Kamis, 08 Mei 2008

SYUKUR PENGUNDANG NIKMAT

Adalah kenyataan yang kita saksikan sehari-hari ternyata kebahagiaan yang dirindukan bukanlah hal yang mudah didapat. Kita sering mendapatkan orang-orang pusing dan nelangsa karena tidak punya uang, namun bersamaan dengan itu kita sering melihat orang yang menderita stress dan was-was melekat pada orang-orang yang justru kelebihan uang. Dan adapula yang merasa sempit dan sengsara karena dia adalah orang yang banyak hutang. Begitupun berkaitan dengan rupa, harta, kedudukan, kekuasaan, popularitas, gelas dan aksesoris duniawi lainnya ternyata sama sekali tidak menjamin akan ketentraman, kenikmatan dan kebahagiaan, apakah sebabnya ?
Andaikata diambil perumpamaan, bayangkan jika ada sebuah lemari kaca penuh dengan makanan lezat tapi terkunci rapat, manakah yang lebih dahulu dipikirkan? Isi lemari atau kunci lemari?
Siapapun yang normal cara berpikirnya akan berupaya mencari kuncinya lebih dahulu, karena mati-matian ingin menikmati isi lemari, tapi kalau tidak punya kuncinya sama dengan menyiksa diri membuat penderitaan tiada akhir didera keinginan yang tidak akan tercapai.
Ketahuilah bahwa kenyataan hidup pun tidak jauh berbeda dengan perumpamaan diatas. Sehebat apapun keinginan menikmati hidup bila tidak mengetahui kuncinya maka kebahagiaan hanya akan ada dalam angan-angan saja, kalaupun merasa mendapat kebahagiaan sesungguhnya hanyalah semu belaka atau bagai mengejar bayang-bayang tidak akan pernah terkejar.
Sayang, sebagian besar orang lebih sibuk memikirkan isi lemari daripada sibuk mengetahui dan menguasai kuncinya. Itulah sebabnya hidup ini menjadi sulit untuk bahagia , selalu menjadi perpindahan dari was-was, takut, cemas, gelisah, bingung, tegang, pening dan sebagainya.
Kunci pembuka lemari nikamt itu bernama syukur , artinya siapapun yang tidak tahu cara mensyukuri nikmat dengan benar, maka tipislah harapan dapat menikmati hidup ini dengan benar pula.
Memiliki kemampuan bersyukur berarti pula akan dapat mengikat nikmat yang ada dan mengundang nikmat yang lebih besar yang belum ada sesuai dengan janji Allah,
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan sesungguhnya jika kami bersyukur pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim[14]:7)
Dengan demikian maka wajib bagi siapapun yang merindukan hidup bahagia ternikmati dengan baik dan benar harus mengenal kunci bersyukur.
Berikut ini adalah kunci rahasia syukur pengundang nikmat :
1. Tidak merasa memiliki kecuali meyakini segalanya milik Allah
Keyakinan bahwa segalanya hanyalah milik Allah atau tidak merasa dimiliki dan memiliki kecuali hanyalah milik Allah, adalah kunci yang sangat luar biasa dampaknya bagi kenyamanan dan kebahagiaan hidup. Bagi orang yang telah memasuki keyakinan ini, adanya kekayaan duniawi sebanyak apapun tidak membuatnya sombong dan takabur, tiadanya duniawi tidak akan membuat minder dan nelangsa, ikhtiarnya tidak mungkin tidak jujur, karena yakin bahwa jujur rizki dari Allah, dan tidak jujur pun tetap rizki dari Allah. Pendek kata kalaupun akan diumpamakan petugas parkir, walaupun segala kendaraan mewah ada di halaman parkirnya sama sekali tidak akan membuatnya sombong, begitupun ketika seluruh kendaraan diambil sampai habis tidak membuatnya kecewa dan merana. Mengapa demikian ? karena petugas tersebut sangat sadar bahwa segala yang ada hanya titipan saja, sama sekali bukan miliknya, nah begitupun diri kit asemua. Terjadinya hari sombong, sibuk pamer atau nelangsa karena kehilangan atau ketidakjujuran ketika ikhtiar semuanya berasa dari merasa memiliki. Padahal seharusnya mereka merasa tertitipi belaka. Segala-galanya hanyalah milik Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah,
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi, dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kami menyembunyikannya niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan perbuatanmu itu” (QS.Al-Baqarah[2]:284)
2. Selalu Memuji Allah dalam Segala Kondisi
Selalu berucap alhamdulillah, memuji ALlah dalam segala kondisi senang maupun susah karena nikmat yang harus disyukuri lebih banyak daripada musibah. Alkisah ada seseorang yang sangat kaya raya sedang mengamat-ngamati tanah yang telah dimilikinya yang terbentang sangat luas. Tetapi setiap melihat sebidang tanah kecil yang ada diantara tanah miliknya, mulailah hatinya merasa tidak nyaman dan semakin lama semakin mendidih karena begitu kesal dan geram disebabkan tanah petak kecil tersebut tidak mau dijual kepadanya. Memang sebetulnya tidak berpengaruh apapun terhadap kekayaannya, tetapi rasanya sungguh tidak puas andaikata masih ada pemilik lain disekitar tanahnya, sudah hampir dua tahun dirinya memendam dongkol dan pikirannya dibuat pusing oleh tanah mungil yang tidak mau dijual kepadanya itu, sehingga hampir tidak ada waktu untuk menikmati tanah yang begitu luas miliknya sendiri.
Tiba-tiba sayup-sayup terdengar lirih penuh kesyahduan bergetar penuh kekhusuan menyebut “Alhamdulillah yaa Allah, Alhamdulillah…..Alhamdulillah…” dan suara itu benar-benar menggugahnya menembus relung-relung kalbu yang selama ini selalu gersang resah gelisah, bagai air bening nan sejuk yang dirasakan bagi yang sangat dahaga kehausan. Semakin bersungguh-sungguh didengar, maka semakin bergetarlah hatinya turut menikmati orang yang tengah syahdu memuji Tuhannya, sehingga tanpa terasa berlinanglah air matanya, sungguh tetesan yang sangat langka, aie mata yang sudah lama sekali tidak menetes bahkan mungkin terasa sudah lupa bagai tidak memiliki air mata seperti ini.
Setelah berupaya mencari sumber suara tersebut, dan akhirnya ditemukannya sebuah rumah sederhana, berlantai tanah, beratap daun-daun kurma dan berdinding bilik. Dari jendela tua yang terbuka tampaklah seseorang tengah duduk bersimbuh diatas tikar menghadap kiblat. Nampak air mata becucuran sampai membasahi janggutnya.
“Assalamu’alaikum”, sapaan yang selera dijawabnya dengan penuh getaran keikhlasan dan tampak bertambah dijiwai pujaan kepada Allah ‘Alhamdulillah”. Dan sang tamu pun menyapa “Pak saya ini tamu, lihatlah saya”. Ketika tuan rumah itu menoleh serta merta bertambah deraslah cucuran air matanya sambil mengusap matanya dan tidak terputus lisannya bertahmid “Alhamdulilla yaa Allah…..”
Dengan penuh rasa heran dan haru, sang tamu agak memaksa untuk mendapatkan jawaban, “Katakan Pak, apa yang menyebabkan bapak begitu larut dan tampak nikmat memuji Allah seperti itu ? Saya pun yang mendengar dan memperhatikannya ikut hanyut merasakan nikmat bergetarnya kalbu ini “.
Lalu beliau menjawab betapa dirinya merasa dicelupkan dalam samudra nikmat yang tiada bertepi, yang seakan-akan tiada satupun yang tidak dapat disyukurinya.Syukur ditakdirkan jadi manusia normal tidak jadi hewan. Syukur ditakdirkan menjadi muslim tidak menjadi kafirin. Syukur diberi nikmatnya iman dan bisa beramal tidak menjadi munafikin atau fasikin. Syukur otak bisa berfikir normal sehingga dapat mencari dan menemukan keagungan dan kebesaran Allah yang dapat menuntunnya menemukan kebenaran dan arti hidup ini.
Syukur bahwa Allah tidak pernah lupa memberi makan dan minum setiap hari sehingga tubih bisa kuat untuk beribadah. Syukur Allah memberi tempat berteduh sehingga dapat beristirahat dengan layak. Syukur karena Allah selalu memberi sesuatu untuk menutup aurat, bahkan ketika mendengar suara tuan mengucapkan salam saya merasa harus semakin bersyukur karena masih memiliki telinga yang masih bisa mendengar dan teringatlah betapa dengan telinga ini dapat mendengar suara anaknya, dapat berbincang-bincang dan dapat mendengar ilmu dan yang terpenting dapat mendengar nasihat-nasihat, ayat-ayat Allah dan seruan kepada kebaikan.
Dan ketika menoleh melihat tuan, saya teringat akan karunia mata yang masih sehat yang harus disyukuri dan terkenanglah dengan mata ini saya menatap wajah orang tua, istri, anak, guru, sahabat dan yang utama sekali bisa membaca menuntut ilmu dan bisa membaca Al-Qur’an surat dari Allah tercinta. Syukur masih memiliki hati yang bisa merasakan kasih sayang dan nikmatnya iman. Setelah mendengar ungkapan tersebut sang orang kaya tercengang dalam dan lama sekali seakan telah menemukan sesuatu yang hilang.
Sesuai berpamitan dan melangkah menuju rumahnya, pikirannya tidak bisa lepas sedikitpun dari pengalaman yang dialaminya tersebut. Bahkan ketika sampai dirumahpun seluruh waktunya terkuras untuk mengenang peristiwa yang dilihatnya. Terpikir olehnya betapa beruntungnya orang sederhana tadi, walaupun memiliki harta hanya ala kadarnya tetapi begitu bahagia menikmati dan mensyukuri nikmat yang ada, sungguh berlainan dengan keadaan dirinya, walaupun hartanya berlimpah ruah tetapi begitu sulit hatinya untuk menikmati syukur, begitu langka menikmati ketentraman, ketenangan, dan kesejukan kalbu, selalu galau memikirkan yang tidak ada, selalu saja merasa ada yang kurang bagai minum air laut, semakin diminum semakin bertambah haus.
Akhirnya dia merasa telah mendapat pelajaran mahal yang tidak ternilai harganya dan memutuskan untuk berterima kasih kepada Pak Tua tersebut dengan memberinya sebuah rumah yang lengkap dengan segala fasilitas yang ada bahkan termasuk untuk kebutuhan sehari-haripun telah dijamin sepenuhnya. Namun jawaban dari sang miskin sungguh diluar dugaannya, “Hai manusia malang, dengan nikmat seperti ini saja saya sudah sangat repot untuk mensyukurinya, apalagi jika mendapatkan yang lebih banyak…..!!”. Maka semakin lunglailah sang saudagar merasakan kemiskinan, kerendahan dan kehinaan pribadinya.
Andaikata kita berani jujur kepada diri sendiri, betapa sering kitapun berprilaku mirip dengan kaya tersebut, selalu saja diperbudak oleh keinginan yang tidak ada habisnya, tidak pernah puas oleh apa yang telah ada, selalu membandingkan dengan yang lebih tinggi. lebih bagus, lebih kaya, akibatnya semua nikmat yang ada jadi terasa sangat kurang, sangat sedikit. Akibatnya apa yang telah dimili ki jangankan bisa dinikmati malah menjadi biang kesengsaraan, bukan karena tiada memiliki sesuatu, melainkan karena tiada memiliki rasa syukur.
Pendek kata siapapun yang lebih sibuk melihat dengan proporsional nikmat yang lebih banyak harus disyukuri dan dibandingkan dengan musibah yang pasti kecil dan lebih sedikit dibanding nikmat yang ada, niscaya kesulitan apapun yang dihadapi akan terasa jauh lebih ringan atau bahkan menjadi bagian yang dinikmati pula. Maka untuk urusan duniawi tengoklah selalu kebawah, niscaya kita akan merasa sudah mendapat banyak dan melimpah. Dan tidak perlu kita ingin selalu tampak lebih daripada keadaan sebenarnya, semua ini akan menyiksa hidup kita, hiduplah dengan menerima apa adanya, sambil secara bertahap kita berupaya mengingkatkan taraf hidup kita.
Oleh karena itu orang yang ingin dapat menikmati hidup ini dengan baik dan juga dijamin akan dicukupi nikmat lainnya oleh Allah. Hendaknya menyadari bahwa nikmat yang sesungguhnya bukan dari ada dan tiada, melainkan dari sikap terhadap ada dan tiada. Syukurilah apapun yang diberikan Allah tanpa harus kecewa dan keluh kesah, dan ikhtiarlah lebih sungguh-sungguh lagi dengan hati yang lapang, niscaya Allah tidak akan pernah mengecewakan hambanya yang ahli bersyukur.
Dan ingat baik-baik, bagus, cocok untuk orang lain belum tentu maslahat untuk setiap orang, yakinlah ada takdirnya masing-masing. Sesungguhnya kita sangat sering berlaku tidak adil kepada diri kita sendiri juga terhadap nikmat yang diberikan Allah, yaitu diantaranya dengan salah memandang nikmat dan musibah, akibatnya begitu banyak kejadian yang membahagiakan justru kita sikapi secara salah sehingga menjadi sesuatu yang menyedihkan.
3. Nikmat Adalah Kendaraan Menuju Allah
kita sepakat bahwa seseorang yang dengan kearifannya berusaha untuk memahami manfaat yang hakiki dari setiap pemberian Allah, dan kegembiraannya sudah bukan terletak pada pesona indah atau bagusnya dunia, tetapi dari manfaat dunia ini menjadi kendaraannya yang dapat membuatnya semakin dekat kepada Allah, maka inilah hakikat syukur yang paling tepat yaitu orang yang memili kesadaran bahwa semua titipan Allah harus menjadi kendaraan untuk membuatnya semakin dekat dan akrab dengan Allah.
4. Tahu Balas Budi dan Berterima Kasih
Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepada kalian, maka hendaklah kalian membalasnya, jika kalian tidak mampu membalasnya, maka berdoalah buatnya, hingga kalian tahu bahwa kalian telah bersyukur. Sebab Allah yang Maha tahu berterima dan sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur (HR. Thabrani)
kita sekarang dapat membaca Al-Qur’an, lezat berfikir dan bermunajat, nikmat shalat maupun tahajud, ringan sedekah dan mensucikan harta dan mengenal dengan jelas makna hidup yang harus dijalani sehingga tidak menjadi mahluk dungu yang tidak mengerti hidup dan yang paling tidak ternilai adalah hidup ini menjadi mantap dan tentram karena telah mengenal serta memiliki keyakinan kepada Allah yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Pernahkah kita dengan sengaja dan sungguh-sungguh mengenang lewat siapa saja semua itu sampai kepada diri kita?
Atau setidaknya pernahkah kita berdoa memohon dengan sungguh-sungguh dan tulus agar Allah membalas segala kebaikannya, menyelamatkan keluarga dan keturunannya dunia maupun akhirat. Andaikata tidak atau belum, maka kita semakin mengetahui jenis apa sesungguhnya kita ini, mungkin itulah sebabnya kita sering merasa susah mendapat dan memahami ilmu atau kalaupun telah memiliki ilmu tidak mudah mengamalkannya.
Menceritakan nikmat agar orang lain ingat dan berharap banyak kepada Allah adalah suatu kebaikan tapi waspadai bahaya riya. Banyaklah beristighfar atas segala nikmat yang ada jangan sampai membuat ujub, takabur dan riya.
Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla, Dzat Maha Pembolak-balik hati hamba-hamba-Nya mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk bersungguh-sungguh berjuang untuk menjadi seorang hamba ahli syukur terhadap nikmat-nikmat yang dikaruniakan kepada-Nya.

Tidak ada komentar: