Kamis, 24 April 2008

MURABBI

Al-murabbi al-muslim adalah orang yang menurut syar’i/agama berkewajiban melakukan tugas tarbiyah Islamiyah. Manusia pertama dalam Islam yang bekerja sebagai al-murabbi adalah Rasulullah Muhammad SAW. Firman Allah, "Dia-lahyang mengutus kepada kaum yang buta buruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (QS. 62:2).Rasulullah menjalankan tugas tarbiyyah sejak diangkat menjadi Rasul utusan Allah, sampai ia dipanggil ke sisi-Nya.

Pada kenyataannya kegiatan tarbiyah adalah profesi para Rasul utusan Allah seluruhnya, untuk tugas tarbiyah inilah Allah utus mereka. Dari itulah maka tidak seorangpun dari para Rasul itu kecuali menyerukan, mengajak dan membina kaumnya untuk hidup dalam kebenaran hidayah Allah, beribadah hanya menyembah Allah, terlepas dari semua pengaruh kekuatan apapun selain Allah. Firman Allah, "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ".Sembahlah Allab (saja), dan jauhilah thaghut itu…" (QS. 16:36).

Para Rasul utusan Allah kesemuanya adalah para pendidik yang telah Allah tunjuk untuk membawa risalah agar disampaikan kepada kaumnya. Bagi ummat Islam, tugas tarbiyah itu tidak hanya terhenti pada Rasulullah SAW, akan tetapi ummatnya memiliki peran tarbawiyah sebagai pelanjut tugas risalah al-khalidah. Allah SWT menggambarkan kehidupan orang beriman,”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munka,." (QS. 9:71)

Tugas tarbiyah menjadi tugas setiap orang beriman dalam kehidupan dunia ini. Dalam dunia pendidikan tugas mendidik itu menyebar dalam tiga macam ranah pendidikan, yaitu :
1. Keluarga, secara kodrati setiap orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya.
2. Sekolah, sebagai institusi yang dibuat secara profesional melakukan peran pendidikan yang menjadi tanggung-jawab orang tua.
3. Masyarakat, sebagai ruang gerak setiap anak untuk mengaktualisasikan diri, berkembang, berpengaruh dan dipengaruhi orang lain. Rasulullah bersabda :
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpin. Imam bertanggungjawab akan rakyatnya, seorang suami adalah pemimpin rumah tangga dan bertanggung-jawab akan orang-orang yang dipimpinnya, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung-jawab akan rakyatnya, khadim/pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggung-jawab tentang apa yang ia kelola, setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung-jawaban akan kepemimpinannya”. (Hadits Muttafaq alaih dari Ibnu Umar).

Dengan demikian tugas pendidikan menjadi tanggung jawab setiap muslim laki-laki dan wanita, setiap orang dewasa (baligh) dan ummat ini memiliki kewajiban mendidik, tidak hanya terbatas pada ulama, atau tokoh agama saja. Hanya saja para tokoh itu memiliki kewajiban khusus dalam menjelaskan rincian ajaran-ajaran agama secara jelas. Kewajiban itu disesuaikan dengan status dan kemampuan masing-masing orang. Ulama memiliki kewajiban pendidikan yang lebih besar porsinya daripada kewajiban orang awam, penguasa lebih besar porsi kewajibannya daripada rakyat biasa. Allah SWT mengecam para ahli kitab yang tidak mau menyebarkan ilmu yang diketahuinya. Firman Allah, ”Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati pula oleh semua makhluk yang dapat melaknati" (QS. 2:179)

Para penguasa memiliki kewajiban dalam penegakan ajaran agama Allah karena kekuasaannya. Firman Allah, "yaitu orang-orang yang, jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” (QS. 22 : 41)

Kewajiban melakukan tugas didik ini tidak terbatasi waktu maupun keadaan, seperti shalat maupun shiyam, akan tetapi tugas pendidikan adalah tugas setiap zaman dan ruang. Allah SWT menerangkan tentang kegigihan Nabi Nuh AS dalam mengajak kaumnya. Nuh berkata,"ya Tuhanku sesungguhnya aku telah merayeru kaumku malam dan siang,… kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (untuk beriman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam". (QS. 71 : 5, 8, 9)

Begitu juga Nabi Muhammad SAW menyeru kaumnya siang dan malam, diam-diam dan terang-terangan, tidak ada yang menyibukkannya kecuali membina dan mengajak kaumnya ke jalan Allah, Nabi Yusuf AS tetap melakukan tugas da’wah dan pembinaan

ummat meskipun ia berada dalam penjara. Allah SWT menerangkan kegiatan Nabi Yusuf , "Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, Tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. 12 : 39-40)

Kewajiban pendidik adalah mendidik dengan baik dan benar. Seorang pendidik hanya bertanggung jawab akan proses pendidikan yang dilangsungkan. Dalam kaidah agama terdapat rumusan: Pertama, bahwa setiap orang tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain, ia hanya bertanggung jawab atas perbuatan yang dia lakukan sendiri, dan melakukan perbuatan yang berhubungan dengan orang lain, seperti amar ma’ruf nahi munkar, menyerukan kebaikan, dsb. Kedua, sambutan penerimaan didikan, petunjuk dan kebenaran ada di tangan Allah (QS. 2: 272).

Di sinilah tugas pendidikan menjadi tugas sepanjang hayat, meskipun tidak mendapatkan pengikut yang diharapkan. Dan di sinilah para Rasul memerankan tugas risalahnya meskipun ditolak oleh kaumnya. Seseorang tidak dibenarkan berhenti dari tugas pendidikan dengan alasan bahwa yang dia sampaikan tidak lagi mendapat sambutan

Tidak ada komentar: