Minggu, 06 April 2008

MengatasiRiya dan ghibah

Dari itu maka dalam ilmu
kesehatan dikenal slogan yang berbunyi : mencegah datangnya penyakit
itu lebih baik dari pada mengobati, wiqayatussihhati khoirun minal
`ilaj.

Sumber dari penyakit hati adalah hubbud dunya wa karahiyat al maut,
cinta dunia dan takut mati. Dunia disimbolkan dengan harta dan
kekuasaan/pangkat (al mal wa al jah wa al riyasat). Demikian juga
ghibah dan riya juga bersumber dari hal tersebut.
Ghibah atau menggunjing adalah menceriterakan atau menyebutkan
tentang seseorang tidak didepan orangnya atau secara gaib, satu hal
yang jika didengar oleh orang yang bersangkutan pasti ia tidak
menyukainya, meskipun yang dikatakan itu benar. Agama Islam
mengajarkan agar kita hanya berbicara hal yang baik dan perlu, jika
tidak ada hal baik yang perlu dikatakan maka sebaiknya diam(fal
yaqul khoiran au liyashmut). Nabi mengajarkan agar jika kita
berbicara maka pembicaraan itu merupakan perwujudan dari zikir, jika
diam maka diamnya merupakan perwujudan dari berfikir dan jika
melihat, maka penglihatannya itu merupakan perwujudan dari mengambil
pelajaran (shumti fikran, wa nuthqy zikran, wa nazory `ibratan).
Dalam perspektip ini maka pekerjaan menggunjing merupakan pekerjaan
yang kontra produktip, yang menurut Al Gazali disebabkan oleh
beberapa hal :

1. Menggunjing karena sedang menghilangkan rasa sebal kepada
yang digunjing.
2. Karena sedang mendukung teman yang kebetulan lawan dari yang
digunjing.
3. Merasa sedang dimusuhi oleh orang yang digunjing.
4. Ingin membersihkan diri dari anggapan orang tentang sesuatu
yang tidak baik.
5. Ingin dianggap lebih tinggi dari orang lain.
6. Semata-mata karena dengki
7. Sekedar bergurau
8. Menganggap rendah orang yang digunjing
9. Karena kagum kepada yang digunjing
10. Karena kasihan kepada yang digunjing
11. Bisa juga karena marah, yang marahnya itu karena membela
kebenaran.



Pekerjaan menggunjing bukan hanya contra produktip dan menyakiti
orang lajn, tetapi juga berdosa. Meski demikian ada gunjingan yang
dibolehkan, yaitu :

1. Ketika melaporkan perbuatan kriminal kepada petugas
berwenang.
2. Ketika meminta pertolongan untuk mencegah kemungkaran
3. Ketika menegur kelakuan orang lain (dakwah) atau ketika
menjadi saksi demi menyelamatkan orang yang tak bersalah.
4. Ketika meminta fatwa tentang perbuatan yang perlu keterangan
rinci.
5. Ketika menanyakan identitas seseorang (gelarnya, pangkatnya
dsb.)
6. Ketika mengingatkan kepada orang lain agar hati-hati
terhadap perilaku jahat yang jelas-jelas ia ketahuinya.



Riya
Sedangkan riya adalah melakukan sesuatu sekedar ingin dilihat atau
dinilai oleh orang lain, bukan ikhlas karena Allah.. Jadi kebalikan
dari riya adalah ikhlas. Dalam perspektip nilai amal, kualitas amal
sangat ditentukan oleh keikhlasan. Dalam sebuah hadis disebutkan
bahwa orang Islam itu sia-sia, kecuali yang mukmin, yang mukminpun
sia-sia kecuali yang pandai atau alim, tapi yang alimpun sia-sia
kecuali yang beramal, dan yang beramalpun sia-sia kecuali yang
ikhlas. (al Muslimun kulluhum halka illa al Mu'minun, wa al Mu'minun
kulluhum halka illa al `limun, wa al `alimun kulluhum halka illa al
`amilun, wa al `amilun kulluhum halka illa al mukhlisun).

Sebagaimana penyakit fisik dapat mengakibatkan konplikasi, penyakit
hati juga demikian. Dari cinta harta menjadi mencari gengsi,
kemudian dengki, takabbur, riya, ghibah dan seterusnya.

Bagaimana mengobati penyakit ghibah dan riya ?
Penyakit ghibah dan riya sebenarnya merupakan eskalasi dari penyakit
lain, oleh karena itu sebenarnya resep untuk mengobati penyakit itu
harus dengan menggunakan terapi umum penyakit hati. Ada sebuah hadis
tentang bagaimana mengobati penyakit hati, yang isinya sudah
didakwahkan dalam bentuk lagu sejak zaman para wali hingga Cak Nun,
yaitu yang berjudul Tamba ati.. Kata Cak Nun tamba ati (obat hati)
itu ada lima perkara :

1. Kerjakan salat malam.
2. Zikir panjang diwaktu malam
3. Membaca Qur'an dengan merenungkan maknanya
4. Biasakan puasa (perut lapar)
5. Bergaul dengan orang saleh.

Sedangkan pengobatan secara khusus ghibah, menurut para ulama
ada tiga hal, yaitu :
1. Banyak membaca yang memperluas ufuk wawasan
2. Aktip interospeksi, muhasabah, sibuk mengurusi keburukan
diri sendiri.
3. Memadukan ilmu dan amal.

Sebagai illustrasi tentang kecenderungan manusia, ada hadis yang
menceriterakan kisah Nabi Isa. Suatu hari Nabi Isa berjalan diringi
oleh murid-muridnya melewati sebuah bangkai binatang yang sangat
besar. Ketika sampai di tujuan, mereka ditanya oleh orang tentang
apa yang telah dilihat di perjalanan. Seorang muridnya mengatakan
bahwa ia melihat bangkai besar yang sangat menjijikkan. Yang lain
mengatakan melihat bangkai yang baunya sangat busuk, yang lain
menyebutkan menyeramkan, dan ketika Nabi Isa yang ditanya, beliau
mengatakan bahwa beliau melihat bangkai yang giginya sangat putih.

Dari hikayat itu nampak bahwa persepsi manusia terhadap sesuatu
bergantung kepada pusat perhatiaannya. Bagi yang pusat perhatianya
pada keburukan, maka bau busuk, menjijikkan dan menyeramkan langsung
terserap sebagai informasi yang disebarluaskan kepada orang lain,
tapi bagi Nabi Isa, bau busuk tidak menarik perhatiannya, karena
yang ada pada hati Nabi Isa hanya ada ruang memori kebaikan,
sehingga keburukan tidak terekam.

Tidak ada komentar: