Jumat, 09 Januari 2009

PUISI DARI GUSMUS

Kita memiliki gedung-gedung yang tinggi, tetapi semakin rendah ketahanan kita akan amanah.
Kita membangun banyak jalan-jalan besar, tetapi wawasan kita semakin sempit.
Kita banyak menghabiskan uang, tetai semakin sedikit apa yang kita punya.
Banyak membeli tetapi makin sedikit yang bisa kita nikmati.
Rumah-rumah kita bertambah besar, akan tetapi keluarga kita semakin kecil.
Rumah-rumah yang semakin nyaman, tapi makin sedikit waktu yang kita miliki untuk menikmatinya.
Rumah-rumah yang semakin elok, tetapi keluarga yang berantakan.
Inilah masa pendapatan yang berganda, tetapi perceraian bertambah.
Kita memiliki semakin banyak gelar, tetapi semakin sempit akal.
Semakin banyak pengetahuan, tapi semakin sempit penilaian pada yang baik dan buruk.
Semakin banyak ahli, akan tetapi semakin banyak pula masalah.
Semakin banyak ditemukan obat, tetapi semakin berkurang kesehatan.
Kita terlalu banyak merokok, ceroboh, terlalu jarang tertawa, mengemudi terlalu cepat, semakin kerap marah, susah tidur, bangun dalam keadaan yang terlalu penat, terlalu sedikit membaca, terlalu banyak menonton televisi dan sangat jarang berdo'a.
Kita telah melipatgandakan keinginan, akan tetapi mengurangi nilai-nilai diri kita.
Terlalu banyak bicara dan kurang mendengar
Terlalu sedikit mencinta, terlalu banyak membenci
Kita telah belajar bagaimana mencari nafkah, tapi tidak mencari hidup
Kita telah mampu menambahkan tahun-tahun dalam kehidupan kita, tapi gagal membawa kehidupan dalam tahun-tahun hidup kita.
Kita telah melakukan hal-hal yang lebih besar, tetapi gagal melakukan hal-hal yang lebih baik.
Kita telah membershihkan udara, tetapi jiwa kita penuh polusi
Kita telah menaklukkan atom, akan tetapi tidak mamapu menaklukkan prasangka buruk.
Kita banyak menulis, tetapi sedikit belajar
Kita banyak berencarana, tetapi sedikit menggapai
Kita belajar untuk mengejar, tetapi tidak belajar menunggu
Inilah zamannya makanan yang cepat saji dan pencernaan yang lambat.
Manusia-manusia lebih besar fisiknya, tetapi kerdil karakternya.
Inilah kalanya perjalanan yang semakin singkat, pakaian sekali pakai, moralitas yang terbuang, kelebihan berat badan, dan pil-pil yang dapat melakukan segalanya ; membuat gembira, menenangkan dan sekaligus Membunuh !
Inilah waktunya ketika banyak hal-hal yang dipamerkan dan semakin sedikit yang disimpan.
Ingatlah sesungguhnya hidup tidak diukur dengan berapa banyak hembusan napas yang kita ambil.
Tetapi hidup diukur dengan saat-saat terakhir hembusan napas kita.
Semoga hari-hari yang telah berlalu menjadi pelajaran, pengalaman dan introspeksi bagi kita, dan semoga Esok yang sesungguhnya menjadi lebih baik.

Memohon Pertolongan Dengan Cara Sabar Dan Mendirikan Shalat

Oleh : Akhmad Asikin,S.Ag


“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu…” (QS. Al-Baqarah (2): 45)

Hakekatnya sabar itu terletak pada mengingat janji Allah yang akan memberi pahala kepada siapa saja yang sabar dan menahan diri dari kemauan hawa nafsu terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Juga mau mengamalkan berbagai bentuk taat yang dirasakan sangat berat bagi dirinya, dan mau mengingat bahwa setiap musibah yang menimpa dirinya atau orang lain adalah takdir Allah. Karenanya sikap sabar ini memerlukan taat dan patuh kepada perintah Allah. Kemudian memohon pertolongan di dalam menghadapi berbagai musibah melalui cara sabar, ialah dengan cara mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah, dengan mengekang hawa nafsu dari larangan-larangann tersebut. Bisa juga memohon pertolongan melaui shalat. Sebab, shalat mengandung hikmah yang besar, yakni dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Disamping itu orang yang mendirikan shalat akan merasa dekat di hadapan Allah dan selalu dalam pengawasan-Nya, baik lahir maupun batin. Lebih-lebih jika yang dilakukan adalah shalat fardhu (wajib) yang bisa dilakukan umat Islam sebanyak lima kali dalam sehari.

Dalam hal ini Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang menceritakan bahwa jika beliau tertimpa sesuatu yang mengejutkan, beliau akan melakukan shalat.

Juga diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbas, bahwa beliau diberitahu tentang kematian putrinya, sedang ketika itu ia dalam perjalanan. Mendengar berita tersebut ia mengucapkan istirja (membaca Inna lil-laahi wa inna ilaihi Raji’uun). Kemudian ia berhenti sebentar, dan turun dari kendaraannya, lalu mendirikan shalat. Setelah itu ia meneruskan perjalanan sambil membaca ayat:


“…Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'” (QS. Al-Baqarah (2): 45)

Artinya sesungguhnya shalat itu terasa sangat berat kecuali bagi orang-orang yang takut kepada siksaan Allah. Shalat dirasakan tidak berat bagi mereka karena dilakukan penuh dengan mubnajat kepada Allah SWT. Sehingga shalat tidak dirasakan sebagai perbuatan yang melelahkan.

Karenanya Rasulullah SAW., bersabda, “Hatiku merasa tenteram bila sedang shalat.”

Hal ini ketika beliau sibuk dengan shalat, hatinya terasa tenteram. Dan kesibukan-kesibukan selain shalat, yakni kesibukan duniawi, dirasakan oleh beliau sebagai sangat berat.

Lebih-lebih, mereka selalu memperhatikan tabungan pahala yang akan diterima kelak di akhirat sebagai imbalan atas amal shalatnya. Sehingga tugas shalat itu sendiri semakin kelihatan ringan. Karenanya, pernah dikatakan kepada Ar-Rabi’ Ibnu Khaitsam yang melakukan shalat yang sangat lama, “Anda telah membuat capai diri Anda sendiri”. Ia menjawab, “Aku mengharap ketenangan dalam shalat”. Dikatakan lagi kepadanya, “Siapapun yang mengetahui apa kehendak dirinya, maka baginya akan mudah melaksanakan yang ia upayakan. Dan siapapun yang yakin balasan yang akan diterimanya, maka jelas ia akan semangat didalam melaksanakannya.”

Kemudian Allah menjelaskan sifat orang-orang yang khusyu’. Sifat-sifat itu sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah, disamping akan melahirkan sikap taat dan tunduk kepada-Nya. Karenanya Allah berfirman:


“(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhan-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah (2): 46)

Maksudnya shalat itu dirasakan tidak berat bagi oang-orang yang khusyu’. Yaitu orang-orang yang meyakini akan bertemu dengan Tuhannya kelak dihari perhitungan. Mereka pun sadar akan kembali kepada Allah setelah dibangkitkan, kemudian diberi balasan setimapal sesuai dengan perbuatan selama didunia. Didalam ayat tersebut di pakai kata zhan (menyangka = menduga) sebagai sindiran bagi orang yang melakukan zhan (sangkaan) akan melihat pahala atas jerih payahnya di dalam shalat, maka ia akan merasa mudah didalam melaksanakannya.

Karenanya, maka ungkapan yang dipakai didalam ayat ini di gunakan kata-kata zhan, sehingga kecaman itu akan tampak lebih pedas. Jadi seakan-akan para rahib Yahudi yang memerintahkan orang-orang agar berbuat kebajikan, tetapi melupakan dirinya, berarti iman mereka terhadap kitab yangada padanya tidaklah sampai kepada derajat zhan yang bisa menuntun mereka agar lebih hati-hati dalam beramal.

Lima Terapi Stres Dalam AlQuran

Oleh : Akhmad Asikin,S.Ag
Tidak kita pungkiri bahwa seiring berkembangnya kebutuhan, seiring cepatnya mobilitas kehidupan banyak kita jumpai orang-orang disekitar kita yang tidak sanggup bertahan menghadapi kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam kehidupannya, bahkan tak luput mereka yang berhasil pun terkadang hanyut, menjadi jumawa, arogan, dan akhirnya... paranoid, ketakutan hartanya hilang atau dimiliki orang lain. Imbasnya harta yang dia miliki bukan menjadi abdinya untuk lebih bersyukur dan meningkatkan mobilitas ibadah serta berbagi dengan sesama, namun sebaliknya dia menjadi hamba hartanya.
Orang-orang yg gagal, tertimpa musibah, tak mampu bersabar lantas keluh kesah pun menjadi semacam "obat" penawar kegelisahannya, walau itu tak membuatnya merubah keadaan menjadi lebih baik. Malah sebaliknya, membuat dia semakin tenggelam dalam kegagalan. Lalu timbulah penyakit dan masalah baru dalam dirinya, "stres".
Kegagalan tersebut kita sebut sebagai musibah/ujian. Disamping itu jika kita perhatikan ternyata musibah terbesar adalah musibah yang sebenarnya tidak kita sadari itu sebagai musibah. Keberhasilan dalam kehidupan berupa berlimpahnya harta dunia kadang tidak kita sadari bahwa hal tersebut merupakan musibah terbesar. Kenapa disebut musibah atau ujian terbesar? Karena orang yang mengalaminya kadang tidak merasakan bahwa dirinya tengah diuji oleh Allah. Kadang orang yg berhasil dalam kehidupannya menjadi lupa bahwa apa yang dia dapatkan kini merupakan anugerah dari Allah sebagai wasail untuk mencapai maqasid, sebagai jalan untuk mencapai tujuan. Tujuan kita sebagai manusia yang diciptakan Allah tidak lain hanya untuk beribadah. Itulah maqosid kita "beribadah". Adapun hal-hal lain yang bersifat duniawi sebagi wasail/jalan agar maqasid menjadi mudah kita laksanakan.
QS. Al-Ma'arij [70] :19-35. Merupakan satu sub judul mengenai "Ajaran Islam untuk mengatasi sifat-sifat yang jelek pada manusia"
Para ahli mengatakan bahwa diantara penyebab stres adalah tidak menerima keadaan/takdir yang terjadi pada dirinya (sifat keluh-kesah) dan sifat paranoid/ketakutan hartanya dimiliki orang lain (kikir).
AlQuran menyebutkan hal itu merupakan sifat dasar manusia (Qs.70:19-21), namun walau begitu sifat tersebut dapat diatasi, dan AlQuran sendiri langsung menyebutkan terapi-terapi untuk mengatasi penyebab stres tersebut.
Terapi untuk mengatasi sifat keluh-kesah dan kikir tersebut (dalam ayat 22-34) jika kita rangkum menjadi 5 terapi stres, sbb:

1. Mengerjakan Shalat dan Istiqamah dalam Shalat.
Hal ini ditunjukan pada ayat 22,23, dan 34. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, [70:22]. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, [70:23]. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. [70:34]
Yang menjadi pertanyaan, shalat seperti apa yang dapat mencegah kita dari penyakit tersebut? Tentu saja shalat yang dilandasi dengan keimanan dan pengetahuan yang benar ttg shalat itu sendiri. Orang yang senantiasa mendirikan shalat, bukan hanya melaksanakan saja serta mengerti kandungan do'a di dalam shalat itu sendiri. Shalat tidak hanya sebagai rutinitas penggugur kewajiban, walau itu pun benar. Namun hendaknya kita pun tahu kebutuhan kita akan shalat. Cita-cita kita akan shalat. Adakah cita-cita kita dalam shalat? Tentu saja ada! Seperti hal umum lainnya, seperti kegiatan lainnya yang mempunyai cita-cita ke depan, tujuan yang hendak kita capai. Begitu pun dengan shalat, kita harus memiliki tujuan dan cita-cita ke depan. Kemudian dia menjaga, istiqamah dalam shalatnya tersebut.
2. Membiasakan bersikap peduli.
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, [70:24]. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), [70:25].
Hendaknya senantiasa kita rajin memperhatikan mereka yang berada dibawah kita. "Undur man huwa aspala minkum walaa tandzur man huwa fauqakum," Lihatlah mereka yang (keadaan dunianya) berada dibawah kita dan janganlah melihat mereka yang (keadaan dunianya) berada diatas kita. Begitulah Hadits menyarankan. Kenapa? Agar kita terhindar dari penyakit merasa selalu kekurangan dan agar kita tidak menyepelekan ni'mat yang telah diberikan Allah pada kita serta tentu saja kita terhindar dari penyakit keluh-kesah yang berimbas pada penyakit stres. Sekecil apapun harta yang kita miliki, jika kita membandingkannya dengan orang yg lebih rendah status sosialnya dengan kita, tentu kita akan merasa kaya, dan mendorong kita untuk senantiasa berbagi dengan mereka. Jika hal ini kita rasakan "merasa kaya" lalu menyisihkan bagian tertentu dari harta kita untuk mereka, Insya Allah kita terhindar dari penyakit ini.
3. Berdzikir dan mengingat-ingat hari pembalasan.
Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, [70:26]. dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. [70:27]. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). [70:28].
Walakhiratu kharul laka minal uula, akhirat lebih utama dari dunia. Sekecil dan sebesar apapun perbuatan kita, sekecil dan sebesar apapun yang kita lakukan, semuanya akan diperhitungkan dihari pembalasan nanti. Orang-orang yang senantiasa mengingat hari akhir, hari dimana segala perbuatan dipertanggungjawabkan tentu dia tidak akan merasa segala kegagalannya di dunia begitu berarti, karena yang dia harapkan adalah balasan disisi Allah dihari akhir nanti.
4. Memelihara syahwat.
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, [70:29]. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [70:30]. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. [70:31].
Nafsu adalah suatu hal yang normal ada pada setiap manusia. Islam tidak mengajarkan untuk membunuh nafsu, namun Islam mengatur bagaimana agar nafsu tersebut termenej dengan baik, agar tidak keluar dari jalurnya, agar tidak melampaui batas yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Orang yang mampu memenej syahwat dan menyalurkannya pada jalan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya (pernikahan) dia akan merasa lebih aman, tenang dan tentram. Hidupnya tidak dibayangi ketakutan dan rasa bersalah telah melampiaskan syahwatnya ditempat yang bukan semestinya. Orang yang merasa aman, tenang, dan tentram tentu dia akan terhindar dari penyakit stres ini.
5. Menjaga Janji dan amanat.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. [70:32]. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. [70:33].
Orang yang dipercaya dan mampu menjaga kepercayaan yang diberikan orang lain. Hidupnya akan lebih tentram dan damai. Dengan menjaga janji dan amanat yang diberikan pada kita, hidup akan tentram tanpa dibayangi perasaan bersalah telah mengkhianati amanat atau janji.
Demikian, lima terapi stres yang tercantum dalam Q.S Al-Ma'arij [70] :19-35. Jika stres mulai menjangkiti kita, hendaknya mengerjakan, menjaga, dan istiqamah dalam shalat, biasakan bersikap peduli terhadap sesama, perbanyak dzikir dan mengingat hari akhir, pelihara syahwat dalam jalan yang diridlai Allah, dan terakhir hendaknya menjaga janji serta amanat. Insya Allah, mudah-mudahan kita terhindar dari penyakit stres yang melanda kota-kota metropolitan.
Penulis adalah Pendidik Pendidikan Agama Islam SMA 1 Kendal dan Fosen STIP Farming Semarang

MEMBERI NAFKAH BAGI KELUARGA

Oleh : Akhmad Asikin,S.Ag
Sebagaimana diketahui bersama bahwa rezeki seseorang ini, meski dalam satu keluarga, belum tentu sama. Dalam satu keluarga dapat saja terjadi dimana rezeki / harta adik lebih banyak dari kakaknya, atau sebaliknya. Dia yang rezeki / hartanya lebih banyak adalah sangat wajar jika membantu keluarganya, atau orang lain, yang kurang dan layak dibantu. Bantuan tersebut dalam ajaran agama insya Allah akan dicatat sebagai sedekah, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw dalam satu hadis riwayat Bukhari-Muslim yang artinya :
“Apabila seseorang menafkahkan hartanya utnuk keperluan keluarganya hanya dengan mengharapkan pahala, maka hal itu akan tercatat sebagai sedekah baginya.”
Sebaliknya jika seseorang yang mempunyai harta yang lebih tetapi tidak mempeduli kan keluarganya atau orang lain yang membutuhkan, maka dia dianggap telah berdosa, sebagaimana disabdakan Baginda Rasul dalam HR. Abu Dawud dan lainnya yang artinya, “Seseorang itu cukup berdosa jika dia menyia-nyiakan orang yang harus diberi belanja.”
Kita harus yakin bahwa Allah swt akan mengganti berlipat setiap rezeki yang disedekahkan, dan malaikat pun berdoa untuk dia , “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya.”
Anak adalah “titipan” Allah kepada kedua orangtuanya, disamping itu anak juga, menurut Alquran, merupakan cobaan dari Allah swt untuk orangtuanya. Peranan orangtua sangat besar dalam menuju masa depan anaknya. Oleh karena itu kita diwajibkan untuk mendidiknya sesuai dengan ajaran Islam. Kesalahan dalam mendidik, kekurangperhatian terhadap anak, akan dapat merugikan masa depan si anak itu sendiri, dan merugikan orang tuanya. Sebaliknya, perhatian yang sungguh-sungguh orangtua kepada anaknya, dengan berlandaskan ajaran Islam, menjadikannya sebagai anak yang saleh, akan memberikan kebahagiaan baik untuk si anak maupun untuk kedua orangtuanya. Bukankah doa anak yang saleh terhadap orangtuanya merupakan amal yang akan diterima orangtuanya ketika berada di alam barzah?
“Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka, dan apabila kalian berjanji kepada mereka penuhilah. Sesungguhnya mereka mempunyai pendapat bahwa engkau adalah yang memberi rezeki kepada mereka.”, demikian kita diingatkan dalam satu hadis riwayat Tohawi.
Sejumlah ayat dalam Kitab Suci Alquran mengingatkan kita bahwa musibah terjadi adalah karena ulah manusia. Kita diajarkan untuk berakhlak terpuji kapan pun dan dimanapun kita berada. Kita pun diingatkan juga untuk menjaga diri dari kejahatan setan dari golongan jin dan manusia; dengan selalu meminta perlindungan kepada Allah swt.
Beberapa cara menjaga diri diantaranya adalah: Bergaul sesama manusia dengan budi pekerti yang baik, dan beramal untuk bekal nanti sesudah mati. (HR.Turmudzi). Cara lain ialah dengan meninggalkan sesuatu yang tak bermanfaat, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw dalam HR. Turmudzi yang artinya :
Termasuk kesempurnaan Islam seseorang yaitu dia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya Dengan kian bebasnya arus informasi dan komunikasi saat ini yang tanpa kenal waktu, maka jika ingin selamat hidup di dunia dan di akhirat kelak, kita perlu selalu menjaga diri sendiri dan keluarga dengan berpedomankan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul.
Dalam satu hadis juga diingatkan bahwa mereka yang mampu menjaga dirinya digolongkan kepada orang yang cerdik
Kelembutan yang dimaksudkan di sini adalah bersikap lembut dalam keluarga, bermasyarakat atau dalam pergaulan dengan sesama manusia meski berbeda agama / keyakinan. Kelembutan perlu dilakukan untuk saudara, sahabat, kaum mukmin, dan manusia yang bersikap baik. Bahkan terhadap hewan sekalipun kita diajarkan utnuk bersikap lembut dan kasih sayang.
Adapun kekerasan diperkenankan dalam Islam bila menghadapi para penguasa yang dengan jelas telah berlaku lalim / zalim, juga para penghina atau musuh agama.
Kelembutan adalah kebaikan. Makin banyak sikap kelembutan yang dilakukan, berarti makin banyak kebaikan yang dikerjakan, dan insya Allah akan memperoleh hikmah dari Allah swt.
“Barangsiapa tercegah dari kelembutan, maka dia telah tercegah dari seluruh kebaikan.”, dan , “Barangsiapa diberikan bagian dari kelembutan maka dia telah diberikan bagian dari kebaikan dunia dan akhirat.”, demikian sabda Rasulullah saw.
Malu adalah perasaan tidak enak hati ketika melakukan perbuatan, mengucap-kan perkataan yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan ajaran agama. Orang yang memiliki sifat malu berarti dia memahami bagaimana dia harus berbuat atau berkata yang tidak melanggar ajaran agama dan adat atau kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. “Malu itu termasuk bagian dari keimanan”, demikian sabda Rasulullah saw dalam HR. Bukhari.
Kita diajarkan untuk tidak hanya malu kepada manusia, tetapi juga tentunya malu yang paling bermanfaat, yaitu malu kepada Allah. Siapa yang malu kepada Allah, maka pengaruh nama Allah akan menguasai hatinya sehingga dia akan enggan melakukan dosa sekecil apapun, dan resah dengan dosa yang telah diperbuatnya. Dia pun akan selalu memohon ampunan, berzikir, dan bertobat.
Makanan dan minuman yang baik dan halal adalah rezeki yang diberikan Allah kepada kita, dan karenanya patut disyukuri apapun makanan adan minuman yang baik dan halal itu. Dengan mensyukurinya insya Allah rezeki kita akan ditambah-Nya, sebagaimana yang dijanjikan dalam satu firman-Nya.
Selanjutnya kita diajarkan untuk makan secara berjamaah atau bersama-sama. Diriwayatkan dari Abu Daud bahwa Wahsyi bin Harb berkata: “Sahabat Rasulullah saw mengadu, “Ya Rasulullah, kami makan dan merasa tidak kenyang.”
Jawab Nabi, “Mungkin kamu makan sendiri-sendiri.”
Jawab mereka, “Benar”. Bersabda Nabi saw, “Berkumpullah pada makananmu, dan bacalah bismillah, niscaya diberi berkat pada makanan itu.”
Dalam era kebebasan ini, disadari atau pun tidak, disengaja maupun tidak, sebagian orang terjebak melakukan kekejian dan perbuatan keji. Menghujat, merusak, memfitnah, menipu, mencuri, korupsi, merusak lingkungan, membunuh, adalah beberapa diantara kekejian dan perbuatan keji tersebut.
Islam tidak mengajarkan umatnya berperilaku keji, tetapi Islam justru mengajarkan kemulian akhlak.
Dalam satu hadis riwayat Tirmidzi, Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Kekejian dan perbuatan keeji, sama sekali bukan dari ajaran Islam. Sesungguhnya orang yang terbaik keislamannya adalah yang terbaik budi pekertinya.”

HUKUM DAN ETIKA MALAM PERTAMA

[Pertama]
Dianjurkan kepada sang suami bersikap lemah lembut pada malam pertama dengan mengajak bicara sehingga terjadi keakraban atau menyuguhkan segelas minuman sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam.


[Kedua]
Dianjurkan untuk meletakkan tangan kanan di atas ubun ubun sang istri kemudian membaca doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam.

"Bismillah Allahumma bariklii fii zaujatii .." (lengkapnya bacalah buku tersebut)

[Ketiga]
Dianjurkan kepada sang suami shalat dua raka'at bersama istrinya dan sang istri berada di belakangnya. Sebab demikian itu lebih melanggengkan kasih sayang.

[Keempat]
Jika ingin melakukan hubungan sebadan hendaknya berdoa:

"Bismillah, allahumma jannibnasy syaithaan wa jannibisy syaithaan maa razaqtanaa"

[Kelima]
Tidak boleh sang suami menggauli istri kecuali di tempat jalan lahirnya bayi dan boleh melakukan cumbu rayu sesuka hati namun tidak boleh menggaulinya ketika masa haid atau nifas.

[Keenam]
Apabila sang suami memiliki lebih dari satu istri maka pada pagi hari dari malam pertama hendaknya sang suami mendatangi istri istri lain dengan tujuan saling mendoakan.

[Ketujuh]
Diharamkan bagi kedua mempelai menyebarkan rahasia hubungan seksual karena hal itu termasuk dosa besar.


[HAK HAK SUAMI DAN ISTRI]
Diantara hak hak yang harus ditegakkan bersama sama sebagai berikut:

[Pertama]
Kerja sama dalam rangka menegakkan ketaatan kepada Allah, satu dengan yang lain saling mengingatkan kepada nilai ketakwaan. Diantara contoh yang paling indah adalah kerjasama antara suami dengan istri dalam menghidupkan qiyamul lail sebagaimana sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam (yang artinya) :

"Semoga Allah merahmati seorang laki laki yang bangun malam kemudian shalat dan membangunkan istrinya untuk shalat dan bila tidak mau bangun maka ia memerciki dengan air di wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang perempuan yang bangun malam lalu shalat dan membangunkan suaminya untuk shalat, bila tidak mau bangun maka ia memerciki dengan air di wajahnya." (HR. Ahmad, Ahlul Sunan kecuali At Tirmidzi dan hadits ini shahih).

[Kedua]
Menjalani kehidupan rumah tangga dengan tulus, ikhlas, setia dan penuh kasih sayang.

[Ketiga]
Hendaknya masing masing suami istri merasa memiliki tanggung jawab penuh terhadap tugas dan kewajiban yang ada di pundaknya. Masing masing harus tahu bahwa dia dituntut untuk menunaikan kewajiban secara baik dan sempurna sebagaimana sabda Nabi (yang artinya)

"Setiap kalian adalah pemimpiin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan imam adalah pemimpin, dan orang laki laki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan wanita adalah penanggungjawab atas rumah suami dan anaknya. Dan setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Al Bukhari)

[Keempat]
Antara suami dan istri harus kerjasama secara baik dalam rangka mewujudkan suasana tenang dan gembira serta berusaha semaksimal mungkin menjauhkan perkara perkara yang mendatangkan keburukan dan kesedihan. Betapa indahnya ucapan Abu Darda' ketika berkata kepada istrinya :

"Jika kamu sedang melihatku dalam keadaan marah maka carilah sesuatu yang bisa menyenangkanku dan jika aku melihatmu sedang marah maka aku akan mencari sesuatu yang bisa menyenangkanmu, dan bila tidak seperti itu maka kita tidak usah berkumpul saja".

[Kelima]
Tidak menyebarkan rahasia masing masing dan tidak menyebut nyebut keburukan pasangannya di depan orang lain karena demikian itu melecehkan harga diri pasangannya di depan orang lain. Ketika itu ia telah melakukan ghibah yang dibenci lagi berdosa.

[Keenam]
Hendaknya masing masing memperhatikan gaya dan penampilan, istri berdandan yang bagus untuk suami dan suami juga berdandan yang bagus untuk sang istri. Ibnu Abbas berkata :

"Saya sangat senang berdandan untuk istriku sebagaimana saya senang bila ia berdandan untukku, karena Allah berfirman :'Dan bagi istri istri hak yang sepadan dengan kewajiban kewajibannya dengan baik'."

MENJAGA WAKTU

Oleh : Akhmad Asikin Musthofa,S.Ag
Kita melewati waktu yang mempunyai ruas-ruas. Ada batas pemisah setiap ruas waktu yang membedakan antara satu waktu dengan waktu lain yang berikutnya. Coba perhatikan, waktu fajar adalah pemisah antara malam dan siang. Maghrib adalah pemisah antara siang dan malam. Hari Jum’at adalah hari yang membatasi satu pekan dengan pekan berikutnya. Kemunculan hilal atau penampakan bulan yang paling kecil yang menghadap bumi beberapa saat setelah ijtima’, adalah rentang pemisah antara satu bulan dengan bulan berikutnya. Muharam adalah batas yang memisahkan satu tahun dengan tahun berikutnya. Apa sebenarnya rahasia di balik batas-batas pemisah antara ruas waktu itu?
Saudaraku,
Perhatikanlah, ternyata banyak sekali hadist Rasululah SAW yang menyebut waktu-waktu pemisah itu. Ada sejumlah dzikir yang diajarkan Rasulullah, untuk kita baca di waktu fajar, saat pemisahan waktu malam dan siang itu. Ada banyak dzikir juga yang disebutkan oleh Rasulullah SAW pada waktu menjelang maghrib, pemisah siang dan malam. Bagi mereka yang mengetahui keutamaan hari Jum’at, biasanya akan menyambut kedatangan hari itu sejak hari Kamis sorenya. Kemudian di pagi hari Jum’at, dia mandi dan memakai wewangian, memotong kuku dan merapihkan rambut. Itulah diantara yang disabdakan Rasul tentang hari Jum’at, “Antara Jum’at dan Jum’at ada pengampunan dosa diantaranya, selama seseorang tidak melakukan dosa besar,” (Hadist Riwayat Ibnu Majah). Betapa berharganya hari Jum’at.
Tentang pergantian tahun, Rasulullah juga bersabda, “Jika engkau melihat hilal bulan Muharam, maka bersiaplah,” (Hadist riwayat Turmuzi). Rasulullah SAW bahkan jika melihat hilal tanda awal bulan mengatakan, “Hilal adalah kebaikan dan petunjuk. Aku beriman kepada yang menciptakanmu”. Kalimat itu diucapkannya sebanyak 3 kali (Hadist riwayat Abu Daud). Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari keutamaan pemisah-pemisah waktu seperti itu.
Saudaraku,
Mari isi pemisah-pemisah waktu itu untuk melakukan refleksi dengan mengingat amal-amal, meminta ampunan Allah, memohon perlindungan kepada Allah, dan memperbarui iman untuk menyongsong masa selanjutnya. Mempersiapkan datangnya malam dan memohon perlindungan pada Allah dari bahaya kengerian malam, bahaya syaitan malam yang selalu mengganggu manusia, menghancurkan jiwa dengan berbagai bentuk. Kemudian, jika datang subuh, cahaya mulai terlihat, itulah saat kita kembali mengulangi dzikir, mengevaluasi dan memohon ampun kepada Allah. Itulah saatnya kita untuk kembali berdzikir dan beristighfar. Mempersiapkan diri menghadapi waktu siang. Begitu seterusnya.
Saudaraku,
Tugas malaikat Allah juga ada yang terkait dengan perpindahan antar ruas waktu itu. Seperti disebutkan dalam hadist, sebagian malaikat melakukan pergantian tugas pada waktu sholat shubuh dan waktu sholat Ashar. Maka dalam hadistnya, beliau bersabda, “Barang siapa yang memelihara sholat shubuh dan Ashar, ia akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan sholat shubuh dan Ashar, menurut Imam Nawawi adalah karena kekhususan waktu itu dengan persaksian 2 sholat itu oleh Malaikat malam dan siang. Dan juga karena memang kedua sholat itu berat dilakukan. Saat itulah waktu sibuk dan penat. Dan barang siapa yang memeliharanya, maka ia pasti dapat memelihara lebih baik lagi dalam sholat yang lain. “Bergantian atas kalian malaikat malam dan siang. Mereka berkumpul pada waktu sholat subuh dan Ashar. Kemudian mereka naik ke langit dan Rabb mereka bertanya – Allah Maha mengetahui atas hamba-hambanya, “Bagaimana engkau tinggalkan hamba-hambaKU?”. Mereka mengatakan, “Kami tinggalkan mereka sedang sholat dan kami datangi mereka sedang sholat”.
Betapa bahagianya orang-orang yang sungguh-sungguh memelihara sholat, mengorbankan kelelahan dan kenikmatan istirahat untuk menggapai ridho Allah, memperoleh pembebasan dari kemunafikan, dan agar menjadi salah seorang yang diberi berita gembira untuk masuk surga oleh Rasulullah SAW.
Itulah sebabnya, disebutkan dalam hadits, sholat yang paling berat bagi orang munafik adalah sholat Isya dan Sholat Subuh. “Jika mereka mengetahui apa yang ada pada kedua sholat itu, niscaya mereka akan melakukan sholat itu meski harus dengan merangkak.” (Muttafaq alaih).
Adalah para sahabat menjadikan kehadiran seseorang saat sholat subuh di masjid sebagai timbangan penilaian. Orang yang hadir saat subuh di masjid, akan mereka percayai, dan orang yang tidak hadir di waktu itu tidak di percaya. Inilah Ibnu Umar RA yang mengatakan, “Kami jika kehilangan seseorang pada sholat subuh dan Isya di masjid, kami mempunyai prasangka buruk kepadanya.”
Ibnu Quddamah RA, menasihati kita untuk selalu menghargai waktu. “Ketahuilah, waktu hidupmu terbatas. Nafasmu sudah terhitung. Setiap desah nafas akan mengurangi bagian dari dunia. Setiap bagian usia adalah mutiara yang mahal, tak ada bandingannya, “. Demikian ucap Ibnu Quddamah. Dia melanjutkan bahwa satu desah nafas bila digunakan untuk kebaikan, bisa berharga ribuan tahun dalam kenikmatan. Tapi sebaliknya, satu desah nafas bisa menciptakan kesengsaraan ribuan tahun. “Jika engkau memiliki mutiara dunia, engkau pasti sangat terpukul saat mutiara itu hilang. Bagaimana engkau bisa menghilangkan mutiara akhirat dan kebahagiaanmu dengan menyia-nyiakan jam demi jam dan waktu- waktumu? Bagaimana engkau bisa bersedih bila kehilangan usiamu tanpa ada yang bisa menggantikannya?”.
Saudaraku,
Mari waspadai waktu saudaraku, seorang ahli hikmah mengatakan, bahwa menyia-nyiakan waktu itu lebih berbahaya ketimbang kematian. “Kematian hanya memisahkan kamu dari dunia dan penghuninya. Tapi menyia-nyiakan waktu akan memisahkanmu dari Allah dan akhirat…

MENJADI MUSLIM IDEAL BISAKAH ?

Oleh : Akhmad Asikin,S.Ag

Inna ad-dina ‘inda Allahi al-Islam”. Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah Islam.. (Q.S. 3:19). “Wa man yabtaghi ghairal islami diinan, fa lan yuqbala minhu, wa hua fil-akhirati minal-khasirin”. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi (Q.S. 3:85). Karenanya, “… udkhulu fis silmi kaaffah, wa laa tattabi’u khuthuwaatisy syaithan, innahu lakum ‘aduwwun mubiin”. Masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya (secara total) dan janganlah kamu turut langkah-langkah (mengikuti) syaitan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S. 2:208).
Persoalannya, cukupkah bagi kita untuk menjadi muslim hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat ? Kalaulah syahadat itu adalah kunci surga, cukupkah bagi kita hanya memiliki kuncinya saja, tanpa keinginan untuk mempergunakannya, membuka pintu dan kemudian masuk ke dalam surga yang telah ada di hadapan kita ?
Jika kita mencari jawabnya pada al-Qur’an surat al-An’am (6) ayat ke-79, “Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fathara as-samawati wal ardl hanifan, wa maa ana minal musyrikiin”. Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku pada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Maka, syahadat telah menempatkan kita pada derajat kemusliman.

Hanya saja, karena kemusliman itu menuntut seseorang untuk membahasakan syahadat dalam bentuk pengabdian dan kepasrahan kepada Allah. “Qul, inna shalatii wa nusukii wa mahyaayaa wa mamaatii lillahi rabbil ‘alamin”. Katakanlah, sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Q.S. 6:162). Maka, untuk menjadi muslim, seseorang dituntut untuk selalu mendekatkan dan menggaransikan dirinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT).
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW juga telah menjelaskan bahwa Islam itu, memiliki lima pilar utama, yakni : (i) syahadat, (ii) shalat, (iii) zakat, (iv) puasa ramadlan dan (v) haji. Karenanya, jika kita barulah bersyahadat saja. Kita barulah memenuhi satu unsur kemusliman. Masih ada empat unsur lagi yang harus kita penuhi untuk menjadi muslim yang standard. Selamat bagi saudara-saudara kita yang telah dan akan menunaikan ibadah haji ke baitullah guna memenuhi unsur kemusliman standard yang kelima.
Persoalan selanjutnya adalah, jika kita telah menjadi muslim yang standard. Apakah dengan sendirinya kita telah menjadi muslim yang baik ? Apakah kita telah dengan sendirinya menjadi muslim yang utama ?
Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “ayyul Islam khairun ?”. Islam yang baik itu bagaimana ? Rasullah menjawab: “an tuth’imuth tha’am wa taqra’as salam ‘ala man ‘arafta wa man lam ta’rif”. Engkau memberi makan kepada orang-orang yang membutuhkan dan mengucapkan salam kepada setiap orang yang engkau jumpai, baik yang telah maupun yang belum engkau kenal. Ketika salah seorang sahabat yang lain bertanya Rasulullah : “Ayyul Islam afdlal ?” Islam yang utama itu bagaimana ? Rasulullah menjawab : “Man salimal muslimuuna min lisaanihi wa yadihi”. Yaitu, orang-orang yang menjaga keselamatan orang-orang Islam dari perkataan dan perbuatannya.
Dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah di atas, nampak jelas bagi kita bahwa, menjadi muslim itu tidak cukup hanya dengan pembenaran kita terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama Islam. Untuk menjadi muslim yang standard, di samping pengakuan kita terhadap ajaran agama Islam (syahadat), kita harus pula mewujudkan keyakinan kita tersebut dengan amal ibadah, menyembah dan mendekatkan diri kepada Allah. Kalaulah kita telah menjadi bagian dari umat Islam yang standard, tentunya kita boleh berbangga sebagai bagian dari kelompok orang-orang yang selamat di dunia dan di akhirat. Hanya saja, kemusliman standarf kita, ternyata tidak serta merta menjadikan kita sebagai muslim pilihan, muslim yang utama. Untuk mencapai derajat tersebut kita harus mampu memberikan kesejahteraan bagi orang lain, senantiasa ramah, tidak menjaga jarak dari dan dengan orang lain, serta menjaga dan memberi ketentraman bagi orang lain. Untuk mencapai derajat tersebut kita harus mampu membangun komunikasi yang intensif dan harmonis, baik dengan Allah (hablun min Allah) maupun dengan umat manusia (hablun min an-nas) dan alam semesta.
Bagaimana dengan kita, yang masih belum memenuhi kualifikasi muslim yang standard, karena belum menunaikan ibadah haji. Apakah kita juga bisa menjadi muslim pilihan, muslim yang utama ? Kalaulah kita belum menunaikan ibadah haji karena keterbatasan-keterbatasan yang ada pada diri kita, tentunya kita telah menjadi muslim yang standard, meskipun kita belum menunaikan rukun yang kelima. Karenanya kita pun harus dan mampu menjadi muslim pilihan, muslim yang utama pada kualitas tertinggi. Kalaulah kita belum menunaikan ibadah haji, bukan karena faktor keterbatasan yang ada pada diri kita, segeralah tunaikan rukun yang kelima tersebut, kemudian jadilah muslim yang utama. Mari kita pacu semangat kita untuk terus berproses menjadi ‘the best muslim’. Bi ‘aunillah. Wallahu A’lam bish-shawab.

JADIKAN HARI INI LEBIH BAIK DARI KEMAREN

Oleh : Akhmad Asikin,S.Ag
Hari itu, sepotong episode masa lalu kembali hadir dalam benak Aisyah r.a. Ketika salah seorang sahabat memintanya berkisah tentang apa yang paling berkesan baginya dari Rasulullah SAW.
Aisyah tak kuasa menahan tangis. Air matanya mengalir deras. Lalu ia berkata, “Yang manakah dari sifat Rasulullah yang tidak mengesankan? Pada suatu malam beliau datang kepadaku. Lalu ia berbaring bersamaku di tempat tidur, hingga kulitnya menyentuh kulitku. Tiba-tiba beliau berkata, ‘Wahai putri Abu Bakar, biarkan aku beribadah kepada Rabb-ku.’” Aku berkata, “Sungguh aku senang didekat engkau, tetapi aku mengutamakan keinginan engkau (untuk beribadah).
“Maka Rasulullah pun berdiri ke bak air, seraya berwudhu dengan tidak banyak menuangkan air. Kemudian berdiri shalat. Lalu menangis. Air matanya mengelir didadanya. Kemudian beliau ruku’ dan menangis, kemudian mengangkat kepala dan menangis. Tidak henti-hentinya beliau melakukan itu hingga Bilal mengumandangkan adzan (subuh). Maka aku berkata, apa yang menjadikan engkau menangis, sedang Allah telah mengampuni dosa engkau yang lalu dan yang akan datang?’ Rasulullah dengan lembut berkata, ‘Apakah tidak selayaknya menjadi hamba Allah yang selalu bersyukur?’”
Begitulah kisah Aisyah diatas, tidak sekedar ungkapan haru biru dan kerinduan seorang istri. Yang bertahun-tahun menemani suami tercintanya. Siang dan malam adalah hari-hari perjuangan bersama Rasulullah. Segalanya begitu indah, meski kadang terasa melelahkan. Ia memang kisah tentang keluarga Raslullah yang mulia. Tentang keagungan pribadi Rasulullah. Juga tentang kebahagiaan Aisyah mengisi hidupnya bersama manusia termulia, Rasulullah SAW. Tetapi lebih dari itu, kisah Aisyah, adalah serangkaian makna-makna tentang bagaimana Rasulullah menyiapi masa lalu dan masa yang akan datang. Sebuah pelajaran yang sangat mahal bagi siapapun yang ingin mengikuti peri hidupnya dan meniti jalan kemuliaannya.
Kata kuncinya ada pada pertanyaan Aisyah, yang mencoba menghubungkan tangis-tangis deras Rasulullah dengan ampunan Allah atas dosa Rasulullah yang lalu dan yang akan datang. Mengapa engkau wahai Rasulullah mesti menangis, padahal masa lalu engkau telah ditutup dengan ampunan Allah. Padahal masa depan telah diselimuti dengan ampunan Allah? Begitu kira-kira arti pertanyaan itu.
Tangis-tangis Rasulullah cermin yang bening bagi kita. Tempat kita menatap jujur baying-bayang wajah kita sendiri. Bila Rasulullah yang dosanya sudah diampuni masih terus menangis kepada Allah. Rasulullah yang masa lalunya telah bersih dan masa yang akan datang dijamin cemerlang, masih menghadap Allah dengan tangis-tangis yang panjang. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan diri kita yang jauh dari sempurna? Bahkan untuk mendekat ketitik sempurna punmasih sangat jauh? Bagaimana dengan kita, yang hari-harinya penuh dengan bercak hitam?
Tak ada yang menolak kenyataan, betapa kita sangat perlu untuk banyak menambal dan mereparasi masa lalu kita. Kessalahan masa lalu kita ibarat utang. Bila kita tidak membayarnya, atau Allah tidak mengampuninya, mak ia akan dibayar dengan hukuman, setidaknya diakhirat kelak. Cara membayar utang itu dengan memohon kepada Allah dan dengan memperbanyak beramal shalih. Itu akan menjadi penghapus sekaligus sebagai pembayarnya. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114)

Sementara Rasulullah SAW. juga menjelaskan melalui sabdanya, “Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya. Dan bergaulah dengan manusisa secara baik.”
Membayar keburukan dengan kebaikan, ibarat melapisi sisi-sisi gelap kita dengan ornament-ornamen hidup dan hiasan diri yang indah. Atau seperti hujan yang turun mendinginkan bumi yang panas. Atau seperti pewarna dinding yang keindahannya melupakan keras dan kelamnya pasir serta bebatuan dibelakangnya. Seperti itulah kebaikan menghapus keburukan. Seperti itu pulalah ampunan Allah melebur kesalahan hamba-Nya.
Selain, itu tangis-tangis panjang Rasulullah ternyata juga tangs penghambaan sekaligus ungkapan rasa syukur kepada Allah. Bahkan itu dilakukan dalam ibadah sunnah yang sangat tinggi nilainya, yaitu shalat malam. Itu sendiri juga bentuk lain dari rasa syukur. Rasulullah ingin menjadi hamba yang bersyukur, taas karunia Allah yang begitu banyak. Segala anugerah Allah, termasuk ampunan itu, tidak sedikitpun menjadikan Rasulullah merasa cukup. Ia masih ingin menangis dalam jenak-jenak penghamabaannya yang hening kepada Allah.
Sikap Rasulullah tersebut membebaskan pelajaran yang begitu berharga bagi kita. Bahwa segala sesuatu didunia initidak terjadi kecuali dengan izin Allah. Ini mengharuskan kita harus memahami dimensi lain dari tangis itu. Ia adalah tangisan tauhid. Sebuah kepasrahan, keyakinan, penyerahan diri sekaligus rasa terima kasih kepada Allah, Dzat yang telah mengangkatnya menjadi manusia pilihan. Allah berkehendak, dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi. Allah SWT berfirman,
“Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat menghindari nikamat Allah.” (QS. Ibrahim: 34)
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53).
Karenanya, apa yang telah lewat dari seluruh perjalanan hidup kita, , harus kita pandang dengan bijak dan arif. Hidup ini terus berjalan, di atas rel perjuangan dan jalur kompetisi yang keras. Masa lalu tidak boleh menghanyutkan diri kita. Siapa yang hari kemarin lebih buruk, semestinya tidak putus asa dan tenggelam dalam kegalauwan duka. Sementara siapa yang hari kemarin lebih baik dari hari ini, jangan sampai bisa bernostalgia dengan masa lalu, tanpa mau bergerak dan mencoba memperbaiki diri.
Hidup ini pasti berakhir. Sepanjang apapun masa lalu kita. Dalam sisa umur yang entah masih berapa, tiada yang lebih indah dari merasakan manisnya iman. Dalam paduan rasa syukur dan permohonan ampunan. Seperti tangis-tangis Rasulullah itu. Seperti indahnya kenangan Aisyah itu.

CIRI-CIRI ULAMA ` AKHIRAT

Oleh : Akhmad Asikin Musthofa,S.Ag

Kata-kata ulama di kalangan umat Islam Indonesia mengalami distorsi makna yang terkadang jauh dari apa yang dikehendaki Al Quran. Ada seorang yang baru bisa berceramah dan belum mendalam ilmu keislamannya sudah disebut ulama. bahkan di sebuah kampung terpencil, ada tokoh masyarakat yang biasa memimpin doa dalam berbagai acara keagamaan sudah disebut ulama dan diangkat sebagai anggota majlis ulama kecamatan padahal bacaan Al Qurannya masih blepotan. Di sana masih banyak contoh lain yang menunjukkan distorsi makna ulama tersebut. Bahasan ini mencoba mengembalikan makna yang hakiki dari kata-kata ulama yang dikehendaki Al Quran.

Kata-kata ulama disebutkan dalam Al Quran sebanyak dua kali yaitu dalam Asy Syu’ara’ 197 dan dalam surat Fathir 28. yang intisarinya bahwa ulama adalah orang yang memiliki ilmu yang mumpuni sehingga ilmu tersebut membawa dirinya memiliki sifat khasyyah atau rasa takut hanya kepada Allah saja.
Kalau kita meneliti isi ayat-ayat dalam AlQuran yang berkenaan dengan esensi orang yang memiliki kriteria khasyyah ini, kita dapat menarik suatu konklusi bahwa di sana ada kata-kata yang sering digunakan untuk menunjukkan kelompok orang yang memiliki sifat khasyyah itu yaitu, kata-kata ulul albab (=Cendekiawan muslim). Kata-kata ini disebutkan dalam Al Quran sebanyak 16 kali. Merekalah yang disanjung tinggi oleh Alquran sebagai orang yang memiliki sifat khasyyah, martabat mulia, banyak dzikir, taqwa, mencapai derajat iman dan keyakinan yang tinggi,komitmen dengan syariat Islam dan ajaran-ajarannya. sebagaimana disiratkan dalam Ali Imran 7 sbb:”Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”dan tidak dapat mengambil pelajaran dari padanya melainkan ulil albab (orang-orang yang berakal).

Jika diteliti secara seksama, dengan menelusuri isi ayat-ayat yang berkaitan dengan ulil albab, kita dapat memilah bahwa kriterianya bisa dipilah menjadi dua kriteria; pertama kriteria global dan kedua kriteria terperinci.

Kriteria global ulil albab terdapat dalam beberapa ayat yaitu :Al Maidah 100, At Tholaq 10, al Baqarah 179 dan 197. Semua ayat tersebut menuntut bahwa kriteria utama ulil albab atau ulama adalah sifat khasyyah yang diungkapkan dengan istilah takwa kepada Allah swt. artinya, komitmen dalam melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya. Orang yang tidak memiliki kriteria demikian tidak layak untuk disebut ulama.

Sedangkan kriteria terperinci yang harus dimiliki ulama atau ulil albab banyak bertebaran dalam beberapa ayat sebagai berikut :

1. Orang yang selalu berdzikir kepada Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring ketika tidak mampu duduk atau berdiri . Dzikir ini bisa dilakukan dalam waktu sholat ataupun lainnya.(lih. Ali Imran 191). Ulama yang sesungguhnya lebih suka menggunakan waktunya untuk berdzikir dan berfikir dari pada mendengarkan musik Bethoven atau perbuatan laghwun atau lahwun

2. Selalu bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi, bagaimana langit ditinggikan tanpa tiang, bagaimana bintang-bintang diciptakan di langit dan bagaimana bumi dihamparkan, bagaimana gunung gemunung ditegakkan yang dibawahnya dialiri sungai-sungai yang banyak. Tafakkur demikian tentang semua ciptaan Allah akan menambah keimanan ulama . (Lih. Ali Imran 191)

3. Menjauhi penyembahan kepada thogut yaitu syetan atau sesembahan selain Allah. (Az Zumar 17).Kalau ada orang yang masih percaya atau memberikan pengabdian kepada jin, jimat atau totem lainnya bukanlah termasuk muslim apalagi ulama, walaupun mungkin dijuluki oleh orang sekitarnya sebagai kiai atau ustadz atau mungkin menjadi anggota majlis ulama di suatu kampung.

4. Mengembalikan semua urusan kepada Allah dan hanya Allah sajalah yang disembahnya.(Az Zumar 17) Orang yang masih suka menyandarkan diri pada dukun, ahli nujum atau hal syirik lainnya tidak berhak disebut sebagai ulama.

5. Selalu mengikuti hal-hal yang terbaik dari semua pendapat yang didengarnya kemudian direalisaikan dalam bentuk perbuatan dan sikap atau ucapannya (Az Zumar 18). Ulama tidak congkak dengan pendapatnya. Memiliki sifat toleran terhadap pendapat orang lain. Lebih dari itu, bila ada pendapat yang lebih baik dia akan mengikuti pendapat tersebut. Para imam madzhab tidak pernah merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Mereka amat lapang dada dengan pendapat orang lain walaupun berbeda atau bertentangan. Itulah ciri ulama.

6. Senantiasa memenuhi janji Allah untuk mengakui rububiyyatullah dan memenuhi apa yang diajarkan Allah dalam kitab suciNya.(Ar Ra’d 20) Janji yang telah dikukuhkannya di alam arwah untuk mengakui rububiyatullah ditepatinya di dunia sehingga tidak pernah ingkar.

7. Tidak merusak perjanjian umum yang telah dikukuhkan antara mereka dengan Allah atau dengan manusia (Ar Ra’d 20). janji adalah hutang yang harus dilunasi. Melanggar janji merupakan salah satu ciri munafik. Oleh sebab itu ulama amat jauh dari perbuatan ini.

8. Mereka selalu menghubungkan apa-apa yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan seperti shilaturrahmi, loyal terhadap sesama mukmin, iman terhadap semua nabi dan menjaga semua hak manusia. (Ar Ra’d 21) Seorang ulama pasti lebih suka berdekatan dengan orang Islam yang taat dari pada orang-orang yang memusuhi umat Islam. lebih dari itu ulama akan menjadi perekat ummat dan peonir ukhuwwah Islamiyah, dan tidak mungkin menjadi pemecah belah umat.

9. Memiliki sifat Khasyyaah Ammah kepada Allah dan keagunganNya. ( Ar Ra’d 21) Ulama hakiki akan memiliki rasa takut yang luar biasa kepada Allah. Dia akanlebih mudah menangis dari pada tertawa terbahak-bahak. nampak keanggunan dan wibawanya karena kekhusyu’an yang memancar dalam dirinya yang penuh khasyyah.

10. Takut kepada keburukan hari hisab.( Ar Ra’d 21). Rasa takut ini merefleksi dalam ucapan dan semua perbuatannya untuk selalu menjauhi semua larangan Allah. Mereka selalu menghisab dirinya sebelum mereka dihisab nanti pada hari kiamat. Muhasabatunnafsi bagi ulama adalah keharusan yang dilakukannya setiap hari.

11. Memiliki kesabaran dalam menghadapi semua beban, kesulitan dan mushibah di dunia serta senantiasa menentang kehendak hawa nafsu.(Ar Ra’d 22) Semua perintah Allah adalah kewajiban dan beban yang harus dilaksanakan penuh kesabaran. Demikian juga musibah harus dihadapinya dengan kesabaran.

12. Mendirikan sholat dan memeliharanya agar jangan sampai terlewat waktunya atau kurang syarat rukunnya.( Ar Ra’d 22) Kalau ada orang yang suka meninggalkan sholat atau mengabaikan kewajiban agama, dengan alasan apapun, sudah pasti ia bukan ulama walalupun dari keturunan kiai besar.

13. Menginfakkan sebagian hartanya baik dalam keadaan rahasia atau terang-terangan untuk kepentingan jihad fisabilillah atau bentuk sedekah lainnya.(Ar Ra’d 22)

14. Menolak kejahatan dengan kebaikan ( Ar Ra’d 22) sebagaimana yang dikatakan Rasulullah saw :Hendaknya kamu menghapus kejahatan dengan cara melakukan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menghapus kejahatan dan Pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik. (Lihat surat Al Mu’minun ayat 96.)

Itulah beberapa sifat dan kriteria yang mesti dimiliki para ulama atau ulil albab. Kita harus waspada kepada orang yang berbaju seperti ulama atau mengunakan atribut-atribut keulamaan, padahal ia hanyalah orang yang ingin memenuhi ambisi pribadinya dan jauh dari perjuangan li i’laai kalimatillah. Wallahu a’lam.

DIMENSI SOSIAL SOLAT

Oleh : Akhmad Asikin,S.Ag
Sholat adalah salah satu pilar dasar ajaran Islam. Sholat adalah bukti pengakuan manusia sebagai mahluk, yang membutuhkan dan mempercayai adanya sang Kholik, Pencipta, Penggenggam kekuasaan seluruh jagad raya, Allah Robbul ‘Alamin.
Dengan Sholat manusia mengakui kehadirannya di dunia semata-mata adalah untuk mengabdi kepada Allah, dengan diberi peran sebagai pemegang amanat untuk mengelola dan mengembangkan kehidupan dunia sesuai dengan kitab suci dan percontohan-percontohan yang dilakukan oleh para Nabi, Utusannya yang terbimbing.
Sebagai pemegang amanat dalam kongkritisasi dalam kehidupan sosial bisa beraneka bentuk, ada yang bekerja di pemerintah (eksekutif), ada yang bertugas di legislative, yudikatif, dan ada yang sebagai pedagang, pengusaha, pengajar, pembantu, pekerja, buruh dan merk-merk social yang lain.
Dengan sholat, meyakini bahwa semua peran tersebut akan dipertanggung-jawabkan bukan saja kepada komunitas sosialnya, lebih dari itu adalah dipertanggung-jawabkan kepada Allah, Raja Diraja Yang Maha Adil.
Menimbang bahwa pertanggung-jawaban kepada sesama manusia, masih bisa dikelabuhi, dimanipulasi dan ditutup-tutupi namun pertanggung-jawaban kepada Allah, tidak akan pernah ada yang luput dari catatan Allah. Karena itu guna selalu meluruskan keamanatan sebagai kholifah Allah, manusia senantiasa memohon bimbingan, hidayah dan kekuatan dari Allah untuk senantiasa dalam bingkai kasih sayang Allah.
Karena itulah dalam sejarah pemimpin-pemimpin Islam yang saleh, ketika dipilih dan diangkat sebagai pemegang amanat (mandat) entah sebagai kholifah/raja atau yang lain, bukan mengucap alhamdulillah, tapi adalah innalillah. Semata-mata karena merasa betapa berat dan mendasar tanggung jawab yang dipikulnya dan nantinya semua kepemimpinannya ditertanggung-jawabkan dihadapan Allah.
Sejumlah kholifah merasa berkewajiban untuk turun melihat dan memeriksa sekian rakyatnya, adalah di kalangan mereka yang kelaparan, yang teraniaya, yang tertindas, yang butuh bantuan dan pertolongan. Sebab ketidak-benaran dalam mengatur dan memenuhi kebutuhan rakyat yang merupakan tanggung-jawabnya, maka siksa Allah akan menimpanya dengan sangat dahsyat dan tiada siapapun juga yang mampu menolongnya.
Hidup di dunia ini bisa dinikmatinya paling lama 80 tahun, sedangkan di akherat adalah tetap selama-lamanya. Pertimbangan inilah yang menjadikan sejumlah pemimpin Islam yang saleh, seolah-olah tiada waktu untuk bercengkerama/senang-senang dengan keluarganya, karena menimbang tanggung-jawabnya yang besar. Yang semua itu akan dinilai sedetail-detailnya oleh Allah.
Famayya’mal mistiqoola dzarrotin khoiroyyarah, wamayya’mal mistiqoola dzarrotin syarroyyaroh (siapapun yang berbuat kebajikan atau kejahatan, sekecil apapun, pasti akan mendapat balasannya). Al-zalzalah : 7-8.
Semua kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dituntut pertanggung-jaw abannya. Sebagai guru, dosen, apakah yang diajarkan telah dilaksanakan olehnya atau hanya transfer ilmu saja ? yang jadi polisi, apakah telah bertindak adil kepada para penjahat, pengganggu keamanan masyarakat ? asal tangkap karena pesanan atau karena hendak mendapatkan imbalan ? apakah ada yang diistimewakan dalam tahanan, atau ada yang disiksa ? kepada jaksa dan hakim, apakah tidak bermain mata dengan tersangka, terdakwa, sehingga hukum bisa dibeli dan diatur oleh mereka, dan sebagainya ? semua peran-peran tersebut secara detail akan dituntut tanggung-jawabnya, dan tidak ada yang luput setitikpun setiap perilaku kitta dari pengawasan dan catatan Allah. Semua anggota tubuh kita akan berbicara dan bersaksi terhadap setiap tutur kata dan langkah-langkah kita, yang bisa jadi justru kita yang lupa dengan apa-apa yang pernah kita katakan dan perbuat.
Orang-orang yang murokobah dan wara’ lebih memilih siksa Allah ditimpakan kepada mereka di dunia, dari pada ditunda kelak di akherat. Di dunia masih bisa minta tolong kanan-kiri, tetapi di akherat, tiada siapapun juga yang mampu menolong kita kecuali amal-amal kita sendiri.
Sholat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasaar. Salat merupakan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Kemalasan dan keengganan melaksanakan salat disamping sebagai tanda-tanda kemunafikan, dan semakin lunturnya imannya seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik salat merupakan faktor utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat melalaikan mendirikan salat.
Sholat yang dimaksudkan untuk senantiasa memelihara hubungan yang akrab dan erat dengan Allah baik siang maupun malam, dan selalu condong pada kemuliaan. Akan berubah aplikasnya, manakala kita melalikan solat. Seseorang akan semakin jauh dari kemuliaan dan kesalehan sampai akhirnya hubungan batinnya dengan Tuhan rusaj sama sekali.
Perlahan-lahan ia membuat permusuhan dengan kebenaran. Ia menantang segala sesuatu yang baik dan benar di dunia. Kepatuhan pada nafsunya sendiri makin lama makin kuat sehingga setiap aspek dalam kehidupan moral dan sosialnya selalu diabdikan demi kepentingan dirinya sendiri.
Pada hari perhitungan kelak di akherat, mer eka akan terlempar dalam neraka saqorَ
Ketika ditanyakan mengapakamu berada di neraka sakor ? Mereka menjawab, kami dahulu adalah orang-orang yang meninggalkan sholat, kami tidak memberi makan orang miskin, kami suka membicarakan hal-hal batil, dan kami tidak mempercayai hari pembalasan, sampai datang kematian menjemputku” (al-mudatstsir: 41-43).
Baru menyadarinya ketika di alam akherat, sudah tidak berguna. Naudzu billahi mindzalik. Karenanya saking mendasarnya ibadah solat, dalam suasana menghadapi musuh sekalipun, solat tidak dapat ditinggalkan. Hal ini karena tujuan utama seorang mukmin bukanlah berperang, tapi menciptakan kondisi-kondisi dalam masyarakatdimana setiap orang dapat beribadah dan menjalankan perintah Allah tanpa ada rasa takut. Ia bahkan boleh melupakan bahaya dari musuhnya ketika ia menerima panggilan untuk solat. Karena itu, ia tidak meninggalkan salatnya walaupun dalam medan perang ketika nyawanya sendiri dalam bahaya. Periksa surat An-Nisa : 101-102.
Berkait dengan itu, Muhammad Rasul Allah juga menegaskan bahwa solat adalah tiang agama, siapa yang mendirikan solat berarti menegakkan agama Allah, dan sebaliknya siap yang meninggalkan solat berarti merusak agama Allah.
Ditambah dengan sabda beliau bahwa amal yang pertama kali akan ditanya pada yaumul hisab/hari perhitungan adalah salat. Jika salatnya baik, maka baik pula amal-amal lainnya, sebaliknya jika salatnyaa buruk, buruk pula amal-amal lainnya.
Ketika Rosulullah menjelang wafatnyapun, hal terakhir yang beliau pesankan pada ummatnya adalah agar ummat menjaga dan menegakkan solat.
Solat disamping bernilai sebagai ritual persembahan kepada Allah SWT, pada saat yang sama solat memberi makna yang substantif dalam kehidupan duniawinya, diantaranya adalah :
1. Sholat mengajarkan kebersihan, kesucian. Menghadap kepada Allah dengan persiapan yang sungguh-sungguh. Badannya bersih, suci dari najis. Demikian pula pakaian yang dikenakan adalah bersih, bersih bukan berarti baru dan mahan tapi adalah terjaganya dari noda najis. Akan nampak berseri-seri dan anggun, bukan memakai yang sak kepenaknya sebagaimana kalau mau pergi santai-santai di tempat rekreasi.
2. Sholat mengajarkan ketepatan waktu artinya membentuk sikap disiplin. Segala sesuatunya telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga semua agenda hidupnya telah tersusun, tertata. Jika bisa diselesaikan hari ini, mengapa harus besok ? Bukan sebaliknya jika bisa dibikin rumit, mengapa harus dimudahkan. Jika masyarakat bisa diajak prihatin, mengapa harus disubsidi dan sebagainya.
3. Sholat mengajarjan ketawaddu’an/rendah hati, egaliter. Siapa yang berprestasi, maka dia akan mendapatkan imbalannya yaitu sukses. Siapa yang persiapannya lebih bagus, dia akan duduk di shof terdepan, dan sebaliknya yang terlambat atau ketinggalan akan menempati di shof belakang. Rendah hati, tidak menilai diri sendiri lebih bagus, lebih terhormat, lebih populer, lebih kaya, lebih alim dan lebih-lebih yang lain, melainkan adalah justru hendak mendahulukan orang lain, karena dia merasa, dan merasa sungguh-sungguh bahwa yang diperbuatnya adalah masih belum seberapa dibading dengan kemampuan yang dimilikinya. Orang rendah hati, selalu menjinakkan sifat-sifat jelek yang melilit manusia seperti iri dengki, hasud, merasa mempunyai nilai lebih dan sebagainya.
4. Sholat mengajarkan keikhlas an dalam berkarya. Semua kreasi dan aktivitasnya semata-mata hanya dipersembahkan kepada Tuhannya. Tidak butuh pujian dan sanjungan, karena semua itu adalah milik Allah semata.
5. Sholat mengajarkan keteraturan, ketertiban. Hal ini tercermin dari mengikuti norma-norma sholat yang sudah terstruktur. Ini bermakna bahwa sikap hidup orang yang sholat adalah bukan main trabas, main lompat-melompat yang merugikan pihak lain. Tetapi adalah mengikuti standart baku yang telah ditentukan yaitu tertib dan teratur.
6. Mengajarkan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Ucapan salam ke kanan dan kekiri adalah diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi saling hubungan yang serasi dan harmonis, tidak ada percekcokan di antara mereka. Bukan justru sebaliknya membuat kebijakan yang semakin membuat masyarakat sedih, meradang dan pilu hatinya. Orang yang salatnya baik, tidak akan pernah mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang jelek. Orang yang salatnya baik akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga. Orang yang salatnya baik akan menghormati tamunya dengan penuh perhatian. Orang yang salatnya baik akan bertindak dan bertaaruf secara santun dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang salatnya bagus bukan sekedar membekas hitam di keningnya, lebih dari itu adalah bagaimana mengimplementasikan kasih sayangnya kepada lingkungannya (rohmatun lilalamin). Orang yang salatnya baik justru dituntut lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang solat, hanya mengelompok, menyendiri dan mengexklusifkan diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan menafikan dan terkesan merendahkan pihak lain. Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan yang lain. Intinya orang yang sholatnya baik ad alah tercermin dalam amal salehnya di luar sholat.
Akhirnya marilah kita memohon kemurahan kepada Allah semoga sholat kita, kekhusu’annya bisa mendekati solatnya para sahabat was sholihin.
Kita juga perlu memohon semoga pemimpin-pemimpin kita sholatnya semakin baik, sehingga out put kebijakannya bisa menyejukkan dan menentraman masyarakat, bukan seperti yang kita saksikan. Masih belum terlambat, meski duka, derita dan nestapa terus mengiringi sebagian saudara kita. Semoga Allah be rkenan mengingatkan pemegang amanat negeri ini.
Terkait dengan kekhusu’an tersebut Saytidina Ali bin Abi Tholib RA. Pernah kena anak panah yang menancap di kakinya. Beliau memintya kepada sahabatnya untuk menariknya keluar pada saat ia melaks anakan salat dua rakaat. Hal tersebut dilakukan oleh sahabatnya yaitu anak panah ditarik keluar dari betisnya, namun beliau meneruskan salatnya tanpa merasakan sakit sedikitpun.
Hal ini menggambarkan betapa sholat yang dilakukan dengan penuh kekhusu’an, menjadikan dirinya nyaman dan bahagia pada puncak-puncak kenikmatan dalam pelukan d an kasih sayang Allah melebihi obat bius yang menidurkan dan menjinakkan rasa sakit.
Semoga sholat kita memberi dasar/motivasi yang dahsyat dalam kehidupan sosial kita sehingga kehadiran kita dikomunitas apapun, benar-benar menjadi rohmatan lilalamin sebagai wujud atau buah ibadah sholat. Yhakinlah saudaraku bahwa sholat yang khusu’ adalah kunci pintu sukses dalam meraih kemaslahatan kehidupan duniawi sekaligus ukhrowi. Dan sebaliknya porak poranda dan kehancuran ummat akan segera tampak, manakala sholat hanya diletakkan sebagai pelengkap hidup, apalagi ditinggalkan.

CARA MENUMBUHKAN EMPATI

Kita membutuhkan dua kaca sekaligus, yaitu kaca cermin dan kaca jendela. "Kaca Cermin" menggambarkan sikap egosentris, melihat persoalan hanya dari sudut pandang diri sendiri. Sedangkan "Kaca Jendela" merupakan cara mengetahui dan melihat kepentingan orang lain, di samping diri sendiri. Kita harus mengangkat sebagian kaca cermin dan menggantinya dengan kaca jendela. Melalui kaca jendela, seseorang tidak lagi melihat dirinya sendiri, tetapi mereka juga melihat orang lain di sekitarnya dengan berbagai kebutuhannya. Mengubah kaca cermin dengan kaca jendela adalah langkah penting agar perhatian seseorang tidak hanya tertuju ke dalam (self centered), melainkan tertuju ke luar kepada orang lain sehingga ia mudah merasa iba kepada orang lain (extra centered sensitivity).

Khalifah Umar bin Khattab merupakan salah satu tipe orang yang berusaha mengerti kondisi rakyat yang dipimpinnya. Disebutkan ia kerap memasuki pelosok-pelosok kampung yang termasuk wilayah kekuasaannya. Ini dilakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Ia pun mengangkut sendiri karung berisi gandum untuk diberikan pada wanita tua yang mempunyai anak-anak yatim. Umar melihat wanita itu memasak batu untuk menenangkan anaknya yang menangis karena lapar. Umar bahkan pernah berujar, "Saya khawatir dimintai tanggung jawab di akhirat, jika ada seekor keledai mati di Syam karena kekeringan." Itulah jangkauan empati dan kepedulian Umar bin Khattab ra.
Begitulah empati. Empati sering juga disebut dengan kepedulian. Yakni kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan orang lain, kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Peduli atau empati tak berhenti sampai di situ, tapi dilanjutkan dalam tahap menanggapi dan melakukan perbuatan yang diperlukan orang lain. Persis sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Jalinan kasih sayang antara kaum muslimin ibarat satu tubuh. Bila ada satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh lainnya akan merasakan hal yang sama." (HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk dapat bersikap peka dan peduli dibutuhkan tingkat kematangan kepribadian tertentu. Para pakar ilmu komunikasi dan pendidikan menilai bahwa kepedulian atau empati merupakan kata kunci dalam tahap akhir kecerdasan emosional. Sebabnya antara lain, karena untuk berempati kita harus mampu mengobservasi dan melibatkan banyak panca indera.
Ada dua modal dasar yang harus dimiliki oleh seseorang agar memiliki empati. Psikolog Michael Nichols dari Albany Medical College menyebutkan, dua modal itu adalah "mengerti dan menerima". Pengertian dan penerimaan sangat penting bila seseorang ingin menunjukkan kepeduliannya. Mengerti apa yang dirasakan orang lain, dapat melihat masalah dari sudut pandang mereka dan menerima keadaan itu.
Ada beberapa langkah praktis agar kita bisa belajar menanamkan rasa empati dan peduli:
Pertama, kenali perasaan sendiri.
Prosesnya adalah dengan meraba dan menghayati berbagai perasaan yang berkembang dalam diri seperti sedih, gembira, kecewa, bangga, terharu dan sebagainya. Mengenali perasaan sendiri merupakan bagian dari tuntutan kecerdasan emosi. Orang yang mengenali perasaan diri, biasanya mampu mengendalikan emosinya, sehingga ia tidak melakukan tindakan gegabah saat mendapati kenyataan di luar dirinya yang berbeda dengan keinginannya.
Kedua, sediakan waktu menyendiri untuk berpikir apa yang telah terjadi.
Ini sebenarnya termasuk proses pengenalan dan pengendalian emosi. Karena biasanya orang sulit mempunyai gambaran jernih terhadap suatu persoalan dalam kondisi emosi yang bermacam-macam. Pasangan suami isteri umumnya merasa lebih empati satu sama lain ketika mereka sendirian dan memikirkan pasangan mereka. Rasa bersalah biasanya muncul saat mengemudikan mobil seorang diri ke tempat kerja, di masjid saat tafakkur, menjelang tidur, saat shalat malam dan sebagainya. Dalam waktu-waktu tersebut, seseorang mempunyai waktu untuk memikirkan kembali berbagai masalah yang ia alami. Selanjutnya, memulai yang lebih baik dengan memperbaiki terlebih dulu dirinya, sebelum menuntut orang lain berlaku baik kepadanya.
Ketiga, cobalah memandang masalah dari sudut pandang orang lain.
Empati adalah ketika kita dapat merasakan, apa yang orang lain rasakan dan juga dapat melihat masalah dari sudut pandang mereka. Masukilah dunia mereka dan cobalah memandang masalah dari sisi tersebut. Dengan demikian, pihak lain tidak saja hanya merasa dimengerti tapi ia merasa lebih disukai. Dalam hal ini, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan hendaknya seseorang memberi 70 alasan udzur atas kesalahan yang dilakukan oleh saudaranya. Artinya, seseorang diminta untuk berusaha sebanyak mungkin memandang sesuatu yang tak mengenakkan itu dari sudut pandang pelakunya. "Bila engkau tetap tidak menerima 70 alasan tersebut, katakanlah pada dirimu: "Kasar sekali engkau, 70 alasan telah diajukan oleh saudaramu, tapi engkau tetap tidak menerimanya. Engkaulah yang bersalah, bukan saudaramu…" (Raudhatul Muhibbin, 11470). Dengan memahami sikap ini, memaksakan kehendak bisa dihindari. Banyak kekacauan muncul, karena adanya pemaksaan kehendak dan kurangnya upaya memahami.
Keempat, jadilah pendengar yang baik.
Kita lebih mudah merasa empati, memahami perasaan orang lain dan menempatkan diri dalam keadaan orang lain, kalau kita dapat mendengar apa yang dialami orang tersebut. Tidak hanya kemampuan mendengarkan secara seksama, tapi juga membaca isyarat-isyarat non verbal. Sebab, seringkali bahasa tubuh dan tekanan suara lebih efektif menggambarkan perasaan ketimbang kata-kata. Orang tua misalnya, harus mampu meningkatkan kemampuan "mendengarkan" suara hati anak-anaknya. Anak-anak pun harus belajar "mendengarkan" lingkungannya, agar ia bisa terampil dalam kehidupan sosial. Anjuran mendengarkan berarti mengajak kita membuka pintu komunikasi dengan berbagai obyek. Informasi yang diterima dari banyaknya komunikasi itulah yang akan menjadikan kita bisa memahami dan mengerti.
Kelima, biasakan menghayati fenomena berbagai hal yang kita jumpai.
Misalnya, saat kita melihat seorang tunanetra di tengah keramaian, nyatakan dalam hati betapa sulitnya orang itu memenuhi kebutuhannya. Langkah ini biasanya berlanjut dengan kesanggupan menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Ketika mendapati anak-anak yang mengamen di jalanan hingga larut malam, misalnya. Katakanlah pada diri sendiri, bagaimana jika mereka itu adalah anak-anak kita. Jika menyaksikan himpitan rumah gubuk di pinggiran rel kereta, bayangkanlah bila keadaan itu dialami oleh keluarga kita. Dan seterusnya. Setiap muslim harus memiliki sikap seperti ini. Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang tidak peduli dengan nasib urusan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan kaum muslimin, " (HR Thabrani).
Keenam, berlatih mengatur dan mengatasi gejolak emosi dalam menghadapi reaksi positif maupun negatif.
Di sekitar kita, banyak peristiwa yang bisa menyulut gejolak emosi. Di rumah, seorang suami bisa saja menemui segala macam hal yang berantakan. Seorang istri mendapati suaminya tak banyak memberi nafkah. Di jalanan seorang sopir bisa menemui banyak peristiwa yang memanaskan. Dalam segala kondisi, berupaya mengendalikan emosi merupakan perjuangan berat, tapi itu perlu.
Rasulullah adalah pribadi yang sangat lembut dan empati terhadap isterinya. Saat Aisyah ra jatuh sakit akibat beredarnya kabar bohong (haditsul ifki) yang menuduhnya berselingkuh, Rasulullah saw menyempatkan diri menjenguk Aisyah di rumah orang tuanya, Abu Bakar ra. Di sana Rasul menenangkan Aisyah. Sementara itu, Utsman ra lebih dulu merawat isterinya Ruqayyah yang jatuh sakit, meski saat itu ia sangat menggebu untuk terlibat di medan jihad.
Ketujuh, latihan berkorban untuk kepentingan orang lain.
Sebuah studi di Harvard University, Amerika Serikat, menunjukkan adanya keterkaitan yang jelas antara besarnya tanggung jawab seorang anak, dengan kecenderungan bersedia mementingkan orang lain. Empati sangat berhubungan dengan kesediaan berbuat baik (altruisme). Empati yang tinggi memperbesar kesediaan untuk menolong, untuk berbagi dan berkorban demi kesejahteraan orang lain. Kesanggupan untuk berempati sendiri adalah kesanggupan yang ada pada tiap orang. Islam juga menganjurkan orang yang memasak sayuran memperbanyak kuahnya untuk diberikan pada tetangga. Biasakan mensyukuri nikmat Allah, apapun bentuknya, dengan memberi sebagian dari apa yang kita miliki untuk orang lain, terutama yang membutuhkan.

Bagaimana Rasulullah Mengobati Penyakit Masyarakat

Oleh : Akhmad Asikin Musthofa,S.Ag
Sudah menjadi fitrah manusia itu ia ingin hidup aman damai. Begitu juga fitrah manusia itu, dia tidak mau berlakunya krisis, kemungkaran, pemerkosaan dan segala penyakit masyarakat.
Andaikata kalau dia seorang pemimpin, dia mau orang yang dipimpin itu meletakkan ketaatan kepadanya. Begitu juga kalau dia seorang yang dipimpin, dia mau pemimpinnya meletakkan keadilan kepadanya. Andaikata kalau dia seorang ayah, dia mau anak-anaknya memberikan ketaatan dan kepatuhan kepadanya. Begitu juga kalau dia seorang anak, dia mau ibu dan ayahnya meletakkan kasih sayang kepadanya. Begitu jugalah suami kepada isterinya, dan isteri kepada suami. Andaikata seorang pemimpin, ibu, ayah, guru, suami, isteri dapat meletakkan diri pada tempat masing-masing. Begitu juga seorang rakyat, anak murid, dapat meletakkan diri pada tempat masing-masing, maka tidak akan terjadi pergaduhan, pertengkaran diatas muka bumi ini.
Tapi kalau kita lihat, apa yang terjadi adalah sebaliknya. Firman Allah yang artinya:
"Telah berlaku kerusakan di daratan dan di lautan akibat dari tangan-tangan manusia" [Q.S Ar-Rum : 41]
Hal ini terjadi bila pemimpin tidak dapat memberi keadilan, terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Begitu juga orang yang dipimpinnya tidak dapat memberikan ketaatan kepadanya. Ibu ayah juga tidak dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya, begitu juga anak-anak tidak dapat memberikan ketaatan terhadap ibu dan ayahnya. Begitu juga guru terhadap murid dan murid terhadap gurunya, suami terhadap isterinya dan isteri kepada suaminya.
Sebab itu dapat kita lihat berbagai-bagai masalah timbul dari sekecil-kecil masalah hinggalah ke sebesar-besar masalah. Dari rumah tangga, hinggalah ke negara-negara yang hebat pemimpinnya. Telah berbagai cara dan jalan dicari untuk menyelesaikan masalah. Ada yang mengatakan :

1. Kekayaan dapat menyelesaikan masalah ini. Maka merekapun berusaha bersungguh-sungguh mendapatkannya, tetapi tidak juga dapat menyelesaikan masalah ini.
2. Ada pula yang mengatakan kepandaian dan ilmu pengetahuan akan dapat menyelesaikan masalah ini. Maka merekapun berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya, tetapi juga tidak berhasil untuk menyelesaikan masalah ini, bahkan bertambah rumit lagi.
3. Ada juga yang mengatakan pangkat dan darjat dapat menyelesaikan masalah ini, tetapi ini juga tidak berhasil menyelesaikan masalah yang melanda masyarakat, bahkan bertambah parah dan rumit lagi.
Jadi jalan yang paling mudah untuk kita selesaikan masalah ini haruslah kita kembalikan kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Al Qur'an dan Sunnah dapat membeirkan jawaban yang tepat, ,dari manakah akar dari masalah-masalah tersebut.
Firman Allah SWT yang artinya :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum itu, selagi ia tidak mengubah yang ada di dalam hatinya" [Q.S Ar-Rad : 11]
Hadits Rasulullah SAW yang artinya :
"Di dalam diri manusia itu ada seketul daging. Jika baik daging itu maka baiklah jasadnya. Jika rusak daging itu, maka rusaklah jasadnya. Ketahuilah itu adalah hati."
Dapat kita lihat dari Al Qur'an dan Hadits tadi setiap penyakit yang timbul pada diri manusia itu, adalah berawal dari hati. Hati yang sakit (jahat) akan mendorong mata, kaki, tangan berbuat jahat. Maka lahirlah masyarakat yang jahat, seperti merampok, membunuh, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
Penyakit masyarakat ini dapat diibaratkan sebagai sebatang pokok yang mengeluarkan buah yang beracun. Buah yang beracun itu disebabkan pohon yang beracun. Jadi untuk menghilangkan buah yang beracun itu hendaklah ditebang pohon itu terlebih dahulu. Bukan buang buah saja. Sebab kalau yang dibuang buahnya saja, sepuluh buah yang kita buang akan tumbuh pula sepululh pohon yang beracun. Begitulah seterusnya.
Oleh itu untuk panduan yang lebih jelas lagi, kita lihat bagaimana Rasulullah dapat mengobat penyakit masyarakat ketika itu hingga menjadikan orang miskin sabar dan redha dalam kemiskinan dan orang kaya pemurah. Seperti Abu Hurairah yang menjadi ketua dari puluhan fakir miskin yang tinggal di Serambi Masjid Madinah. Sayidatina Fatimah, seorang wanita miskin walaupun anak Rasulullah dan menikah pula dengan Sayidina Ali yang begitu miskin lagi pejuang pula. Kemudian perpecahan diantara satu golongan dapat disatukan seperti Muhajirin dan Anshar. Baginda Rasulullah SAW dapat mendidik masyarakat jahiliah kepada kenal dan cinta kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW saat itu diutus sebagai Pembawa Rahmat kepada sekalian alam. Firman Allah yang artinya :
"Dan tidak diutuskan kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat pada sekalian alam"
[Q.S. Al Anbiya : 107]
Dengan keberkatan dan ketabahan Rasulullah SAW itu, Baginda dapat mengembalikan masyarakat kepada kebenaran.


Krisis Masyarakat di Zaman sebelum Rasulullah
Sebelum dibahas tentang bagaimanakah Rasulullah mengobati penyakit masyarakat jahiliah di zamannya, terlebih dahulu kita mengetahui akan apakah penyakit masyarakat yang mewabah ketika itu. Sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, masyarakat tertimpa berbagai macam krisis dan penyakit jiwa. Diantara penyakit yang menimpa masyarakat :
" Sangat memuja berhala. Hati masyarakat begitu melekat kepada berhala.
" Terlalu ketagihan dengan arak/alkohol.
" Terlalu suka dengan riba. Bunga tinggi, tak sanggup bayar, jadi hamba.
" Wujudnya dua empayar besar yaitu Rome dan Parsi yang menindas negara-negara lemah.
" Pelacuran amat leluasa merebak di tengah masyarakat.
" Akhlak kaum wanita ketika itu amat rendah.
" Manusia terlalu bakhil, terlalu gila harta sehingga harta orang hendak dijadikan harta dia.
" Perpecahan menjadi-jadi. Terjadi peperangan. Kadang peperangan besar hanya disebabkan hal kecil.
Cara Rasulullah Menyelesaikan Krisis
Rasulullah hanya tanamkan 3 pil saja pada diri masyarakat Jahiliah ketika itu.
Pertama, Rasulullah menanam kembali rasa tauhid kedalam hati masyarakat sehingga manusia terasa akan kebesaran Tuhan, kasih sayang, kehebatan dan keperkasaan Tuhan.
Kedua, Rasulullah menanamkan kembali cinta kepada Akhirat. Beliau memperkatakan tentang Syurga dan Neraka.
"Akhirat itu adalah lebih utama, lebih baik daripada dunia." (Q.S. Ad Dhuha : 4)
"Akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal" (Q.S. Al A'la : 17)
Lahirlah manusia yang jiwanya terpaut dengan Akhirat. Akhirnya bukan saja harta dihabiskan untuk Akhirat bahkan nyawa sendiri dikorbankan. Mereka mau cepat-cepat kembali ke Akhirat. Mereka mau mati syahid menjadi para syuhada.
Ketiga, Rasulullah menanam semangat dan perasaan cinta akan sesama manusia terutamanya umat Islam untuk mengikis penyakit terlalu cinta diri sendiri, keluarga atau kawan-kawan sendiri.
"Tidak sempurna iman seseorang dari kamu sehingga dia mencintai diri saudara-saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri"
"Sebaik-baik manusia ialah manusia yang banyak berkhidmat kepada manusia yang lain"
"Barang siapa yang menunaikan hajat saudara lain, Tuhan akan tunaikan padanya 70 hajat"
Terjalin perasaan ghairah apabila menolong orang lain. Lahir perasaan kasih sayang pada orang lain. Mereka dapat merasakan nasib orang lain seperti nasib mereka sendiri, kesenangan orang lain seperti kesenangan sendiri, kesusahan orang lain seperti kesusahan sendiri, darah orang lain seperti darah sendiri, nyawa orang lain seperti nyawa sendiri.
Dengan 3 pil inilah Rasulullah dapat mendidik manusia-manusia Jahiliyah ketika itu hinggakan Allah telah memuji Rasulullah dan generasi ketika itu. Firman Allah yang artinya :
"Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia yang mengajak kepada Ma'ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah"
[Q.S. Ali Imran : 110]
Hadits Rasulullah SAW yang artinya :
"Sahabat-sahabatku adalah seperti bintang-bintang di langit. Jika diikuti diantara mereka niscaya kamu akan mendapat petunjuk"

MENCARI KETENANGAN JIWA

Berbagai cara dan bentuk usaha manusia dalam mencari ketenangan jiwa. Ada antara mereka yang mencari ketenangan jiwa itu dengan melancong, makan angin, bersukan, merekaseni melukis dan sebagainya.
Ada pula sebilangan orang mendapat kelapangan hati dan terhibur dengan cara bergaul dengan manusia, berinteraksi sesama mereka serta melihat keindahan alam. Ada juga yang mencari ketenangan jiwa itu dengan beribadat seperti membaca Al-Qur‘an, berzikir, bersembahyang dan sebagainya.
Tanpa ketenangan jiwa manusia akan menghadapi banyak risiko bahkan ia akan mendatangkan penyakit jiwa seperti rungsing, resah gelisah dan yang lebih parah lagi kemungkinan besar boleh menyebabkan seseorang itu tidak dapat membuat pertimbangan.
Dalam mencari ketenangan jiwa seseorang itu hendaklah berpandukan syarak supaya ia jangan terbabas. Ketenangan jika dengan melalui permainan, bersuka ria, dengan lagu-lagu, muzik, tari menari, berpesta karaoke atau seumpamanya hanyalah bersifat sementara, bahkan akibatnya akan bertambah-tambah parah. Hanya masa sahaja yang akan menentukannya.
Sudah menjadi fitrah manusia suka berhibur dengan kesenangan dunia seperti bersenang-senang dengan kemewahan, harta benda, anak pinak, bermain, makan minum, pakai dan sebagainya. Bahkan kehidupan dunia juga merupakan pentas permainan dan hiburan bagi manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :
“Dan tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan”.(Surah Al-An‘am: 32)
FirmanNya lagi yang tafsirnya :
“Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaanNya dan rahmatNya, bahawa Dia menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki) isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikanNya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan”.(Surah Al-Ruum: 21)
Dengan adanya ketenangan jiwa akan memudahkan seseorang itu mengingati Allah dan melakukan ibadat kepadaNya kerana tujuan asal manusia itu diciptakan ialah untuk sentiasa menyembah Allah Subahanahu wa Ta‘ala. Hal ini ditegaskan oleh Allah Subahanahu wa Ta‘ala dalam Al-Qur‘an yang tafsirnya :
“Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadat kepadaKu”(Surah Al-Zariat: 56)
Sebagai orang Islam kita hendaklah memahami jalan-jalan yang mesti diikuti dalam mencari hiburan. Al-Qur‘an ada megingatkan kita bahawa orang yang mengutamakan perkara-perkara yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan, yang menyesatkan dirinya dan menyesatkan orang lain akan mendapat azab yang menghinakan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :
“Dan ada di antara manusia: orang yang memilih serta membelanjakan hartanya kepada cerita-cerita dan perkara-perkara hiburan yang melalaikan; yang berakibat menyesatkan (dirinya dan orang ramai) dari agama Allah dengan tidak berdasarkan sebarang pengetahuan; dan ada pula orang yang menjadikan agama Allah itu sebagai ejek-ejekan; merekalah orang-orang yang akan beroleh azab yang menghinakan”.(Surah Luqman: 6)
Sifat suka kepada hiburan atau permainan yang melalaikan itu adalah antara paradigma orang bukan Islam. Ini digambarkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :
“(Orang-orang kafir itu ialah) orang-orang yang menjadikan perkara-perkara ugama mereka sebagai hiburan yang melalaikan dan permainan, dan orang-orang yang telah terpedaya dengan kehidupan dunia (segala kemewahannya dan kelazatannya)”.(Surah Al-A‘raf: 51)
Orang bukan Islam itu lebih menyukai hiburan dunia yang bertapak semata-mata pada nafsu kerana dunia adalah matlamat hidup mereka seperti juga yang digambarkan oleh Al-Qur‘an yang tafsirnya :
“Dan tentulah mereka akan berkata pula: “Tiadalah hidup yang lain selain dari hidup kita di dunia ini, dan tiadalah kita akan dibangkitkan semula sesudah kita mati”.”(Surah Al-An‘am: 29)
Sifat hiburan yang mereka sukai itu bukan sahaja melalaikan dan mempesonakan, bahkan lebih banyak membawa kepada perkara-perkara maksiat dan mungkar yang terang-terang menentang kehendak hukum syarak. Apa yang lebih menyedihkan hiburan sedemikian turut menjadi ikutan dan sajian orang-orang Islam yang sepatutnya menolak segala unsur-unsur mungkar dan maksiat itu. Mereka turut terkeliru dengan pujuk rayu orang-orang yang bukan Islam yang mempamerkan hiburan-hiburan palsu sebagai jalan untuk menenangkan jiwa. Namun ketenangan itu cuma seketika, selepas itu kesusahan akan datang kerana ia bertunjangkan fantasi, angan-angan dan khayalan semata.
Inilah persepsi yang difahami oleh sebahagian masyarakat sekarang. Sedangkan maksud hiburan itu sendiri lebih luas .


HIBURAN YANG DIANJURKAN ISLAM
Hiburan sejati ialah hiburan yang bertapak di hati. Ia boleh membawa hati yang tenang. Syarat bagi ketenangan hati itu ialah dengan mengisi keperluan asasinya iaitu iman. Firman Allah Subhanahu wa ta‘ala dalam Al-Qur‘an yang tafsirnya :
“Orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikir kepada Allah. Ketahuilah! Dengan zikir kepada Allah itu, tenang tenteramlah hati manusia”.(Surah Al-Ra‘ad: 28)
Oleh itu orang yang beriman akan mendapat hiburan dengan cara berhubung dengan Allah dengan melaksanakan perintah, kewajipan, melakukan perkara-perkara yang disunatkan seperti zikir, puasa, sedekah dan lain-lain seumpamanya, berinteraksi dengan alam ciptaan Allah, dan menerima segala ketentuan daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Apabila melaksanakan perintah Allah, mereka terhibur kerana merasakan perintah itu datang daripada kekasihnya. Kalau yang menyuruh itu kekasih, tidak ada yang disusahkan bahkan kegembiraan yang akhirnya membawa ketenangan. Mereka rasa seronok dan terhibur dengan ibadah tersebut.
Orang mukmin juga rasa terhibur dengan warna kehidupan yang dicorakkan oleh Allah. Hatinya sentiasa bersangka baik dengan Allah, membuatkannya tidak pernah resah. Apabila diberi nikmat mereka rasa terhibur, lalu bersyukur. Diberi kesusahan, mereka terhibur, lalu bersabar. Mereka yakin dengan firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :
“(Katakanlah wahai orang-orang yang beriman: “Ugama Islam yang kami telah sebati dengannya ialah): Celupan Allah (yang mencorakkan seluruh kehidupan kami dengan corak Islam); dan siapakah yang lebih baik celupannya selain daripada Allah? (Kami tetap percayakan Allah) dan kepadaNyalah kami beribadat”.(Surah Al-Baqarah: 138)
Orang yang beriman juga akan terhibur apabila melihat alam ciptaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Mereka merasa tenang, bahagia dan gembira melihat pantai, bukit bukau, langit, laut dan sebagainya. Melihat, mendengar dan berfikir tentang keindahan itu sudah cukup bagi mereka merasai keindahan alam dan kebesaran penciptaNya. Sifat sedemikian merupakan sifat orang-orang yang bertaqwa iaitu orang yang berusaha memelihara dirinya daripada menyalahi hukum dan undang-undang Allah Ta‘ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala tafsirnya :
“Sesungguhnya pertukaran malam dan siang silih berganti, dan pada segala yang dijadikan oleh Allah di langit dan di bumi, ada tanda-tanda (yang menunjukkan undang-undang dan peraturan Allah) kepada kaum yang mahu bertaqwa”.(Surah Yunus: 6)
Selain itu mereka ini dapat menghayati maksud sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya:
“Sesungguhnya Allah itu indah. Dia suka keindahan”.(Hadis riwayat Muslim )
Islam tidak menolak hiburan dari luar selama hiburan luar itu boleh menyumbang dan menyuburkan lagi hiburan dalaman hati dengan syarat ia mematuhi syariat. Alunan ayat suci Al-Qur‘an, selawat yang memuji Nabi, lagu yang menyuburkan semangat jihad, puisi atau syair yang menghaluskan rasa kehambaan kepada Tuhan, pasti akan menyuburkan lagi iman mereka. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya:
“Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu kitab suci Al-Qur‘an yang bersamaan isi kandungannya antara satu dengan yang lain (tentang benarnya dan indahnya), yang berulang-ulang (keterangannya, dengan berbagai cara); yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah”.(Surah Al-Zumar: 23)
FirmanNya lagi yang tafsirnya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gementerlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menjadikan mereka bertambah iman, dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah”.(Surah Al-Anfaal: 2)
Dan firmanNya lagi yang tafsirnya :
“Iaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gerun gementarlah hati mereka, dan orang-orang yang sabar terhadap kesusahan yang menimpa mereka, dan orang-orang yang mendirikan sembahyang, serta orang-orang yang mendermakan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepadanya”.(Surah Al-Hajj: 35)
Semua ibadat jika dilaksanakan dengan penuh perhatian, pasti akan memberi ketenangan jiwa, lihat sahaja ibadat sembahyang, sekalipun merupakan suatu kewajipan orang Islam, ia juga suatu hiburan yang kekal yang menjadikan hati orang yang beriman dan bertaqwa itu terhibur dengan sembahyang kerana mereka terasa sedang berbisik-bisik, bermesra, mengadu dan merintih dengan kekasih hatinya iaitu Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahawa dengan sembahyang, hati orang beriman dan bertaqwa sudah terhibur, Baginda bersabda yang maksudnya :
“Di antara kesenangan dunia yang aku sukai ialah wanita, wangi-wangian dan penenang hatiku adalah sembahyang”.(Hadis riwayat Al-Nasa‘ei)
Dari apa yang telah dibicarakan di atas, jelas kepada kita bahawa Islam tidak melarang umatnya untuk berhibur asalkan tidak menjejaskan kewajipan dan jauh dari segala perkara maksiat dan mungkar. Hiburan yang dilarang oleh agama Islam itu ialah segala bentuk hiburan yang melalaikan atau merugikan, apa lagi hiburan yang menjejaskan kewajipan seorang Islam. Nyanyian, karaoke, tari menari, lebih-lebih lagi tari menari yang yang bercampur lelaki dan perempuan, konsert-konsert nyanyian sekalipun atas nama “amal” tidak akan menghalang hakikatnya sebagai kegiatan yang bertentangan dengan syarak atau konsert nyanyian yang ada sekarang lebih banyak menjurus kepada tidak diredhai oleh Allah. Tujuan amal adalah kata-kata berselindung, seperti berselindung racun di sebalik makanan yang enak, akhirnya akan membunuh orang yang memakannya. Hal sedemikian telah digambarkan oleh Al-Qur‘an yang tafsirnya:
“Maka (fikirkanlah) adakah orang yang diperelokkan kepadanya amal buruknya (oleh syaitan) lalu dia memandangnya dan mempercayainya baik, (bolehkah disifatkan sebagai orang yang menjalankan peraturan yang ditetapkan Allah untuk memberi hidayah kepadanya, atau sebaliknya?)
Kerana sesungguhnya Allah menyesatkan sesiapa yang dikehendakiNya, dan Ia juga memberi hidayah petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya”.(Surah Faatir: 8.)
Apabila di dalamnya bercampur perkara-perkara mungkar atau maksiat maka sesuatu yang haram itu tidak akan menjadi halal hanya sekadar diselubungi dengan tujuan yang baik atau kerana cita-cita itu murni. Dalam kaedah fiqh juga menjelaskan yang maksudnya:
“Di dalam umat ini akan terjadi peristiwa di telan bumi, berubah rupa bentuk dan dilempar dengan batu, Seorang lelaki daripada kalangan kaum muslimin bertanya: “Wahai Rasulullah, bilakah terjadi peristiwa itu?” Baginda bersabda menjawab: “Apabila telah muncul penyanyi-penyanyi perempuan dan alat-alat muzik yang ditiup dan berbagai jenis minuman arak”.(Hadis riwayat Al-Tirmizi)
Ibnu Hajar dalam kitabnya Al-Zawajir telah menjelaskan bahawa orang-orang yang duduk bersama-sama orang minum arak, orang fasik dan duduk dengan ahli hiburan yang haram (seperti majlis tari menari walaupun dengan isteri sendiri), sedangkan dia berkuasa untuk menegah perkara-perkara tersebut atau berkuasa meninggalkan majlis itu adalah suatu dosa besar.
Menurut Imam Al-Qurtubi pula, sentiasa mendengar nyanyian juga boleh menyebabkan sifat bodoh dan tertolak persaksiannya (syahadah), dan yang lebih ditakuti lagi ialah menyebabkan nifaq, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya: “Nyanyian itu menumbuhkan sifat nifaq (munafiq) dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran”.(Hadis riwayat Al-Baihaqi)Dari itu ingatlah bahawa kehidupan dunia itu hanyalah sementara dan sebagai jalan untuk menuju kebahagiaan di akhirat. Kita perlu sentiasa waspada dan ingat bahawa Allah Subhanahu wa Ta‘ala menyediakan azab bagi orang-orang yang mengutamakan kehidupan dunia semata-mata tanpa menghiraukan larangan-larangan Allah dan RasulNya bahkan lalai dan leka oleh perkara-perkara mungkar dan maksiat. Ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam firmanNya yang tafsirnya:
“Ketahuilah bahawa (yang dikatakan) kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah (bawaan hidup yang berupa semata-mata permainan dan hiburan (yang melalaikan) serta perhiasan, juga (bawaan hidup yang bertujuan) bermegah di antara kamu (dengankelebihan, kekuatan dan bangsa keturunan) serta berlumba-lumba membanyakkan hartabenda dan anak pinak; (semuanya itu terhad waktunya) samalah seperti hujan yang (menumbuhkan tanaman yang menghijau subur) menjadikan penanamnya suka dan tertarik hati kepada kesuburannya, kemudian tanaman itu bergerak segar (ke suatu masa yang tertentu), selepas itu engkau melihatnya berupa kuning; akhirnya ia menjadi hancur berkecai; dan (hendaklah diketahui lagi, bahawa) di akhirat ada azab yang berat (disediakan bagi golongan yang hanya mengutamakan kehidupan dunia), dan (ada pula) keampunan besar serta keredaan dari Allah (disediakan bagi orang-orang yang mengutamakan akhirat). Dan (ingatlah, bahawa) kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang-orang yang terpedaya”.(Surah Al-Hadid: 20)
Allah Subhanahu wa Ta‘ala juga mengkhabarkan, apabila umat Islam tidak berpandukan syarak dalam menjalankan segala urusan dunia dan akhiratnya, kadang-kadang timbul sangkaan baik mereka terhadap sesuatu amalnya, pada hal adalah sebaliknya. Jika ada suatu amalan itu mengandungi perkara-perkara yang tidak selaras dengan syarak, maka rosak binasalah segala amal usahanya yang mereka sangka baik itu, dan tidak akan mendapat sebarang harga pada hari kiamat kelak, bahkan mereka akan menerima kehinaan dan azab seksa yang seburuk-buruknya. Hal ini telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya:
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Mahukah kami khabarkan kepada kamu akan orang-orang yang rugi serugi-rugi amal perbuatannya? Iaitu orang-orang yang telah sia-sia amal usahanya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka sentiasa betul dan baik pada apa sahaja yang mereka lakukan. Merekalah orang-orang yang kufur, ingkar akan ayat-ayat Tuhan mereka dan akan pertemuan denganNya; oleh itu gugurlah amal-amal mereka; maka akibatnya kami tidak akan memberi sebarang timbangan untuk menilai amal mereka pada hari kiamat nanti. (Mereka yang bersifat) demikian, balasannya neraka Jahannam, disebabkan mereka pula kufur ingkar, dan mereka pula menjadikan ayat-ayatKu dan Rasul-rasulKu sebagai ejekan”.

MITOS MALAM PERTAMA

Oleh : AAKIN
Benarkah Malam Pertama (MP) selalu menjadi malam paling “menegangkan” bagi pengantin baru?
Tak jarang anggapan tentang MP yang dimiliki calon pengantin tergolong keliru, sehingga beredar mitos-mitos di kalangan masyarakat. Munculnya mitos ini, menurut dr. Nugroho Setiawan, Sp.And, androlog dari RS. Fatmawati Jakarta, disebabkan karena minimnya pengetahuan calon pengantin, terutama tentang seks. Berikut ini adalah mitos-mitos tentang malam pertama yang sering beredar:
1. Mitos: Selalu menyakitkan.
Pikiran ini biasanya menghantui kaum perempuan, karena ia sudah lebih dulu khawatir vaginanya tak mampu menampung penis yang besar akibat ereksi.
Fakta: Ini anggapan salah!
Hubungan seks yang pertama kali dilakukan, tak selalu menimbulkan rasa sakit bila yang bersangkutan sudah mempelajari seksualitas sebelum menikah. Rasa sakit biasanya terjadi karena respon seksual belum terjadi secara sempurna padanya. Vagina masih terlalu kencang, sehingga belum siap menerima penetrasi.
Ketika ada rangsangan, respon seksual akan muncul berupa ereksi pada pria, dan pada perempuan terjadi perlendiran serta pelunakan vagina. Bila vagina belum melunak tapi sudah dipenetrasi, akan timbul rasa sakit pada perempuan. Inilah yang menimbulkan rasa trauma. Selain itu, pemaksaan seperti ini bisa membuat mulut rahim pecah.
2. Mitos: Penentu Keberhasilan.
MP sering dianggap sebagai penentu keberhasilan dalam berhubungan seks selanjutnya. Ketika timbul kekecewaan, misalnya karena pengalaman buruk saat MP, biasanya memang memengaruhi perasaan saat hubungan seks berikutnya.
Pengalaman buruk ini antara lain, Ejakulasi Dini (ED) atau sakit yang dialami perempuan saat penetrasi. Bisa jadi, pengalaman ini akan kembali terbayang saat berhubungan seks berikutnya, sama halnya bila ternyata hubungan seks pertama itu berjalan menyenangkan.
Fakta: MP bukanlah penentu keberhasian dalam hubungan seks selanjutnya.
3. Mitos: ED selalu terjadi saat MP.
Fakta: ED tidak selalu terjadi saat MP
Menurut Nugroho, ED terjadi akibat gairah yang terlalu tinggi dan foreplay yang kurang. Padahal sebetulnya, gairah ini bisa dikendalikan. Bila pengetahuan seksualitas yang dimiliki suami tidak memadai, ED bisa saja terjadi. Ini wajar terjadi, dan bukan pertanda buruk.
4. Mitos: Sehebat adegan film biru.
Film biru banyak memberi kesan berhubungan seks yang indah, heboh, bisa penetrasi dengan foreplay singkat, atau bahkan tanpa foreplay, dan bisa penetrasi dalam waktu lama.
Fakta: Tidak selalu sehebat adegan film biru.
Belajar seks dari film biru bahkan tidak dianjurkan, karena adegan yang disuguhkan tidak runut. Itu bukan pembelajaran seks yang baik. Sebab, masing-masing pihak butuh ketenangan, belaian yang tidak terburu-buru, dan penyelesaian psikologi yang baik.
Apalagi, perempuan penuh dengan perasaan. Ada kalanya, sebelum berhubungan, sebagian perempuan ingin ngobrol dulu atau dibelai untuk merangsang dirinya. Perlu diketahui, respon seksual yang baik pada wanita harus lengkap, dan ini butuh waktu lama, yaitu sekitar 30 menit.
5. Mitos: Seks di film biru adalah ideal.
Fakta: Anggapan ini menyesatkan.
Sebab, adegan di film biru kebanyakan hanya rekaan saja. Apalagi, bila suami menganggap ukuran penis yang ideal adalah yang besar, seperti di film biru. Kebanyakan, film biru diperankan orang-orang Barat yang notabene bertubuh tinggi besar, sehingga ukuran penisnya pun lebih besar, dibanding orang Indonesia yang posturnya kecil.
Sebaiknya, sebelum menonton film biru, pengantin baru sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai seks. Sehingga, mereka lebih bijak menyikapi adegan yang disuguhkan, dan bisa memilah hal-hal yang baik.
6. Mitos: Penis besar, istri puas.
Tak sedikit suami yang merasa khawatir tidak bisa memuaskan istrinya karena memiliki penis kecil. Ia lalu menganggap, istrinya baru akan puas jika penis pasangannya berukuran besar.
Fakta: Bukan ukuran besar kecilnya penis yang bisa memuaskan pasangan.
Melainkan, kekerasan penis itu sendiri. Bila penis besar tetapi tidak bisa melakukan hubungan seks dengan baik, bukan tak mungkin justru ED terjadi.
7. Mitos: Selalu nikmat.
Sebelum menikah, banyak orang menganggap seks itu nikmat, sehingga membayangkan MP pasti akan dilewati dengan nikmat.
Fakta: Apesya, tak sedikit yang kecewa.
Keindahan yang dibayangkan tak terjadi karena mereka tak memahami seksualitas secara benar. Masyarakat Indonesia tergolong malas belajar secara otodidak, termasuk soal seks. Karena itulah, banyak pasangan yang frekuensi berhubungan intimnya makin lama makin berkurang.
Apalagi, bila suami egois karena hanya memikirkan kenikmatannya sendiri, tidak peduli perasaan pasangan. Sedangkan istri, karena merasa sakit tiap kali penetrasi, sering mencari alasan agar tidak perlu melayani suaminya.
8. Mitos: Darah perawan.
Artinya, istri dianggap masih perawan bila saat berhubungan seks pertama kali, mengeluarkan darah dari vagina. Bila tidak, dianggap sudah tak perawan.
Fakta: Mitos ini sangat menyesatkan!
Anggapan ini membuat banyak istri khawatir bila tidak mengeluarkan darah saat MP, dan bisa menimbulkan kecurigaan suami.
Padahal, ketika istri mendapatkan respon seksual yang sempurna, semua organ reproduksinya melentur. Sehingga, bukan tidak mungkin selaput dara (hymen) istri tetap utuh, bahkan sampai menjelang melahirkan.
9. Mitos: Tak puas = gagal.
Fakta: Idealnya, saat berhubungan seks kedua belah pihak bisa menikmati dirinya dan pasangannya.
Pada kenyataannya, justru lebih banyak pasangan yang gagal berhubungan seks saat MP akibat pengetahuan seksualitas yang minim. Umumnya, mereka menikmati hubungan seks yang baik justru setelah berhari-hari mencoba, yaitu 10-14 hari. Sebetulnya, hal ini tidak boleh terjadi. Tetapi, karena orang Indonesia jarang mau belajar soal seksualitas, situasi seperti ini akhirnya dianggap wajar.
10. Mitos: Menyobek selaput dara pertanda keberhasilan.
Fakta: Ini anggapan yang salah dan tidak saling berhubungan.
Belum tentu selaput dara bisa sobek saat MP. Menurut Nugroho, justru menyobek selaput dara saat MP merupakan tanda terjadinya kegagalan respon seksual pada istri. Artinya, sebetulnya istri belum terangsang sempurna saat penetrasi terjadi.
11. Mitos: Harus minum obat kuat
Fakta: Anggapan yang salah!
Obat-obatan pendukung kegiatan seksual tidak dianjurkan untuk dikonsumsi bila yang bersangkutan tidak memerlukannya. Jika saat MP suami sudah mengonsumsi obat ini, bisa jadi secara psikologis ia sebetulnya merasa tidak siap, atau tidak mampu melakukannya.
12. Mitos: Daging kambing meningkatkan gairah.
Fakta: Ini mitos yang sering tersiar di masyarakat!
Yang benar, bukan daging kambing yang membuat gairah seks meningkat, melainkan bumbu-bumbu yang berasal dari rempah-rempah yang menyertainya ketika daging kambing itu dimasak.
Setelah putus cinta, Anda masih saja terbayang-bayang wajahnya. Anda masih sangat mencintainya dan berharap dia kembali. Bagaimana dengannya? Masihkah dia mengharapkan kembali ke pelukan Anda?
Ada perasaan tidak rela ketika Si Dia mengatakan ingin berpisah dari Anda. Dengan terpaksa Anda menerima keputusannya. Namun, jauh di lubuk hati, Anda tidak menginginkan perpisahan itu. Anda masih berharap suatu hari nanti pikirannya berubah dan dia akan kembali. Anda terus menunggu dan menunggu.
Apakah penantian Anda sia-sia? Apakah dia memang mau merajut kembali benang kasih dengan Anda? Uhm, tergantung ya. Kebanyakan sih enggak. Ada beberapa alasan mengapa pria tidak kembali ke cinta lamanya.
YA YA, ENGGAK ENGGAK
Ada perbedaan yang cukup mendasar antara laki-laki dan perempuan soal komunikasi. Ketika perempuan mengatakan tidak, terkadang hatinya mengatakan ya. Begitu juga sebaliknya. Perempuan juga lebih banyak melibatkan emosi ketika bicara. Makanya, perempuan gampang mengucap kata putus.
Sedangkan komunikasi gaya pria, ketika bilang “ya” berarti maksudnya adalah “ya”. Saat dia mengatakan putus, berarti dia memang benar-benar ingin menyudahi hubungan. Begitu pun sebaliknya, kalau dia bilang enggak mau putus, sampai kapan pun dia akan keukeuh mempertahankan hubungan.
MENCARI YANG BARU
Begitu putus dari Anda, dia mungkin tidak akan berlama-lama merenungi nasib. Ia akan mengubah haluan, dan berburu mencari perempuan lain untuk mengisi kekosongan hatinya. Makanya, dibanding perempuan, laki-laki lebih gampang pindah ke lain hati. Memang, ia juga mengalami patah hati seperti Anda, tapi biasanya rentang waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan lebih pendek dari Anda. Apalagi jika dia yang bertindak sebagai eksekutor.
PUNYA PENGGANTI
Setelah putus dari Anda, dia telah menemukan pengganti Anda. Bukan tidak mungkin sebelum putus pun dia telah mempunyai cadangan. Jadi cintanya pada Anda tidak lagi seratus persen. Ketika dia telah mempunyai kekasih baru, maka perhatian dan pikirannya sudah pasti tercurah padanya. Anda hanya dia anggap sebagai bagian dari masa lalunya yang sekali-kali muncul di ingatannya. Tapi, ya hanya sebatas itu, tidak lebih. Apalagi jika dia merasa si perempuan pengganti lebih tepat untuk dia dibanding Anda.
TERLALU SAKIT HATI
Kesalahan fatal yang telah Anda perbuat juga menjadi alasan dia ogah kembali pada Anda. Ia telanjur sakit hati sehingga ia tidak akan memberi kesempatan kedua pada Anda. Apa sih yang membuat dia begitu sakit hati? Ada banyak faktor, seperti Anda telah mengkhianati kepercayaannya, harga dirinya terusik oleh sikap dan perilaku Anda, dan alasan lainnya.
ILANG FEELING
Hubungan Anda dan dia mungkin menumpuk banyak persoalan yang membuat dia give up. Akibatnya rasa cinta yang pernah tumbuh, perlahan menghilang dan tidak mau bersemi lagi. Ia mungkin sesekali bertemu dengan Anda setelah putus, namun Anda hanya dianggap sebagai teman biasa. Keinginan untuk menjalin hubungan sebagai kekasih bisa jadi tidak pernah terbersit di hatinya.
BANYAK BEDANYA
Anda boleh berharap bisa kembali lagi padanya, tapi perbedaan antara Anda dan dia terlampau jauh. Misal, beda soal prinsip, gaya hidup, karakter dan sebagainya. Ia tidak mau memaksakan diri berhubungan dengan Anda karena ujung-ujungnya Anda dan dia tidak akan pernah bisa bersatu. Pada keadaan seperti ini, kembali pada Anda tidak masuk dalam kamusnya. Baginya, lebih baik mencari perempuan baru yang lebih aman ketimbang kembali pada Anda yang nyata-nyata labil.
BEDA ORIENTASI
Meski mungkin dia masih memiliki rasa, namun Anda dan dia sudah bberbeda orientasi. Misal, orientasi Anda berkeluarga, sedangkan dia masih ingin menikmati masa lajangnya. Hal inilah yang membuat dia enggan mengulang kisah lama bersama Anda. Karena Anda pasti akan menuntut dia lagi untuk memenuhi keinginan Anda. Daripada ditodong di tengah jalan lagi, lebih baik dia pergi dari hidup Anda.
FISIK BERUBAH
Fisik juga berpengaruh cukup besar mengapa dia enggak mau menjalin hubungan lagi dengan Anda. Kalau saat bersama dia penampilan Anda terlihat oke, tapi kini setelah putus, penampilan Anda berubah dratis. Anda tidak lagi semenarik dulu. Ya pastilah dia berpikir berulang kali untuk balik pada Anda.
Masih setia menanti dia kembali? Sudahlah.. Anda hanya buang-buang waktu. Ia telah melupakan Anda. Persis seperti lirik Peter Pan, “Engkau bukanlah segalaku, bukan tempat untuk hentikan langkahku. Usai sudah semua berlalu, biar hujan menghapus jejakmu.”
Jurus Ampuh Lupakan Mantan
Coba ikuti trik di bawah ini agar lepas dari bayang-bayang wajah mantan:
* Coba berbagi cerita alias curhat dengan sahabat. Masukan positif dari sahabat efektif membuat perasaan jauh lebih tenang.
* Selesaikan masalah dengan mantan sampai tuntas, sehingga tidak ada lagi unfinished business.
* Alihkan pikiran dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan. Nonton film, nonton konser, dan hibur diri dengan mengerjakan hobi yang paling disukai.
* Buatlah daftar sejumlah kenangan yang ingin Anda lupakan. Sobeklah daftar ini menjadi potongan-potongan kecil dan bakar atau kuburkan dengan sebuah ‘upacara’.
* Pompalah harga diri dengan suatu hadiah istimewa.
* Cari teman kencan baru. Ini bisa sangat membantu melupakan mantan dengan cepat. Apalagi jika teman kencan baru Anda lebih baik dari mantan.