Kamis, 14 Februari 2008

Kwajiban Menutup aurat

Agama Islam datang sebagai rahmatan lil'alamin. Wanita sangat dijunjung tinggi derajatnya.

An-Nur ayat 31:

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya (QS. An-Nuur: 31)

Bagaimana menafsirkan ayat ini. Memang selalu akan muncul kekurangan kalau kita memahami Al-Quran lewat terjemahan. Sebab penerjemahan dari suatu bahasa ke bahasa lain memang akan selalu mengalami penurunan kualitas pesan. Dan akan menjadi fatal bila terkait dengan kandungan hukum.

Para ahli fiqih sebenarnya sudah menjelaskan sejak dahulu bahwa syarat paling esensial untuk memahami Al-Quran dan menarik kesimpulan hukum adalah dengan menguasai bahasa arab. Bukan hanya grammarnya saja, tetapi sekalian juga rasa bahasanya.

Dan sebuah penerjemahan akan menghilangkan rasa bahasa yang original bahkan seringkali menghasilkan bias maknanya. Salah satu kasusnya adalah apa yang anda tanyakan di atas.

Memang benar bahwa kata 'hendaklah' dalam rasa bahasa kita tidak menjadi kewajiban, hanya terbatas pada himbauan, anjuran atau saran. Artinya, bila tidak dikerjakan karena suatu hal tertentu, maka tidak mengapa hukumnya.

Sebenarnya yang terjadi adalah kesalahan atau keterpelesetan ketika menterjemahkan. Terjemahan yang benar dari ayat yang anda tanyakan itu sebenarnya buka 'hendaklah', tetapi: 'wajiblah'.

Di dalam ilmu ushul fiqih, hukum wajib itu tidak selalu didapat dari kata perintah saja (fi'il amr), tetapi juga dari beberapa kata lain yang maknanya mengandung perintah. Salah satunya dari kata kerja atau fi'il Mudhari' Majzum.

Pokok masalahnya adalah penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh Departemen Agama memang agak kurang tepat. Sebab terjemahannya menggunakan kata "hendaklah". Padahal secara rasa bahasa, banyak orang yang memahami kalau penggunaan kata "hendaklah" tidak bermankna perintah, melainkan himbauan. Dan himbauan tidak sama dengan perintah.

Itulah mengapa banyak orang yang hanya membaca terjemahan Depag, lantas keliru dalam memahami nilai hukum yang ada dalam Al-Quran. Salah satunya karena begitu banyak kata perintah hanya diterjemahkan sebagai "hendaklah".

Beberapa Contoh Lain

Padahal kalau kita teliti lebih jauh, dalam Al-Quran ternyata cukup banyak fi'il mudhari' yang maknanya telah berubah menjadi kata perintah. Sayangnya, terjemahannya semua menggunakan kata 'hendaklah'.

Silahkan buka surat Al-Baqarah. Di sana ada beberapa ayat seperti kata walitukmilul 'iddata pada ayat 185, kata falyastajibu li wal yu'minu bipada ayat 186, kata walyaktub di ayat 282, kata falyu'addi pada ayat 283. Semua adalah fi'il mudhari' yang maknanya telah berubah menjadi perintah, namun tetap diterjemahkan menjadi 'hendaklah'. Seolah-olah hanya anjuran padahal kewajiban.

Kalau masih penasaran, silahkan bukan surat Ali Imran. Di sana ada kata waltakun minkum pada ayat 104, kata falyatawakkal pada ayat 122 dan 160, kata latubayyinunnahu pada ayat 187, kata falyasta'fif pada ayat 6. Sama juga kasusnya, semua itu adalah fi'il mudhari' majzum yang maknanya perintah, bukan hendaklah. Sayangnya, di terjemahan Depag masih ditulis dengan arti 'hendaklah'.

Masih banyak lagi contoh lainnya, silahkan perhatikan di dalam surat An-Nisa' ada kata walyakhsya pada ayat 9 dan kata falyuqatil pada ayat 74. Di dalam surat Al-Maidah da kata walyahkum pada ayat 47. Di dalam surat At-Taubah ada kata falyadhaku dan walyabku pada ayat 82. Di dalam surat Yunus ada kata falyafrahu pada ayat 58.

Di dalam surat Al-Kahfi ada kata falyandzur, falya'tikum, walyatalaththaf dalam ayat 19. Juga ada kata falyu'min dan falyakfur dalam ayat 29. Ada kata falya'mal pada ayat 110.

Sebenarnya masih banyak contoh lainnya di dalam Al-Quran tentang kasus yang sama, namun halaman ini akan jadi panjang sekali. Cukup rasanya sebagai contoh.

Kesimpulan

Kesimpulannya adalah bahwa memakai jilbab itu bukan sekedar himbauan, melainkan kewajiban. Karena kata walyadhribna bikhumurihinna dalam surat An-Nuur: 31 tidak bermakna hendaklah mengulurkan kain kerudung, melainkan: wajiblah atas mereka mengulurkan mengulurkan kain kerudung.

D. WANITA DAN PORNOGRAFI

Dewasa ini telah merebak dengan pesatnya pornografi, apalagi di dunia maya, yang dapat dengan bebasnya mengakses "semau gue". Apabila di pojok warnet, sendirian pasti sebersit pikiran "ada situs itu". Tinggal dimanakah iman kita, sadarkah Allah melihat kita, malukah pada Allah? Dimanakah Allah? Sadarkan pelaku-pelaku itu bahwa mereka menjerumuskan martabat mereka sendiri, hingga jatuh terperosok ke lembah kebinatangan? Bukankah Allah telah memberikan aturan agar manusia menjadi manusiawi?

E. MENENTUKAN PILIHAN UNTUK BERJILBAB, LEBIH CANTIK

Tampil cantik, itu menjadi hal yang manusiawi pada diri wanita. Cantik itu bagaimana dalam persepsi Islam? Apakah dominan dengan seksi? Apakah justru dengan seksi martabatnya menjadi naik atau turun?

Bukankah yang berhak untuk menikmati keseksian seorang wanita adalah suami tercinta. Dan suami tercinta hanyalah berhak menikmati keseksian istri mereka tercinta? Sehingga tercipta keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang. Allah memahami segala sudut sisi manusia.

F. TANTANGAN DAN UJIAN ORANG BERJILBAB

Memakai jilbab kadang mendapatkan banyak ujian. Terutama dari orang-orang yang tidak suka terhadap Islam. Tetapi kembalikanlah bahwa apa tujuan untuk berjilbab? Adalah mencari ridha Ilahi. Kalaupun orang yang tidak suka kemudian banyak melakukan perbuatan yang menghalangi untuk berjilbab, itu adalah ujian.

Tidak ada komentar: