Kamis, 08 Mei 2008

ANTARA MARAH DAN MARAH

Tidaklah seseorang dikatakan pemberani dan kuat karena cepat meluapkan amarahnya, tetapi seseorang dikatakan pemberani dan kuat kalau mampu menguasai diri dan nafsunya ketika marah.”(Hadis)Marah tidak hanya ada pada manusia, tapi juga ada pada makhluk lain, ada pada alam. Marah pada diri manusia harus dibedakan antara marah wajar dan marah emosional.
Ketika sseorang marah, misalnya karena agamanya dihina, maka marahnya itu adalah marah yang wajar. Sebaliknya ketika seseorang marah, misalnya melemparkan gulai ke wajah istrinya hanya karena rasa gulai itu tak sesuai dengan seleranya, itu tergolong marah emosional.Dalam kehidupan sehari-hari, marah yang paling banyak ditemukan ialah marah emosional. Contohnya sangat bervariasi, Istri marah ketika uang yang dibawa suaminya tidak sebanyak yang diinginkannya. Remaja marah ketika ibunya tak memberinya uang untuk pesta di diskotik bersama teman-teman sebayanya. Penguasa marah ketika diingatkan akan kezalimannya. Ulama marah ketika hasil ijtihadnya dikritik. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa marah emosional berasal dari setan. Makanya marah emosional dinilai sebagai akhlak yang tercela. Sedangkan marah yang wajar bukanlah merupakan akhlak tercela. Sebab yang menciptakan perasaan marah pada hakikatnya adalah Allah Ta’ala. Tujuannya untuk menguji iman hamba-hambaNya. Maka marah yang wajar merupakan sesuatu yang normal. Jangankan manusia biasa, manusia yang telah diangkat Allah menjadi NabiNya pun juga bisa marah.Nabi Muhammad SAW juga pernah. marah. Seorang lelaki, Abu Mas’ud al-Anshari, pada suatu hari mengadukan keberatannya kepada Rasulullah tentang imam shalat di lingkungannya memanjangkan shalat misalnya rukuk dan sujud terlalu lama, atau ayat Al Quran yang dibaca seusai Fatihah panjang sekali). Mendengar pengaduan itu, Nabi marah, sampai lelaki itu berkata: “Aku belum pernah melihat Nabi marah melebihi marahnya ketika beliau memberi nasihat pada hari itu kepada orang banyak dengan sabdanya; Wahai umatku sekalian! Sesungguhnya ada di antara kalian yang menyebabkan orang jauh dari agama. Maka siapa di antara kalian menjadi imam (shalat), hendaklah mempercepat shalatnya karena di belakangnya terdapat orang-orang tua, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang mempunyai keperluan lain.” (HR Bukhari dari Abu Mas’ud al-Anshari).Emosi marah yang negatif, yang ditunggangi setan, dapat menimbulkan masalah besar. Di antaranya pembunuhan, perkelahian mengerikan bahkan peperangan besar. Terhadap emosi marah yang negatif ini, Allah memberikan tuntunan: “Dan bersegeralah menuju ampunan Allah dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang mengendalikan amarah dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (OS Ali Imran [3]: 134)Firman Allah ini memang mudah dibacakan dan diclengarkan, belum tentu mudah diamalkan. Banyak orang pintar menasihati orang lain agar mengendalikan emosi marah, tetapi tak mampu melakukannya sendiri ketika emosi marahnya meledak-ledak.Begitu pentingnya mengendalikan emosi marah yang negatif ini, sehingga ketika seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, “Berilah aku nasihat,” Rasulullah bersabda, “Janganlah marah. Janganlah marah.”Kiat Meredam MarahLanjutan hadis Nabi yang menyatakan marah emosional berasal dari setan, juga disebutkan bahwa salah satu cara untuk meredam marah emosional yang tengah menggelora adalah segera berwuduk. Mengapa harus berwuduk? Bagaimana berwuduk dianggap bisa mengatasi marah?Filosofinya adalah berwuduk berarti meng’gunakan air. Setan itu asal-muasalnya diciptakan dari api. Air sangat kontras dengan api. Air dapat memadamkan api. Maka dengan berwuduk hampir dapat dipastikan emosi marah akan berkurang atau bahkan tak mustahil lenyap sama sekali, Orang-orang yang kuat imannya dapat melakukan hal itu.Tetapi setan dalam hal ini licik dan jahat sekali. Ketika orang sedang dibakar emosi marah, setan membuatnya lupa berwuduk. Itulah sebabnya seringkali orang tak ingat lagi berwuduk ketika marah. Yang membebani dadanya ketika marah itu ialan melampiaskan emosi sepuas-puasnya. Dan setan akan terus berupaya maksimal membakar emosi itu agar berlanjut pada perbuatan atau tindakan yang dibenci Allah, tidak hanya sebatas kata-kata seperti mencaci-maki, tapi juga memukul, menendang dan seterusnya. Setan akan puas kalau manusia berhasil didforongnya untuk melampiaskan emosi marahnya secara negatif. Apalagi kalau akibatnya sangat buruk dan mengerikan, Misalnya pertumpahan darah, Itulah memang salah satu misi setan. Dan bagi pelaku ada kenikmatan tersendiri yang dirasakan ketika berhasil melampiaskan emosi marahnya itu.Kekuasaan, pangkat, jabatan, kekayaan, kekuatan dan kelebihan-kelebihan lain yang dimiliki seseorang terkadang dapat mendorong dirinya mudah marah, terutama terhadap orang-orang lemah dan kecil, khususnya yang berada di bawah kekuasaannya. Maka di sebuah rumah atau instansi atau perusahaan, yang biasanya marah adalah tuan/nyonya rumah terhadap pembantu, atasan terhadap bawahan, majikan terhadap karyawan.Apa artinya?Pada umumnya orang-orang pemarah itu hanya berani marah terhadap orang kecil dan lemah, termasuk orang miskin atau pembantu rumah tangganya. Terhadap orang kuat dan besar, mereka biasanya tak berani marah, termasuk terhadap orang kaya. Orang-orang kecil dan lemah hanya mungkin marah kalau sudah bersatu menjadi massa. Mereka bisa berdemo, atau mogok.Dalam hal ini, Rasulullah SAW menegaskan makna hakiki keberanian dan kekuatan pada diri manusia. “Tidaklah seseorang dikatakan pemberani dan kuat karena cepat meluapkan amarahnya, tetapi seseorang dikatakan pemberani dan kuat kalau mampu mengendalikan diri dan nafsunya ketika sedang marah.”Emosi marah hanya ada di dunia. Itu sebabnya, bagi orang-orang kecil yang sering dimarahi, ada semacam hiburan, bahwa di akhirat nanti, siapa yang memarahi orang yang sebenarnya tak bersalah akan diadili Allah seadil-adilnya. Dan salah satu beda hidup di dunia dengan di surga ialah bahwa di surga, emosi marah tak ada lagi. Di surga tak akan ada lagi yang memarahi dan dimarahi. Juga takkan ada lagi majikan dan pembantu, tak ada lagi atasan dan bawahan. Kedudukan manusia sama semua. Bahkan Allah pun tak pernah lagi murka kepada semua penghuni surga

Tidak ada komentar: