Minggu, 17 Februari 2008

Mengajak Dengan Perbuatan

Lisan al-hal afsah min lisan al-maqal

(Pepatah Arab)

Ada banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk menarik orang lain agar mengikuti keinginan, jejak, pikiran, ideologi atau agamanya. Cara yang paling banyak dilakukan adalah dengan berpidato di muka umum atau dengan cara memasang iklan di media massa. Sebagian lagi dengan cara berbicara dengan logika dan dalil-dalil argumentasi yang rasional.

Adalah Abu Hamid al-Ghazali, seorang ulama-filosof yang pernah menyinggung hal ini. Beliau berkata: “banyak orang yang berpendirian bahwa keyakinan atau iman berasal dari ilmu kalam dan dalil-dalil teoritik yang spekulatif. Ini adalah suatu bentuk kebodohan. Iman adalah cahaya yang dipancarkan Allah dalam jiwa hamba-Nya sebagai karunia dan hidayah. Ia bisa datang dari kesadaran batin yang kokoh dari sebuah mimpi dan bisa juga dari tingkah laku agung para agamawan.”

Al-Ghazali tampaknya lebih memuji cara yang terakhir. Nabi Muhammad SAW pun lebih menggunakan cara ini. “Suatu hari, seorang Arab Badui datang kepada Nabi sambil menyampaikan kata-kata kasar dan menantang. Ketika orang itu bertemu dengan sosok Nabi yang santun, penuh senyum, tenang, dan memancarkan cahaya kenabian, ia tertegun dan terpesona. Lalu ia bergumam: “Demi Tuhan ini bukan wajah seorang pembohong.” Tidak lama kemudian ia meminta Nabi untuk mengajarkan tentang Islam dan kemudian memeluknya.”

‘Aisyah istri Nabi pernah membuat kesaksian ketika ditanya tentang pribadi suaminya itu. Katanya: “Kana khuluquhu al-Qur’an,” (perilakunya adalah Alquran). Dan Alquran pun menyatakan: “Wa Innaka la ‘ala khuluqin adzim” kamu memang orang yang berbudi luhur dan agung). Dalam sebuah ayat lainnya Allah SWT berfirman: “Sungguh ada bagimu semua di dalam diri Rasulullah contoh yang baik bagi yang mengharap Allah dan hari kemudian.” (QS. al-Ahzab [33]: 21). Ayat ini merupakan sebuah penegasan bahwa Rasulullah SAW adalah contoh yang harus kita ikuti, sebab dengan mengikuti dan mencontoh jejak dan perilaku beliau, kita akan memperoleh keridlaan Allah dan Allah akan menjamin kebahagian hidup kita di hari kemudian.

Nabi Muhammad SAW suka mempererat antara sahabat-sahabatnya, menghormati orang yang mulia dari tiap golongan dan mengangkatnya sebagai pemimpin golongannya. Nabi pun suka mencari sahabatnya kalau tidak kelihatan dan suka memberikan hak kepada setiap orang yang hadir, hingga masing-masing yang hadir tidak merasa bahwa seseorang lebih mulia, karena lebih dekat kepada Rasulullah. Siapa saja yang duduk bersamanya atau mendekati beliau karena ada sesuatu keperluan, beliau melayani dengan penuh kesabaran, mengabulkan permohonan atau menolaknya dengan ucapan yang menyenangkan, sehingga orang-orang merasa lega. Semua orang terkesan dengan budi baik dan akhlaq Nabi Muhammad SAW yang menjadi bapak mereka, dan mereka mempunyai hak sama di mata Rasulullah.

Kita hidup dalam lingkungan masyarakat yang memerlukan adanya hubungan, baik secara pribadi maupun antara masyarakat keseluruhannya. Dalam tugas pekerjaan, perdagangan atau kegiatan sosial lainnya, hendaknya senantiasa menunjukan sikap yang terpuji. Kalau kita perhatikan riwayat-riwayat atau cerita-cerita di atas, rasanya kita akan menemukan Islam yang benar-benar damai, yang memang sedari awalnya diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menebar kedamaian di seluruh alam. Islam yang bermuka ramah dan santun, tetapi tetap tegas berwibawa dan memancarkan sinar kemuliaan, sebagaimana si pembawa Islam ini, Muhammad SAW.

Dalam konteks Indonesia yang dilanda berbagai krisis, mulai dari krisis ekonomi, politik, hingga krisis moral yang berawal dari krisis ketidakpercayaan, perilaku-perilaku Nabi yang santun semakin relevan untuk diikuti. Bukankah mengikuti sunnahNya adalah sebagian dari bukti cinta umat terhadapnya. Adalah wajar jika kita mengambil pelajaran dari junjungan umat Islam ini untuk meneladaniNya lantaran moralitas yang kini sedang dilanda krisis di Tanah Air kita tercinta.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau memberikan teladan yang baik bagi rakyatnya. Dia melakukan itu karena sadar bahwa kepemimpinannya itu akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan pengadilan Allah kelak. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak hanya sekedar memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, atau seruan-seruan untuk berbuat adil, tetapi pemimpin yang adil juga adalah pemimpin yang benar-benar mau berbuat adil untuk rakyatnya. Berbuat adil berarti tidak berlaku dzalim atas rakyatnya. Seorang sahabat Nabi, Umar bin al-Khatab pernah memikul sekarung gandum hanya gara-gara merasa bersalah karena telah berbuat dzalim terhadap rakyatnya yang lemah dan miskin.

Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak hanya menyerukan kepada rakyatanya dan para pejabatanya untuk tidak menumpuk kekayaan, karena sejatinya dalam harta itu terdapat hak-hak rakyat miskin, tetapi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang juga tanpa ragu untuk tidak menumpuk kekayaan demi kesejahteraan rakyatanya. Karena rakyat adalah segalanya bagi pemipin. Dia sadar bahwa dia tidak akan menjadi pemimpin jika tidak ada rakyat di bawahnya. Pemimpin yang sadar diri adalah pemimpin yang tidak hanya mendengarkan keluh kesah dan penderitaan rakyatnya tanpa berbuat sesuatu untuk kesejahteraan rakyatnya, tetapi pemimpin yang sadar diri adalah pemimpin yang setelah mendengarkan penderitaan rakyatnya, lalu melakukan perbuatan. Nabi telah mencontohkan semua ini.

Amar ma’ruf nahi munkar tidak akan berhasil tanpa suri tauladan yang baik dan santun. Nabi tidak hanya mengajarkan untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, tetapi mencontohkan amar ma’ruf dan nahi munkar yang baik dan santun, yang sesuai dengan wajah Islam sebenarnya. Nahi munkar bukan berarti melarang dengan kekerasan (Sarkasme) dengan garang tetapi dengan kesantunan dan kedamaian. Nahi munkar bukan berarti merusak, tetapi meluruskan dengan cara yang baik pula. Terlebih amar ma’ruf, suatu perintah untuk berbuat baik tetapi dilakukan dengan cara yang tidak santun, maka tujuan kebaikan itu tidak akan sampai. Kalaupun sampai maka tidak sempurna. Amar ma’ruf tidak hanya sekadar dalam ucapan, tetapi amar ma’ruf yang baik adalah amar ma’ruf yang diteladani dan dicontohkan dengan cara yang santun.

Dakwah atau mengajak orang lain yang paling efektif ternyata dengan bahasa yang lembut dan tingkah laku yang manis. Ia lebih kuat ketimbang bahasa mulut. Ada pepatah Arab yang mengungkapkan: “lisan al-hal afsah min lisan al-maqal”, yang artinya bahasa tubuh lebih efektif daripada bahasa mulut. Dan dakwah dengan budi pekerti atau perilaku yang santun adalah cermin kedewasaan dan kebijaksanaan orang yang beriman. Iman yang baik adalah iman yang dibuktikan dengan amal perbuatan yang baik pula.

Tidak ada komentar: