan sekati
Sengsara dijajah, lebih sengsara ditipu

Pupuk disemai, pupuk ditebar
Siapa yang tak memupuk kebun sendiri
Tetangga mengais keuntungan, menjual tahi dikemas
Sesungguhnya kita ini terbenam dalam timbunan padi
Padi yang diminta, emas yang didapat
Tentunya kita ini patut bersyukur
Sudah gaharu, cendana pula

Pasar disulang, pasar mengundang
Kesengsaraan tak lagi sempat singgah di hati
Bangsa ditata, bangsa bersolek
Kemakmuran berkata, "Umurku, dilemaku"
Siapa bersedia miskin setelah pernah kaya
Kemiskinan seakan pintu gua yang menakutkan

Berdiri di atas gunung
Pemandangan seakan tak ada batasnya
Semakin tinggi gunung, semakin dingin udaranya
Kemarikan selimut itu
Kita menebalkan kehangatan persatuan

Sudahkan kita menemukan makna Pancasila?
Makna tak selalu dikaji dengan penderitaan
Kebahagiaan menatahkan keindahan
Pada kehidupan yang diberi makna
Pentingkah kehidupan bertatahkan makna?
Setiap perputaran hidup, tentu di sana ada makna yang melekat

Ke mana roda kehidupan berputar
Di sana ada penderitaan dan kebahagiaan
Ke mana makna ditemukan
Di sana kehidupan bertaburan hikmah
Orang menang berkata, "Kemenanganku, makna kehidupanku"

Berikan makna dalam kehidupanmu
Maka kebahagiaan menjadi temanmu
Fajar menghangatkan selimut persatuan
Persatuan Indonesia menjadi seludang pohon keadilan sosial
Gemercik hujan membasahi timbunan buah
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
Pancasila menemukan kebahagiaannya di zaman ini

Tatahkan kata-kata mutiara
Pada pijakkan burung Garuda
Tuliskan, "Kami menitipkan Pancasila secara murni"

Ke mana Pancasila digaungkan
Di situ ada teman
Ke mana kesejahteraan dibagikan
Di situ kita mendapat sahabat

Kumandang Pancasila menjadikan kita sahabat dunia
Temanku berkata: "Sahabatku, penuntunku"

Tidak ada komentar: